
Safari
Pacu Jawi nan Mendunia
Joki yang wajahnya telah penuh lumpur, menggigit ekor salah satu sapi. Lari kedua sapi itu pun kembali lurus.
Dua ekor sapi berbadan kekar mengendus-endus gelisah di tengah petak sawah. Yang satu berbulu cokelat dengan totol putih, sedangkan yang lain berbulu hitam legam. Hidung mereka diikat tali. Pada tubuh mereka masing-masing dipakaikan sejenis busur yang terbuat dari kayu.
Seorang pemuda memijakkan kakinya di ujung busur yang menempel ke tanah. Satu kaki di busur yang dipakaikan ke sapi putih dan satu kaki yang lain di busur sapi hitam. Kedua tangan si pemuda, yang biasa disebut sebagai joki, memegang ekor kedua sapi.
Joki mengambil kuda-kuda. Seorang lain memukul pantat sapi yang ditunggangi si joki. Segera, kedua sapi berlari di tengah sawah berlumpur yang telah menjadi arena balap. Lumpur bercipratan ke segala arah.

Lebih 400 tahun
Kedua sapi berjalan miring. Namun, dengan cekatan si pemuda yang wajahnya telah penuh lumpur, menggigit ekor salah satu sapi. Gigitan itu membuat lari kedua sapi menjadi kembali lurus di lintasan. Penonton bersorak-sorai dari kejauhan.
Demikian sedikit gambaran suasana “pacu jawi” atau dalam dalam bahasa Indonesia “balap sapi”. Pacu jawi adalah salah satu perayaan di Sumatra Barat, tepatnya Kabupaten Tanah Datar. Biasanya, pacu jawi dilaksanakan usai panen raya, mengisi waktu luang petani sampai musim tanam tiba.
Di Tanah Datar, pacu jawi dilaksanakan bergantian di empat daerah, yaitu di Sungai Tarab, Rambatan, Limo kaum, dan Pariangan. “Ini merupakan tradisi Tanah Datar yang sudah berusia lebih dari 400 tahun,” ujar Khairul Fahmi (63 tahun), ketua Persatuan Olahraga Pacu Jawi (Porwi) Tanah Datar, belum lama ini.

Kala itu, pacu jawi digelar di Kecamatan Pariangan. Hamparan sawah diubah menjadi arena balap dengan jalur pacu sepanjang 110 meter dan lebar 20 meter. Setidaknya, lebih dari 250 ekor sapi mengikuti perayaan ini.
Melihat pacu jawi, orang akan terasosiasi pada agenda serupa yang diadakan di tanah Madura, Karapan Sapi. Namun, pacu jawi berbeda dengan karapan sapi. Pacu jawi dilakukan di tanah berlumpur bekas sawah yang baru saja dipanen. Sementara, karapan sapi dilaksanakan di atas tanah kering.
Selain itu, pacu jawi bukanlah lomba adu cepat antarsapi seperti pada karapan sapi. Dalam pacu jawi, sepasang sapi dan seorang joki dilepas satu per satu. Nanti penonton menilai pasangan sapi mana yang berlari paling lurus di lintasan. Joki bertugas untuk memastikan kedua sapi berlari lurus.

Modal berani
Menjaga agar sapi agar berlari lurus ternyata tidak mudah. Ada saja yang berlari keluar dari lintasan. Ada pula yang bisa berlari lurus, tapi sebelum mencapai ujung lintasan, keduanya malah berlari ke arah yang berbeda. Alhasil, si joki terjerembab ke lumpur.
Ada beberapa teknik yang bisa dipakai joki untuk menjaga agar sapi berlari lurus. Salah satu yang paling populer adalah dengan menggigit ekor sapi yang berlari miring. Biasanya, ini cukup efektif untuk membuat sapi menurut pada joki.
Masrizal (41) sudah beberapa tahun terakhir menjadi joki. Ia mengatakan, menjadi joki tidak memerlukan keahlian khusus. “Yang penting berani. Nanti bisa sendiri,” katanya.
Dulu, sapi yang digunakan untuk pacu jawi adalah sapi yang biasa dipakai membajak sawah. Namun, seiring makin populernya pacu jawi, sapi yang diadu di ajang ini adalah sapi khusus untuk pacu jawi. Sapi ini dilatih dan diberi vitamin agar mampu berlari lurus dan kencang.

Pacu jawi merupakan murni hiburan bagi petani usai melaksanakan panen. Pacu jawi juga tidak mengundang taruhan karena tidak mengadu dua tim yang berbeda seperti kebanyakan pertandingan.
Tidak ada hadiah untuk sapi-sapi yang menang dalam perayaan ini. Sebab, pacu jawi murni hiburan. Namun, bukan berarti pacu jawi tidak memberikan keuntungan bagi si pemilik sapi. Perayaan pacu jawi merupakan ajang pamer kepandaian sapi. Jika mampu berlari lurus, nilai jualnya akan meningkat. Pemilik bisa menjualnya dengan harga tinggi.
Pacu jawi kini telah menjadi sorotan dunia, khususnya fotografer. Pelaksanaan pacu jawi selalu mengundang fotografer dari seluruh dunia untuk datang. Foto-foto pacu jawi bahkan telah memenangkan berbagai penghargaan. Salah satu yang terbaru adalah foto terbaik versi World Press Photo 2013 oleh seorang fotografer lepas asal Malaysia, Wei Seng Chen.
Belajar dari alam
Bagi yang ingin berkunjung ke Sumatra Barat, tidak ada salahnya mengecek pelaksanaan pacu jawi di Tanah Datar. Selain pacu jawi, Tanah Datar juga memiliki titik wisata menarik, seperti Danau Singkarak.

Pacu jawi hanya satu dari ratusan pesta rakyat yang ada di Sumatra Barat, khususnya bagi masyarakat Minangkabau. Pacu jawi memiliki filosofi tersendiri. Khairul mengatakan, pacu jawi mengajarkan manusia untuk hidup di jalan yang benar.
Dalam pacu jawi, sapi saling membawa temannya berlari lurus. “Filosofinya, sapi saja bisa membawa temannya berlari lurus, masa manusia tidak?” kata pria yang bergelar Bagindo Sinaro ini.
Filosofi ini merupakan turunan dari pepatah lama Minangkabau, “alam takambang jadi guru”, yang jika diartikan secara lepas berarti alam merupakan guru terbaik. Ya, masyarakat Minangkabau zaman dahulu banyak belajar dari alam untuk memperkaya diri dengan ilmu. Pacu jawi hanya satu dari jutaan ilmu yang diajarkan oleh alam.
Disadur dari Harian Republika edisi 11 Januari 2015 dengan reportase Friska Yolanda
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Senja di Baduy Luar
Kampung masyarakat Baduy Luar tak kalah menariknya untuk dikunjungi.
SELENGKAPNYAKu Datang ke Tanah Sumba ...
Penyambutan tamu secara adat diakhiri dengan acara tombak babi yang menunjukkan keramahtamahan orang Sumba.
SELENGKAPNYA