Anggota keluarga sandera Israel, pendukung dan aktivis antipemerintah melakukan protes menentang agresi ke Gaza di Tel Aviv, Israel, 22 Maret 2025 | EPA-EFE/ATEF SAFADI

Internasional

Penolakan Perang di Israel Makin Kencang

Penolakan terbaru dilakukan ratusan anggota Brigade Golani yang terkenal kejam.

TEL AFIF – Jumlah tentara dan warga sipil Israel penandatangan petisi menolak kelanjutan perang di Jalur Gaza melampaui 10.000 orang. Ratusan anggota Brigade Golani yang terkenal brutal ikut menandatangani surat yang menyerukan diakhirinya perang.

Radio Tentara Israel melaporkan pada Senin bahwa 150 tentara Brigade Golani telah membubuhkan tanda tangan mereka pada surat tersebut menuntut perundingan segera yang bertujuan untuk menjamin pembebasan tawanan Israel yang ditahan di Gaza. 

Brigade Golani didirikan sebagai pasukan pengusir warga Palestina sejak berdirinya Israel. Kejahatan terkini mereka adalah eksekusi brutal dari jarak dekat belasan tenaga kesehatan di Rafah, Jalur Gaza, bulan lalu. Brigade Golani adalah salah satu yang paling terpukul akibat serangan pejuang Palestina ke wilayah Israel pada 7 Oktober. Mereka juga kehilangan banyak perwira dan prajurit selama agresi di Gaza belakangan

Sejak Kamis, setidaknya sepuluh petisi telah beredar menentang kelanjutan serangan Gaza. Mereka menyatakan bahwa rezim Tel Aviv harus memprioritaskan kembalinya tawanan Israel bahkan jika itu berarti mengakhiri perang.

photo
Anggota Brigade Golani dengan panji kuning berbaris di perbatasan Israel-Gaza. - (IDF)

Petisi pertama ditandatangani oleh hampir 1.000 anggota dan mantan tentara cadangan angkatan udara Israel yang mengatakan bahwa serangan gencar di Gaza “terutama untuk kepentingan politik dan pribadi, bukan kepentingan keamanan.” Mereka mengacu pada desakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melanjutkan genosida brutal terhadap warga Palestina di Gaza.

Sebagai tanggapan, Kepala Staf Israel Eyal Zamir dan Air memecat tentara cadangan aktif yang telah menandatangani petisi. Netanyahu mendukung pemecatan tersebut, mengklaim bahwa petisi tersebut ditulis oleh "sekelompok kecil radikal, yang dioperasikan oleh organisasi yang didanai asing" yang mencoba untuk "menggulingkan" kabinetnya.

Petisi terpisah ditandatangani oleh sekitar 150 pensiunan perwira angkatan laut, lebih dari 250 tentara cadangan dan veteran Unit 8200 militer, dan 1.525 veteran Korps Lapis Baja, termasuk mantan perdana menteri dan kepala staf Ehud Barak.

Sekitar 500 pengusaha, investor dan pekerja dari sektor teknologi tinggi Israel, serta 2.000 dokter militer Israel, dan lebih dari 6.000 akademisi dan pejabat pendidikan juga menulis surat serupa.

photo
Orang-orang mengambil bagian dalam protes terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, di Tel Aviv, Israel, Senin, 7 April 2025. - (AP Photo/Ariel Schalit)

Petisi lainnya ditandatangani oleh ratusan veteran dari agen mata-mata Israel Mossad dan Shin Bet, bersama dengan lebih dari 1.500 veteran unit infanteri militer Israel, pasukan terjun payung dan pasukan khusus.

Selain itu, Haaretz melaporkan Lebih dari 9.500 akademisi, guru dan profesional medis Israel, serta sekitar 1.000 orang tua, menandatangani petisi pada hari Senin yang mendesak pemerintah di Tel Aviv untuk menjamin pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza, bahkan jika itu berarti mengakhiri perang di wilayah kantong tersebut.

Menurut Haaretz, sekitar 3.500 akademisi menandatangani petisi yang mendukung surat sebelumnya dari pasukan cadangan Angkatan Udara Israel yang menuntut kembalinya para sandera dan diakhirinya perang.

“Kami, anggota staf akademik di institusi pendidikan tinggi, ikut serta dalam seruan tentara Angkatan Udara dan menuntut agar para sandera segera dikembalikan, meskipun perang harus segera dihentikan,” petisi tersebut menyatakan.

photo
Orang-orang mengambil bagian dalam protes terhadap agresi militer Gaza di Tel Aviv, Israel, Senin, 7 April 2025. - (AP Photo/Ariel Schalit)

Para akademisi berargumentasi bahwa "perang ini terutama untuk kepentingan politik dan pribadi. Keberlanjutannya akan menyebabkan kematian para sandera, tentara, dan warga sipil yang tidak bersalah dan akan menguras pasukan cadangan."

Mereka menambahkan bahwa “seperti yang ditunjukkan di masa lalu, hanya kesepakatan yang dinegosiasikan yang dapat menjamin kembalinya orang-orang yang diculik dengan aman ke Israel.” Dalam petisi serupa, lebih dari 3.000 guru menekankan bahwa “ini bukanlah seruan untuk menolak dinas militer, namun permohonan untuk menyelamatkan nyawa,” tambah harian itu.

Sekitar 1.000 orang tua juga menandatangani surat terpisah, yang menyatakan: “Demi masa depan anak-anak kami, kami menolak membesarkan mereka dalam perang tanpa akhir, dan kami tidak akan menutup mata terhadap pembunuhan anak-anak (di Gaza).”

"Kami menolak gagasan berbahaya bahwa tidak ada orang yang tidak bersalah di Gaza. Kami menolak untuk meninggalkan para sandera atau tidak memanusiakan orang lain," tulis orang tua tersebut.

photo
Arbel Yehoud (29 tahun) yang disandera di Gaza dikawal oleh pejuang Hamas dan Jihad Islam saat dia dibebaskan di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis. 30 Agustus 2025. - (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Sementara itu, hampir 3.000 profesional medis Israel, bersama tiga peraih Nobel, menandatangani petisi lain yang menyerukan pemerintah untuk membebaskan sandera yang ditahan di Gaza dengan menghentikan perang yang sedang berlangsung, Yedioth Ahronoth melaporkan.

Sebelumnya pada Senin, mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak dan mantan Kepala Staf Dan Halutz menandatangani petisi yang ditandatangani oleh 1.525 tentara Korps Lapis Baja yang mendesak pembebasan sandera, meskipun itu berarti mengakhiri perang.

Pada hari yang sama, Yedioth Ahronoth mengatakan dalam laporan lain bahwa lebih dari 1.600 veteran Pasukan Terjun Payung dan Brigade Infanteri juga menandatangani surat yang mendesak pemerintah untuk membawa kembali semua sandera, meskipun itu berarti menghentikan perang.

Sekitar 170 lulusan program intelijen militer elit "Talpiot" menandatangani surat yang menuntut pembebasan para sandera sampai perang berakhir, sambil menekankan bahwa mereka tidak meminta pasukan cadangan untuk menolak dinas.

photo
Daftar Kejahatan Tentara Israel - (Republika)

Dalam surat mereka, lulusan Akademi Talpiot angkatan darat menyuarakan dukungan atas beberapa seruan tentara dan veteran yang mengecam kebijakan perang pemerintah karena hanya mementingkan “kepentingan politik dan pribadi” daripada kebutuhan keamanan, menurut Radio Angkatan Darat.

“Berlanjutnya perang tidak berkontribusi pada tujuan yang dinyatakan,” kata surat itu, memperingatkan bahwa melanjutkan perang hanya akan menyebabkan lebih banyak kematian, termasuk tawanan, tentara, dan warga sipil yang tidak bersalah.

Israel melancarkan kampanye pemboman mematikan di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, setelah kelompok perlawanan Hamas melakukan operasi bersejarah terhadap entitas perampas tersebut sebagai pembalasan atas kekejaman yang semakin intensif terhadap rakyat Palestina.

Dalam operasinya, Hamas menyandera 251 warga Israel, 58 di antaranya kini masih berada di Gaza, termasuk 34 jenazah yang dipastikan tewas oleh militer pendudukan. Beberapa tawanan tewas dalam serangan rezim di wilayah yang terkepung.

Setelah perang selama satu setengah tahun, rezim Tel Aviv gagal mencapai tujuan yang dinyatakan untuk melenyapkan Hamas dan membebaskan tawanan, meskipun telah menewaskan sedikitnya 50.983 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pembangkangan Berlanjut, Israel Kian Dekat Perang Sipil

Ratusan mantan petugas Mossad menolak perang Gaza.

SELENGKAPNYA

Hamas Ungkap Rencana Licik di Balik Proposal Gencatan Senjata Terbaru Israel

Proposal tersebut dirancang untuk melucuti kemampuan Hamas.

SELENGKAPNYA

Hentikan Genosida di Gaza Sekarang Juga!

Butuh perlawanan terhadap mesin pembunuh sistematis yang dikomandoi rezim kolonial Israel.

SELENGKAPNYA