Orang-orang mengambil bagian dalam protes terhadap agresi militer Gaza di Tel Aviv, Israel, Senin, 7 April 2025. | AP Photo/Ariel Schalit

Internasional

Pembangkangan Berlanjut, Israel Kian Dekat Perang Sipil

Ratusan mantan petugas Mossad menolak perang Gaza.

TEL AVIV – Pembangkangan terhadap keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melanjutkan agresi militer ke Gaza terus berlanjut. Yang terkini, ratusan mantan agen Mossad melayangkan keberatannya, membawa Israel kian dekat ke perang sipil.

Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert dengan tegas memperingatkan bahwa Israel: “Lebih dekat dengan perang saudara dibandingkan sebelumnya.” Pernyataan Olmert muncul di tengah meningkatnya ketegangan internal dan perpecahan mendalam dalam masyarakat Israel di tengah perang di Gaza dan penolakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri perang tersebut dan mencapai kesepakatan pertukaran tahanan.

Dalam sebuah artikel di surat kabar Haaretz, Olmert menyatakan: “Penyerangan sekelompok preman terhadap Mahkamah Agung Israel yang dibina, didukung dan sebagian besar diorganisir oleh perdana menteri, adalah tahap berikutnya dari proses yang dirancang untuk melemahkan keberadaan lembaga-lembaga negara ini.”

“Perang melawan institusi-institusi ini (yang sekarang diberi label “deep state”) adalah tahap penting dalam upaya terencana Benjamin Netanyahu untuk menghancurkan basis demokrasi Israel,” tambah Olmert.

Kata-kata Olmert muncul di tengah kontroversi yang sedang berlangsung dan meningkatnya ketegangan terkait dengan peran peradilan di negara pendudukan, khususnya mengenai wewenang Mahkamah Agung, perang yang sedang berlangsung di Gaza dengan mengorbankan tawanan Israel yang ditahan oleh kelompok perlawanan, dan keuntungan politik Netanyahu sendiri.

photo
Orang-orang mengambil bagian dalam protes terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, di Tel Aviv, Israel, Senin, 7 April 2025. - (AP Photo/Ariel Schalit)

Gelombang pembangkangan terhadap agresi Israel ke Gaza berlanjut dengan sekitar 1.600 mantan pasukan terjun payung bergabung. Kelompok tersebut mengatakan mereka ingin para tawanan dikembalikan, “bahkan dengan jika harus dengan penghentian pertempuran”, untuk menyelamatkan nyawa warga Israel, menurut Yedioth Ahronoth dan media Israel lainnya.

Lebih dari 170 lulusan program kepemimpinan teknologi elit dari Unit Intelijen Militer menandatangani nama mereka pada surat terpisah yang menyerukan diakhirinya perang dan kembalinya para tawanan. Seruan tersebut adalah yang terbaru di antara meningkatnya suara-suara dari dalam militer yang menekan pemerintah untuk mengakhiri perang.

Lebih dari 250 mantan pejabat badan intelijen Israel Mossad merilis petisi baru pada Ahad malam yang menyerukan segera diakhirinya perang di Gaza untuk memfasilitasi pembebasan semua sandera, menurut media Israel.

Petisi tersebut menambah gelombang perbedaan pendapat publik dalam lembaga keamanan Israel. Sejak Kamis, setidaknya enam petisi telah ditandatangani oleh tentara cadangan, pensiunan perwira, dan veteran dari berbagai cabang militer Israel.

Menurut harian Yedioth Ahronoth: “Surat tersebut, yang diprakarsai oleh mantan perwira senior Mossad GailShorsh, ditandatangani oleh tiga mantan kepala Mossad – Danny Yatom, Ephraim Halevy dan Tamir Pardo – serta puluhan kepala departemen dan wakil kepala departemen dalam badan tersebut.”

Ini adalah petisi kedua dalam waktu 24 jam yang ditandatangani oleh mantan atau anggota pasukan keamanan Israel saat ini. Sebelumnya pada Ahad, sekitar 200 dokter cadangan militer aktif juga menandatangani petisi yang menuntut diakhirinya perang dan pengembalian sandera yang ditahan di Gaza.

Sejak Kamis, sedikitnya enam petisi telah ditandatangani oleh pasukan cadangan, perwira militer yang telah pensiun, serta para veteran dari berbagai cabang militer Israel.

Setidaknya seribu anggota dan mantan personel cadangan Angkatan Udara Israel pada Kamis (10/4/2025) menyerukan pembebasan semua sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza, meskipun hal itu berarti harus mengakhiri perang melawan kelompok Palestina, Hamas.

“Kelanjutan perang tidak lagi mendorong tercapainya tujuan-tujuan yang telah diumumkan dan justru akan menyebabkan kematian para sandera, tentara IDF (militer), dan warga sipil tak bersalah,” bunyi surat terbuka yang dipublikasikan oleh para mantan personel cadangan tersebut di sejumlah media Israel.

Surat itu menyerukan “pemulangan segera” para sandera Israel dari Gaza, dan menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung kini hanya melayani “kepentingan politik dan pribadi.”

photo
Polisi menahan demonstran selama unjuk rasa untuk memprotes dimulainya kembali pertempuran di Gaza di Yerusalem, 19 Maret 2025. - (EPA-EFE/ATEF SAFADI)

“Hanya melalui kesepakatan para sandera dapat dipulangkan dengan aman, sementara tekanan militer justru memperbesar risiko kematian sandera dan membahayakan keselamatan tentara kita,” tulis mereka, sambil menyerukan warga Israel untuk “bergerak dan mengambil tindakan.”

Mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Dan Halutz, termasuk salah satu penandatangan surat tersebut. Pemimpin otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, mengecam para penandatangan surat itu.

“Mereka adalah kelompok ekstremis pinggiran yang kembali mencoba memecah belah masyarakat Israel dari dalam,” kata Netanyahu dalam pernyataannya.

Ia menuduh mereka memiliki satu tujuan, yaitu menjatuhkan pemerintahan. Netanyahu yang telah menjadi objek penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) akibat kejahatan perang yang dilakukan menuding, "Mereka tidak mewakili tentara maupun rakyat.”

Kepala pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa surat tersebut merusak legitimasi perang di Gaza. Katz mendesak pimpinan militer serta angkatan udara untuk menangani isu ini dengan cara yang paling tepat.

photo
Polisi membubarkan demonstran yang memblokir jalan saat protes antipemerintahan di Yerusalem, Ahad, 7 Juli 2024. - (AP Photo/Mahmoud Illean)

Menurut harian Haaretz, Kepala Angkatan Udara Israel memutuskan untuk memberhentikan para cadangan aktif yang menandatangani surat tersebut, namun tidak menyebutkan jumlahnya.

Sementara itu, hampir 150 perwira Angkatan Laut Israel menandatangani petisi yang mendesak pemerintahan Netanyahu untuk menghentikan perang di Gaza dan memastikan pembebasan para sandera yang masih ditahan di sana, sebagaimana dilaporkan oleh harian Yedioth Ahronoth.

Kanal berita Channel 12 melaporkan bahwa ratusan prajurit yang pernah bertugas dan masih aktif dalam cadangan di Korps Lapis Baja dan Angkatan Laut turut bergabung dalam protes yang dipelopori Angkatan Udara, serta mengirim dua surat tambahan yang menuntut diakhirinya perang di Gaza dan pemulangan para sandera.

Tak lama kemudian, stasiun televisi tersebut melaporkan bahwa puluhan dokter cadangan militer turut mengirim petisi kepada pemerintah, menuntut diakhirinya perang di Gaza -- sebuah indikasi meningkatnya gelombang pembangkangan dari dalam tubuh militer Israel.

Petisi tersebut ditujukan kepada pejabat pertahanan israel, Israel Katz, dan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata, Eyal Zamir. Isinya menyatakan: “Kami, para dokter dan tenaga medis cadangan yang bertugas di berbagai unit militer Israel, menuntut pemulangan segera para sandera dan penghentian perang di Jalur Gaza,” seperti dikutip kanal tersebut.

photo
Keluarga menangisi jenazah warga Palestina yang syahid dalam serangan udara Israel di lingkungan Shujaiyah, saat mereka dibawa ke Rumah Sakit Baptis di Kota Gaza pada Rabu, 9 April 2025. - ( AP Photo/Jehad Alshrafi)

“Pada 7 Oktober 2023, kami menjawab panggilan untuk membela Israel, namun setelah lebih dari 550 hari pertempuran -- yang telah membawa dampak besar bagi negara ini -- kami dengan berat hati merasa bahwa kelanjutan perang kini lebih melayani kepentingan politik dan pribadi, bukan tujuan keamanan yang jelas,” lanjut mereka.

Israel memperkirakan masih ada 59 sandera yang ditahan di Gaza, setidaknya 22 di antaranya dipastikan masih hidup. Mereka seharusnya dibebaskan pada fase kedua kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan, yang mensyaratkan Israel untuk menarik seluruh pasukannya dari Gaza dan mengakhiri perang secara permanen.

Namun, Israel kembali melanjutkan serangan dan melanggar kesepakatan gencatan senjata pada Januari. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Israel telah menewaskan lebih dari 50.800 warga Palestina di Gaza dan meratakan wilayah kantong tersebut menjadi puing-puing.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas agresinya di wilayah tersebut.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Hentikan Genosida di Gaza Sekarang Juga!

Butuh perlawanan terhadap mesin pembunuh sistematis yang dikomandoi rezim kolonial Israel.

SELENGKAPNYA

Israel Hancurkan RS Al-Ahli di Gaza

RS Al-Ahli adalah yang terakhir bisa beroperasi di Kota Gaza.

SELENGKAPNYA

Gaza Kembali di Tubir Kelaparan Akut

Puluhan serangan Israel hanya targetkan anak-anak dan perempuan.

SELENGKAPNYA