![](https://static.republika.co.id/uploads/images/xlarge/_250120152717-145.png)
Internasional
Trump Ancam Ketertiban Dunia
Berbagai pihak mengecam langkah Trump menyanksi ICC.
WASHINGTON – Presiden AS Donald Trump pada Kamis menandatangani perintah eksekutif yang mengesahkan sanksi terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Langkah tersebut dinilai bakal punya dampak berbahaya bagi tatanan ketertiban dunia.
Sanksi terhadap ICC dilakukan terkait putusan lembaga itu mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant. Keduanya didakwa melakukan kejahatan perang.
Dalam postingan di X, Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, kini mengatakan sanksi tersebut “mengancam independensi Pengadilan dan melemahkan sistem peradilan pidana internasional secara keseluruhan”.
Sementara pihak ICC berjanji akan terus memberikan “keadilan dan harapan” di seluruh dunia. “ICC mengutuk dikeluarkannya Perintah Eksekutif oleh AS yang berupaya menjatuhkan sanksi terhadap para pejabatnya dan merugikan kerja peradilan yang independen dan tidak memihak,” kata mahamah itu dalam sebuah pernyataan.
“Pengadilan berdiri teguh dengan personelnya dan berjanji untuk terus memberikan keadilan dan harapan bagi jutaan korban kekejaman yang tidak bersalah di seluruh dunia,” tambahnya.
Caspar Veldkamp, Menteri Luar Negeri Belanda, menggambarkan pekerjaan ICC sebagai hal yang “penting dalam perjuangan melawan impunitas”. “Belanda secara aktif berkontribusi untuk memperkuat tatanan hukum internasional dan kerja sama multilateral dan dengan itikad baik akan memenuhi kewajiban hukum dan perjanjian internasional yang mengikat,” katanya dilansir Aljazirah.
Agnes Callamard, ketua Amnesty International, sebuah kelompok hak asasi manusia global, juga mengecam keputusan tersebut, dan menggambarkan perintah Trump sebagai tindakan yang “sembrono”, “penuh dendam” dan “agresif”.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/063511700-1733046628-1280-856.jpg)
Dia mengatakan sanksi AS melemahkan upaya independen pengadilan untuk mencapai keadilan internasional. “Pemerintah di seluruh dunia dan organisasi regional harus melakukan segala daya mereka untuk memitigasi dan memblokir dampak sanksi Presiden Trump,” kata Callamard.
“Melalui tindakan kolektif dan terpadu, negara-negara anggota ICC dapat melindungi Pengadilan dan stafnya. Tindakan mendesak diperlukan sekarang!” tambahnya.
Dengan mengesahkan sanksi terhadap ICC dan pegawainya, Presiden Trump mengingatkan dunia bahwa Israel kebal hukum, kata Profesor Studi Timur Tengah Marc Owen Jones. “AS terlibat dalam kejahatan perang Israel dan semakin terlibat di bawah Trump,” Owen Jones, dosen di Universitas Hamad Bin Khalifa di Qatar, mengatakan kepada Aljazirah.
Meskipun mantan Presiden Joe Biden mendukung Israel dan menahan diri untuk tidak melakukan advokasi secara terbuka untuk melakukan kejahatan perang, pendekatan Trump adalah “lepas tangan”.
#ICC Prosecutor @KarimKhanQC announces applications for arrest warrants in relation to Benjamin Netanyahu and Yoav Gallant in the context of the situation in the State of #Palestine https://t.co/WqDZecXFZq pic.twitter.com/bxqLWc5M6u — Int'l Criminal Court (IntlCrimCourt) May 20, 2024
“Trump secara eksplisit menganjurkan pembersihan etnis di Gaza,” kata Owen Jones. “Dengan mengatakan bahwa kondisi Gaza sangat buruk sehingga orang tidak mungkin bisa tinggal di sana, dia juga mengakui bahwa Gaza sudah tidak dapat dihuni, dan ini merupakan kejahatan perang.”
Saul Takahashi, profesor hukum hak asasi manusia internasional di Universitas Jogakuin Osaka, mengatakan dampak langsung dari sanksi yang dijatuhkan AS terhadap ICC kemungkinannya akan sangat terbatas.
Pengadilan tersebut “bukan di Amerika Serikat, melainkan di Den Haag, Belanda,” seraya menambahkan bahwa akan ada dampak terhadap beberapa anggota staf ICC yang memiliki aset di Amerika.
Namun Takahashi mengatakan dampak tidak langsung dari tindakan Trump bisa sangat serius. “Perintah eksekutif tersebut tidak hanya berbicara tentang pemberian sanksi kepada anggota staf ICC… tetapi juga orang-orang yang bekerja sama dengan ICC dalam menyelidiki pejabat Israel,” tegas Takahashi.
“Kita berbicara tentang aktivisme hak asasi manusia, korban, dan orang lain. Orang-orang seperti itu mungkin akan dikucilkan dari AS atau menghadapi hukuman.”
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/infografis/israel-melawan_241029164031-287.jpg)
Perintah Trump dikeluarkan dua hari setelah ia menjamu Perdana Menteri Netanyahu untuk melakukan pembicaraan di Washington. Baik AS maupun Israel bukan anggota ICC dan enggan mengakui mahkamah tersebut.
Trump dalam periode pertamanya sempat memberikan sanksi kepada ICC yang berbasis di Den Haag karena menyelidiki dugaan kejahatan perang AS di Afghanistan. Sanksi itu kemudian dicabut oleh Joe Biden.
Melalui perintah Trump itu. AS akan menjatuhkan sanksi yang “nyata” dan “signifikan” kepada orang-orang yang bekerja dalam penyelidikan ICC terhadap warga negara atau sekutu AS, seperti Israel, sesuai dengan perintah eksekutif Trump. Langkah-langkah tersebut termasuk membekukan aset-aset orang-orang yang terkena sanksi di AS dan melarang mereka atau keluarga mereka memasuki negara tersebut.
ICC pada November 2024 lalu resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant atas dugaan tindak kejahatan perang.
"ICC dengan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua individu, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya dari 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024," demikian pernyataan ICC.
Tanggal 20 Mei yang disebut dalam pernyataan itu merujuk pada tanggal di mana jaksa ICC mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap mereka.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/infografis/daftar-kejahatan-tentara_241012183414-640.jpg)
Dengan demikian, ICC menolak argumen Israel yang menyatakan bahwa pengadilan tersebut tak memiliki yurisdiksi untuk memerintahkan penangkapan Netanyahu dan Gallant.
Terkait kejahatan mereka, ICC menemukan dasar yang masuk akal untuk meyakini bahwa kedua orang tersebut bertanggung jawab atas tindak kejahatan perang dalam bentuk "memanfaatkan kelaparan sebagai metode peperangan dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang meliputi pembunuhan, penyiksaan, dan tindakan tak manusiawi lainnya".
“ICC juga menemukan dasar yang masuk akal untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant masing-masing bertanggung jawab secara pidana sebagai penguasa sipil untuk kejahatan perang dalam bentuk secara sengaja mengarahkan serangan terhadap populasi sipil,” demikian menurut ICC.
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar memuji Trump atas keputusannya untuk mengesahkan sanksi terhadap ICC dan pegawainya. “Saya sangat memuji perintah eksekutif Presiden Trump untuk menjatuhkan sanksi terhadap apa yang disebut ‘pengadilan pidana internasional’,” tulisnya di X. “Tindakan ICC tidak bermoral dan tidak memiliki dasar hukum.”
Saar menegaskan pengadilan tersebut tidak memiliki yurisdiksi karena Israel dan AS bukan anggotanya. Pendirian ini telah berulang kali dibantah oleh para ahli hukum, yang mengatakan bahwa Negara Palestina adalah salah satu anggotanya dan oleh karena itu pengadilan mempunyai mandat untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan di sana.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Tentara Israel Mulai Bersiap Jalankan Rencana Trump
Rencana pengosongan Gaza oleh Donald Trump mendapat dukungan meluas di Israel.
SELENGKAPNYARencana Trump dan Ketakutan di Gaza
Rencana pengusiran Gaza bakal lebih parah dari Nakba.
SELENGKAPNYARencana Trump Kuasai Gaza Tuai Kecaman Meluas
Rekan dan pesaing Amerika Serikat mengecam renacna Trump untuk Gaza.
SELENGKAPNYA