Safari
Para Maestro di Balik Kaca
Perbedaan para maestro juga terletak pada motif.
Di Cirebon, ada dua maestro lukisan kaca yang berseberangan, Rastika dan Toto Sunu. Mereka dikenal sebagai pengusung dua gaya lukisan kaca Cirebon. Rastika mengusung gaya dekoratif klasik, sementara Toto Sunu lebih pada gaya dekoratif modern.
Salah seorang putra Rastika, Kusdono, yang kini juga mewarisi gaya sang ayah, menjelaskan, perbedaan gaya klasik dan modern, diantaranya, terletak pada alat. Gaya klasik hanya menggunakan cat dan kuas. Sedangkan, gaya modern, selain cat dan kuas, juga ditambah dengan beberapa alat lain, seperti semprotan, pilox, airbrush, dan lem.
Selain itu, perbedaan juga terletak pada motif. Motif gaya klasik masih sederhana dan mempertahankan bentuk aslinya. Misalnya, kaligrafi, batik khas Cirebon, dan wayang Cirebon.
“Jadi, masih terpaku pada pakem,” kata Kusdono.
Sedangkan, gaya modern mengalami penambahan motif. Contohnya, gambar wayang dengan rambut berwarna merah. Dalam gaya klasik, warna rambut merah pada wayang hanya untuk tokoh-tokoh tertentu, misalnya, buta(raksasa). Selain itu, objek gambar pada gaya modern lebih bebas. Bahkan, bisa mewakili ekspresi pelukis dan keadaan zaman.
Rastika bertekad, akan tetap mempertahankan gaya lukisan dekoratif klasik yang selama ini dianutnya. Hal itu dimaksudkan agar gaya klasik tetap lestari dan dikenal oleh para generasi penerusnya kelak.
“Jangan sampai punah,” katanya saat ditemui di rumahnya di Desa Gegesik Kulon, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Lukisan kaca karya Rastika di antaranya adalah “Pandawa Lima” yang dibawa ke Istana Negara di Jakarta saat pemerintahan Presiden Soeharto.
Sementara itu, gebrakan yang dilakukan Toto Sunu dengan membuat lukisan kaca bergaya modern dimulai pada dekade 1980-an. Gaya modern yang dianutnya sempat ditentang oleh sejumlah seniman lainnya. Saat itu, ia membuat lukisan kaca ekstra besar dengan objek yang beraneka ragam dan nuansa ornamen yang sangat hidup.
Sejumlah lukisannya yang terkenal, diantaranya, berjudul “Ketika Manusia Berubah”, “Rumah Kumuh”, dan “Ikan Koi”. Selain karya itu, rata-rata berukuran besar, 245 x 141 cm, Toto juga melukis kaca dengan teknik tiga dimensi. Caranya, dengan memakai lebih dari satu kaca yang ditumpuk ke belakang. Misalnya, dalam lukisan yang berjudul “Ikan Koi”.
Maestro lukisan kaca Cirebon lainnya adalah Astika yang tinggal di Desa Trusmi Wetan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Selama ini, dia setia pada gaya klasik dan motif tradisional, yakni kaligrafi, batik, dan wayang.
Astika pun sangat ahli membuat isen-isen yang sangat halus dan detail. Bahkan, sekitar 1993, dia pernah mendapat penghargaan sebagai pelukis kaca yang mampu membuat lukisan terhalus.
Disadur dari Harian Republika edisi 26 Februari 2012 dengan reportase Lilis Sri Handayani
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Taka Bonerate, Atol Terbesar Ketiga Dunia
Keindahan alami Taka Bonerate bagaikan putri cantik yang belum berdandan.
SELENGKAPNYAKeindahan Tinabo Besar yang Masih Alami
Titik-titik menyelam, snorkeling, hingga berkano mudah dilakukan di Tinabo Besar.
SELENGKAPNYAMereka Riang Menjemput Laut
Petugas konservasi melepas tukik pada sore hari karena menghindari predator laut.
SELENGKAPNYA