Perkeja melindungi tubuh dari terik matahari menggunakan payung saat berjalan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (18/12/2023). | Republika/Thoudy Badai

Ekonomi

Daerah Didorong Anggarkan Dana Perubahan Iklim

Pemerintah telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 569 triliun guna mengatasi perubahan iklim.

BOGOR -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengimbau pemerintah daerah agar mengalokasikan anggaran perubahan iklim atau Climate Budget Tagging (CBT) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hanya saja, kementerian belum mewajibkan penerapan tersebut.

"Di pemerintah daerah, sifatnya belum semuanya, karena masih sukarela. Kami selalu pacu untuk lebih banyak lagi pemerintah daerah melakukan Regional Climate Budget Tagging (RCBT)," ujar Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Boby Wahyu Hernawan dalam Media Gathering di Bogor, Jawa Barat, Rabu (29/5/2024).

Ia menambahkan, Kemenkeu pun bersedia memberikan pengarahan mengenai cara mengimplementasikan RCBT. Walau belum semua daerah menerapkan RCBT, namun katanya, ada berbagai manfaat dari proyek percontohan itu.

photo
Warga membawa jeriken berisi air bersih di PDAM Tirta Raharja, Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (11/10/2023). - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Salah satu manfaat itu adalah mengidentifikasi program maupun kegiatan yang telah dilakukan pemerintah daerah dalam mendukung mitigasi perubahan iklim. Dia menjelaskan, proyek percontohan tersebut juga bertujuan meningkatkan pemahaman dan kapasitas pemerintah daerah guna perencanaan dan penganggaran yang mendukung penanganan perubahan iklim.

Proyek percontohan RCBT telah berjalan sejak 2020. Ada 11 daerah yang menjadi lokasi uji coba. 

Sekarang, totalnya sudah mencapai 22 pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang telah melakukan uji coba program tersebut. Kemenkeu mencatat, rata-rata porsi anggaran perubahan iklim terhadap APBD berdasarkan proyke percontohan RCBT sebesar 5,38 persen selama 2020 sampai 2023.

Di level pemerintah pusat, Kemenkeu menyatakan telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 569 triliun guna mengatasi perubahan iklim. Jumlah tersebut terhitung dari 2016 sampai 2022.

Boby menjelaskan, secara rata-rata, total pengeluaran belanja aksi perubahan iklim sejak 2016 hingga 2022 mencapai Rp 81,3 triliun atau setara 5,4 miliar dolar AS per tahun. Jumlah itu sebesar 3,5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Angka Indonesia 3,5 persen dari APBN ini sudah cukup bagus. Walau belum terlalu banyak,” ujar dia.
 
Dibandingkan negara lain, kata dia, pengeluaran 3,5 persen untuk perubahan iklim, cukup baik bagi Indonesia. Rata-rata negara lain hanya mengeluarkan dana sekitar 2,5 persen.

Kemenkeu mencatat, dari total anggaran sebesar Rp 569 triliun tersebut, sebanyak 58,4 persen digunakan memitigasi penurunan emisi gas rumah kaca terhadap baseline seperti industri hijau, pengelolaan limbah, energi dan transportasi. Kemudian, sebanyak 37,6 persen digunakan untuk co-benefit yakni adaptasi penurunan kerentanan, peningkatan kapasitas adaptif, dan pengurangan kerugian ekonomi.

Sedangkan total pendanaan mitigasi dari APBN bagi aksi mitigasi dan co-benefit pada 2018-2022 sebesar Rp 217,83 triliun. Pendanaan rata-ratanya sebesar Rp 43,57 triliun per tahun.

photo
Warga antre memperoleh bantuan air bersih dari mobil tangki di Gampong Lamcok, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Ahad (12/5/2024). - (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Perubahan iklim juga telah dirasakan dampaknya di Jakarta. Menurut Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi, perubahan iklim itu disebut berdampak terhadap meningkatnya kejadian bencana.

Menurut Heru, perubahan iklim telah menjadi isu yang nyata dan mendesak bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Ia mencontohkan, di Jakarta sudah ada peningkatan intensitas bencana akibat perubahan iklim.

"Selama periode 2019-2023, tercatat sebanyak 5.170 peristiwa bencana melanda Kota Jakarta," kata dia.

Ia mengatakan, Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian 7 meter di atas permukaan laut. Jakarta juga dilalui 13 sungai. Kondisi itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan bencana di Jakarta.

Sementara itu, wilayah pesisir utara Jakarta juga telah berada di bawah permukaan laut, sehingga rentan terhadap banjir akibat pasang laut dan hujan ekstrem. Kondisi kerentanan bencana juga makin bertambah, mengingat letak Jakarta berada di delta dan jalur cincin api pasifik, sehingga memiliki risiko terhadap bencana alam seperti banjir dan gempa bumi. 

Ia mengatakan, dalam rencana pembangunan daerah Pemprov DKI Jakarta 2023-2026, penekanan dilakukan untuk terwujudnya regenerasi kota yang berketahanan dan berkelanjutan. Untuk mendukung rencana tersebut, Jakarta telah menerapkan rencana pembangunan rendah karbon dan rencana pembangunan rendah penanggulangan bencana. 

"Kami terus berupaya menjadikan ketahanan dan pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari perencanaan pembangunan perkotaan, serta mengelokasikan dana untuk rencana darurat tersebut dan tentunya DKI ke depan, yang namanya nanti menjadi Daerah Khusus Jakarta," kata dia.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat