Dampak banjir bandang yang meluluhlantakkan fasilitas kereta api di Lembah Anai. | KITLV A1016

Kronik

Membaca Ulang Banjir Bandang di Lembah Anai Sumatra Barat

Oleh FIKRUL HANIF SUFYAN, penulis dan pengajar sejarah, kini sedang Visiting Scholar di Faculty of Art University of Melbourne

 

Ketika mendaratkan kaki di bandara Tullamarine - Melbourne Australia, dikejutkan dengan berita bencana galodo di Lembah Anai pada 11 Mei 2024. Banjir bandang ini, tidak hanya sekali terjadi. Kawasan lembah Anai memang eksotik dan indah. Siapapun yang melalui rute Kayu Tanam Pariaman menuju Kota Padang Panjang, pasti akan terkagum-kagum menyaksikan pemandangannya.

 

Lembah Anai dan Aksesibilitas Kereta Api

Di masa lalu, Lembah Anai adalah pintu penghubung antara Pantai Barat Sumatra menuju ke pedalaman Minangkabau. Bahkan, kawasan yang indah ini menjadi pintu masuk dari sebaran Islam, ideologi, modernisasi, dan distribusi barang dan jasa menuju ke pedalaman nagari, dan sebaliknya.

Sebelumnya, akses ke Lembah Anai – masih berupa jalan setapak – yang biasanya dilalui oleh pejalan kaki, kuda bendi, ataupun pedati kerbau. Mereka yang berprofesi saudagar, membawa hasil bumi menuju Pantai Barat Sumatra. Pasca kekalahan Padri, pemerintah Kolonial Belanda membangun akses jalan yang lebih baik, berdampak pada arus lalu lintas manusia dan barang ke pedalaman Minangkabau.

Sejak ditemukannya endapan batubara di Batang Ombilin, berdirinya perusahaan Landsbedrijf de Oembilin Steenkolenontginning (1890)– atau dalam literatur sejarah kerap ditulis dengan nama Ombilin Mijnen, pemerintah membangun pelabuhan yang lebih besar di Gemeente Padang, diberi nama Emmahaven (kini Teluk Bayur).

Sulitnya mendistribusikan batubara dari mulut tambang menuju ke Emmahaven, ditanggulangi perusahaan kereta api negara, Sumatra Staats Spoorwagen (SSS). Untuk menembus rintangan alam di Lembah Anai berupa bukit karang, curam dan terjal, kereta api membutuhkan rel bergigi.

Panjang lintasan rel yang dibangun SSS adalah enam kilometer, dikelilingi oleh tebing-tebing yang hampir tegak lurus. Jalur kereta api ini melewati jalan pos yang sangat teratur dan menelan investasi yang mahal, dan mengorbankan ratusan buruh paksa yang didatangkan dari Jawa dan sebagian kecil dari Sumatra (Algemeen de Handelsblad, 6 Februari 1904).

 
Jalur kereta api ini melewati jalan pos yang sangat teratur dan menelan investasi yang mahal.
   

 

Dua Kali dihondoh Banjir Besar

Kesulitan besar yang harus dialami buruh paksa adalah dalam mereka harus menerobos tanah longsor yang berbahaya dan badai hujan tropis yang terkadang mencapai 225 mm dalam delapan jam (Algemeen Handelsblad, 30 Juni 1926).

Pada 1892, curah hujan ditambah dengan galodo gunung Marapi telah menghancurkan Lembah Anai. Tidak hanya tanah longsor, dan berjatuhannya batu berukuran besar, galodo ikut menghancurkan jalur kereta api, dinding penahan, jembatan kereta api, penyangga, rumah-rumah dan jalan pos.

Akibat bencana yang terjadi pada Desember 1892 itu, komunikasi terputus selama berbulan-bulan. Dan biaya perbaikan untuk infrastruktur moda transportasi kereta api, sangat besar. Mencapai lebih dari setengah juta gulden.

Belum rampungnya rehabilitasi kereta api, kembali Lembah Anai diterjang banjir besar. Pada awal Januari 1904, curah hujan yang tinggi kembali meluluhlantakkan Lembah Anai. Kereta api No. 11 dari Padang menuju Padang Panjang, baru saja melewati jembatan besar di Tambun Tulang lima belas menit yang lalu, tiba-tiba harus berhenti, karena penyangga di sisi Padang-Panjang telah ambruk, dihantam aliran Batang Anai.

Jembatan dengan konstruksi setengah parabola pun ambruk. “orang dapat melihat beberapa sisa-sisa banjir, terangkat dan patah, seolah-olah itu adalah mainan anak-anak.” Demikian Het Vaderland memberitakannya pada 6 Februari 1904.

Tidak hanya jembatan tersebut, jembatan di atas Batang Anai dekat Air Putih, sekitar juga luluh lantak. Kereta api tidak dapat bergerak maju, ataupun mundur. Dan para penumpang, di antaranya beberapa perempuan, serta regent Padang, terpaksa bermalam di gedung halte Kampung Tengah.

 
Tidak hanya jembatan tersebut, jembatan di atas Batang Anai dekat Air Putih, sekitar juga luluh lantak.
   

Keesokan harinya, para penumpang diwajibkan untuk melakukan perjalanan ke Padang-Panjang dengan berjalan kaki, karena tidak ada pilihan untuk melanjutkan perjalanan dengan kereta api.

Komunikasi telegraf dengan daerah pedalaman dan Pantai Timur Sumatera telah terputus. Pada jarak yang jauh, kabel-kabel telegraf tergeletak di tanah dan tiang-tiang besi telah hancur oleh pohon-pohon yang tumbang. Jalan pos utama Kandang-Ampat juga dalam kondisi yang memprihatinkan.

Di dekat Air Mancur, sungai telah menciptakan jalur baru, sehingga hanya sedikit yang tersisa dari jalur ini. Orang-orang pun hampir tidak bisa melewatinya dengan berjalan kaki. Puluhan pohon tumbang berada di seberang jalan, sementara massa tanah yang besar menghalangi jalan.

Bila pun ada yang tetap nekat berjalan kaki, mereka harus menempuh medan berat dan melewati 10 pos menuju ke Padang. Kepala teknisi SSS yang pergi ke Padang-Panjang telah mengetahui adanya bencana. Ia memperkirakan kerusakan akibat banjir itu, kembali diperkirakan sama dengan tahun 1892, yakni 500.000 gulden.

Komunikasi telegraf akan dipulihkan secepatnya, untuk menghubungi pemerintah di Batavia. Di tengah keputus asaannya, pemerintah kembali mengerahkan buruh untuk memperbaiki bagian Kandang Ampat sampai ke Air Putih, sehingga kereta api dari Padang Panjang dapat melewati jembatan Tambang Tulang, serta membawa penumpang dan barang-barang ke Padang Panjang.

Pengangkutan barang dilakukan, dengan jasa kuli-kuli di sepanjang jalan pos utama. Sementara pengangkutan surat dan paket akan dilakukan oleh buruh paksa yang dipimpin oleh dua orang veldpolitie. Pengangkutan batu bara ke Emmahaven telah ditangguhkan. Sekitar 11.000 ton batubara Ombilin masih tersimpan di Emmahaven, harus segera diekspor keluar negeri. Tersumbatnya lalu lintas kereta api segera dicabut, bila rehabilitasi jalur kereta api dipulihkan (de Locomotief, 18 Januari 1904).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Waspada, Penyakit Diare Ancam Warga Terdampak Bencana Sumbar

Penanganan banjir bandang akibat lahar dingin Gunung Marapi harus dilakukan dengan baik.

SELENGKAPNYA

Pemerintah Akui Lengah Soal Bencana Sumbar

Muhadjir berjanji mencari solusi permanen terkait bencana tersebut agar bencana tak berulang.

SELENGKAPNYA

Korban Jiwa Banjir Lahar Dingin dan Longsor Sumbar Bertambah

BNPB menyalurkan dana siap pakai sebesar Rp 3,2 miliar.

SELENGKAPNYA

Banjir Lahar Dingin Sumbar Renggut Puluhan Korban Jiwa

Warga diimbau melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang lebih aman.

SELENGKAPNYA