Dunia Islam
Riwayat Masjid Tertua di China
Masjid Huaisheng konon dibangun oleh seorang sahabat Nabi yang berdakwah di China.
Seperti diungkapkan banyak pakar, ungkapan "tuntutlah ilmu hingga ke Negeri China" bukanlah sebuah hadis dari Nabi Muhammad SAW. Itu semata-mata kata-kata mutiara atau penyemangat, terutama untuk kalangan pembelajar.
Bagaimanapun, peran bangsa China dalam membesarkan peradaban Islam tak mungkin terabaikan. Untuk menyebut satu contoh saja, peran mereka dalam penemuan kertas. Dengan meniru cara orang-orang Tiongkok, para khalifah Islam sejak era Bani Abbasiyah menggiatkan industri pembuatan kertas. Alas tulis yang bersifat awet dan praktis itu memudahkan kaum cendekiawan untuk berkarya dan, pada akhirnya, melesatkan kemajuan Muslim di berbagai penjuru bumi.
Di China sendiri, syiar agama tauhid sudah berlangsung, setidaknya sejak zaman sahabat atau tabiin. Salah satu "saksi bisu" perkembangan awal dakwah Islam di Negeri Tiongkok adalah Masjid Agung Guangzhou, atau yang dikenal sebagai Masjid Huaisheng.
Dalam artikelnya yang berjudul "Jewel of Chinese Muslim's Heritage" (2005), Mohammed Khamouch menuturkan keistimewaan kompleks masjid yang diyakini berusia lebih dari 1.300 tahun itu. Masjid tertua di seluruh China ini berada di Guangzhou, Provinsi Guangdong, Republik Rakyat China (RRC).
Menurut Khamouch, bangunan tempat ibadah kaum Muslimin ini merupakan sebuah bukti penyebaran Islam paling awal di luar Jazirah Arab. Selain Huaisheng, masjid tersebut juga dinamakan Masjid Guangta. Artinya, 'masjid menara suar.'
Sebab, di bagian selatan kompleks tempat peribadahan ini ada sebuah menara setinggi 36 meter. Bangunan tinggi itu bahkan disebut-sebut eksis lebih dahulu daripada bangunan utama masjid.
Pada zaman dahulu, menara abu-abu yang berbentuk silinder ini berfungsi tidak hanya sebagai tempat mengumandangkan azan. Fungsinya pun sebagai menara penerang atau semacam mercusuar kecil yang menuntun perahu-perahu pelintas Sungai Zhu Jiang (harfiah: Sungai mutiara). Sungai itu bermuara di Laut Cina Selatan, tepatnya di pelabuhan dagang sekitar Hong Kong.
Dari segi arsitektur, Masjid Huaisheng menunjukkan keunikan karena mengalami perpaduan gaya arsitektur antara China tradisional dan Islam. Satu hal yang membedakannya adalah seluruh bangunan ini bebas dari ornamen-ornamen yang menggambarkan makhluk bernyawa.
Di dalam kompleks ini, ada enam bangunan utama. Di antaranya, menara kuni (guangta), pelataran imam, ruang koleksi mushaf-mushad klasik, koridor, paviliun tugu peringatan. Kaligrafi yang memadukan gaya Arab-Cina terpampang indah di muka ruang shalat. Tulisan besar Laa ilaaha illa Allah tergurat begitu indahnya.
Seperti bangunan China tradisional pada umumnya, bagian gerbang masjid ini berbentuk lengkung. Pada gerbang utama yang terletak di selatan, terpasang atap dua tingkat yang ujung-ujungnya berbentuk melengkung. Bagian itu dibangun pada abad ke-17 M dan jelas bercorak khas arsitektur Tiongkok.
Di sanalah terletak Paviliun Rembulan yang mengantar pengunjung melewati halaman yang asri menuju ruang utama masjid. Tembok yang melingkari kompleks ini terdapat kajang berwarna hijau di atasnya.
Ketika pengunjung memasuki halaman, ada gerbang lain dengan lempengan merah yang bertuliskan empat aksara Cina yang terjemahannya, "Agama (Islam) yang berakar dari ajaran sejati dibawa dari Kawasan Barat."
Memasuki halaman melalui gerbang lengkung Paviliun Rembulan, pengunjung mulai merasakan aura ketenangan, keindahan spasial, dan atmosfer yang sunyi. Terasa begitu kontras dengan hiruk-pikuk di luar. Harum bunga juga terpancar dari kebun yang ada di sekitar masjid. Untuk mencapai kompleks masjid ini, pengunjung dapat berjalan kaki dari stasiun kereta bawah tanah Ximenkou, Guangzhou.
Masjid Huaisheng mengalami beberapa kali renovasi. Pada 1350, kompleks tempat ibadah ini diperbaiki, tepatnya era Dinasti Yuan, di bawah kekuasaan Raja Zhizhen. Perbaikan selanjutnya terjadi pada masa Dinasti Qing (1644-1911) di bawah kekuasaan Raja Kangzi.
Pada 1695, sebagian bangunan masjid ini sempat mengalami kebakaran, tetapi sempat dipulihkan. Pada 1935, atau sekitar satu dasawarsa setelah dimulainya modernisasi Kota Guangzhou, ruang shalat masjid ini direnovasi total dengan fondasi beton bertulang. Secara keseluruhan, kompleks masjid ini dapat menampung hingga seribu orang jamaah. Luasnya mencakup 2.966 meter persegi.
Sarat nilai sejarah
Histori Masjid Huaisheng tidak lepas dari hubungan dagang Arab dan Cina sejak sebelum datangnya Islam. Kafilah dagang Arab biasanya berlayar dari Basrah, melewati Sri Lanka dan Selat Malaka, kemudian tiba di Guangzhou, kota yang mereka sebut sebagai Khanfu.
Ketika Islam datang, relasi dagang berangsur-angsur menjadi wahana penyebaran agama. Masyarakat Cina saat itu menyebut Islam sebagai Yisilan Jiao yang berarti 'agama murni.' Orang Cina menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai Buddha Ma-Hia-Wu.
Masyarakat lokal percaya, Masjid Agung Guangzhou didirikan oleh paman Nabi SAW, Sa'ad bin Abi Waqqas. Pada 616 Masehi, Sa'ad dan tiga orang sahabat berlayar ke Cina dari Abesinia (Etiopia) dengan dukungan Raja Abesinia. Selang beberapa lama, Sa'ad pulang ke Arab dan 21 tahun kemudian membawa salinan Alquran ke Guangzhou untuk mengajarkan Islam kepada penduduk setempat.
Dengan demikian, sejarah Masjid Agung Guangzhou dapat dilacak hingga pertengahan abad ketujuh Masehi. Tepatnya, ketika Dinasti Tang (618-907) berkuasa. Sa'ad bin Abi Waqas menyebarkan Islam di Guangzhou sekitar 18 tahun setelah wafatnya Nabi SAW atau ketika Jazirah Arab dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Menurut Khamouch, rombongan Sa'ad bin Abi Waqas yang dikirim Khalifah Utsman kemudian diterima dengan penuh kehormatan oleh penguasa Dinasti Tang saat itu, Raja Kao-tsung. Raja tersebut kemudian mengizinkan Sa'ad untuk mendirikan masjid yang kelak merupakan Masjid Agung Guangzhou.
Sa'ad berdakwah di Guangzhou hingga wafat pada usia 80 tahun. Konon, jenazah Sa'ad dikebumikan di Guangzhou. Tidak jauh dari kompleks Masjid Agung Guangzhou, memang ada makam yang diyakini berisi jasad beliau.
Namun, keterangan yang lebih kuat menyebutkan hal berbeda. Jenazah sang paman Nabi Muhammad SAW dimakamkan di kompleks kuburan para sahabat Nabi SAW, yakni Baqi di Madinah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Riyadh, dari Masa ke Masa
Pusat pemerintahan Kerajaan Arab Saudi itu telah menjadi kota penting sejak zaman Rasulullah SAW.
SELENGKAPNYALatar Lahirnya Angkatan Laut Pertama Milik Muslim
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, mulai muncul gagasan untuk membentuk angkatan laut.
SELENGKAPNYAIsrael Siap Jeda Kemanusiaan, Haniyeh Bahas Pertukaran Tahanan
Selain penghentian agresi, Haniyeh dan delegasinya disebut akan turut membahas tentang pengiriman bantuan kemanusiaan.
SELENGKAPNYA