Gaya Hidup
Ketika Julid Kini Menjadi Jihad
Mereka yang memilih diam atau netral, artinya merestui genosida.
Meskipun telah ada gencatan senjata antara Palestina dan Israel selama empat hari, ini tetap bukanlah saatnya untuk diam. Karena gencatan senjata seharusnya dilakukan selamanya.
Media sosial dan seluruh dunia pun harus tetap ‘berisik’, khususnya perempuan yang banyak menjadi Tentara Netizen Indonesia (TNI). “Trennya sudah ada Brigade Hasan bin Tsabit. Jadi beliau adalah sahabat Rasullulah yang mengalahkan tentara lawan dengan syair-syairnya. Dan ini yang dibawa oleh netizen-netizen Indonesia menjadi TNI, Tentara Netizen Indonesia,” ujar pegiat parenting dan kreator konten, Vendryana Larasari, dalam gelaran 'Women Speak Up For Palestine' di Jakarta, Sabtu (25/11/2023).
Sejalan dengan tema yang diusung, yakni ‘Your Silence is Killing’, seluruh masyarakat harus tetap meramaikan kabar tentang Palestina di media sosial. Jangan sampai trennya menurun. Begitu pula, untuk boikot produk-produk pendukung Israel, ini harus tetap dilakukan sampai ada keputusan agar Palestina merdeka.
View this post on Instagram
Vendryana menjelaskan, ada sebuah grup Telegram yang berisi ibu-ibu, yang selalu update tentang keadaan di Palestina. Dalam grup tersebut, kabar yang berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Ada pula arahan dalam memberikan komentar seputar Israel, agar jangan sekadar sumpah serapah, tetapi juga serang psikis tentara IDF. “Seneng banget ngeliat persatuan dari netizen-netizen Indonesia, mereka juga menyebutnya Julid Fi Sabilillah,” ujar Vendryana lagi.
Secara personal, ia berharap semua media di Indonesia jangan sampai berada di tengah. Media di Indonesia harus bisa ikut perjuangan masyarakat Indonesia dalam menyuarakan dukungan dengan lantang. Karena sangat jelas, ini bukanlah sekadar masalah agama dan politik.
“Saya harap teman-teman di media mau menyuarakan dengan lantang apa yang sedang TNI ini perjuangankan. Dari perspektif seorang ibu, anak saya masih kecil usia enam dan tiga tahun. Yang bisa kita lakukan adalah seeding ke anak-anak kita, harapannya dia tumbuh dengan dewasa membawa kecintaannya terhadap Palestina dan Muslim,” kata dia memaparkan.
Namun, jika merasa mental mulai tidak kuat menyaksikan kebiadaban genosida Israel, Vendryana menegaskan, tidak apa-apa untuk rehat. “Take a break kalau memang sudah tidak mampu menampungnya lagi dan cari support system yang bisa berjuang bersama di mana pun berada,” kata dia.
View this post on Instagram
Adara Relief International menggelar Women Speak Up For Palestine dengan tema ‘Your Silence is Killing’. Sejumlah aktivis perempuan yang peduli pada Palestina sejak lama pun hadir dalam helatan ini. Termasuk Direktur Utama Adara, Maryam Rachmayani, yang mengatakan juga bahwa gencatan senjata bukan berarti perang usai.
Ia mengajak semua pihak untuk menjaga konsistensi terhadap isu Palestina. “Acara ini termasuk yang kita inginkan agar orang tidak membicarakan Palestina di saat sedang dibombardir saja. Di saat tenang pun juga harus. Di Adara, semua kalangan turun, baik di universitas, untuk selalu menyuarakan Palestina,” ujar Maryam dalam kesempatan yang sama.
Sejak gempuran Israel pada 7 Oktober 2023, Adara telah mengirimkan 16 tahap bantuan kemanusiaan ke Palestina. Bantuan yang diberikan berupa makanan siap saji, tangki air bersih, sembako, bahan bakar solar, obat-obatan, kebutuhan bayi dan anak, perlengkapan sanitasi perempuan, serta uang.
Bantuan itu tersebar ke wilayah, seperti Deir Balah Gaza, Ar-Rimai, Kamp Pengungsian sekitar RS Al-Shifa, dan pengungsian Abdul Qadir Al Husaini Khan Yunis. Bantuan telah sampai ke lebih dari 50 ribu penerima manfaat, yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Adara juga sedang proses mengirimkan ambulans, panel surya pembangkit listrik, dan truk konvoi bantuan untuk Gaza.
Berdampak Besar
View this post on Instagram
Adara Relief International menggelar acara Women Speak Up For Palestine, dalam rangka memperingati Hari Solidaritas Internasional untuk Palestina yang jatuh pada 29 November. Acara ini mengajak semua orang terutama perempuan, untuk terus bersuara mendukung Palestina di media sosial.
Dihadiri berbagai tokoh perempuan dari berbagai kalangan, acara ini juga menegaskan bahwa mereka yang memilih diam atau netral, artinya merestui genosida. Direktur Utama Adara, Maryam Rachmayani, mengatakan media internasional banyak yang bungkam terkait Palestina sehingga suara semua Muslim penting meramaikan media sosial.
“Jangan pernah bosan apalagi berhenti hingga penjajahan itu berakhir. Diamnya kita, berarti merestui genosida yang sedang terjadi di Gaza,” ujar Maryam dalam kesempatan yang sama.
Ia mengatakan bahwa genosida Israel di Gaza terjadi karena dunia telah lama mengabaikan Palestina. Padahal, isu kemanusiaan di Palestina adalah tanggung jawab bersama, khususnya karena anak dan perempuan menjadi pihak paling rentan sekaligus sasaran utama penjajah Israel dalam setiap agresi.
“Bahkan, jika agresi telah berhenti sama sekali hari ini pun, dunia masih memiliki utang untuk Gaza dan Palestina. Agresi bukan hanya telah mengakibatkan banyak korban kematian. Tetapi juga meninggalkan banyak luka fisik ataupun psikis yang membutuhkan pemulihan dalam jangka panjang,” kata Maryam.
View this post on Instagram
Sementara pengacara dan praktisi hukum, Evi Risna Yanti, mengatakan ia biasanya hanya mengunggah satu atau dua unggahan, tetapi sejak kejadian 7 Oktober, ia bisa mengunggah sampai 20 unggahan. “Hanya untuk mengingatkan teman-teman, kenalan-kenalan saya, agar mereka membicarakan hal yang sama, agar Palestina tidak dibiarkan sendirian,” ujar Evi.
Mungkin banyak yang merasa satu suara tidak akan berguna. Padahal, jika itu disebar dimulai dari keluarga dan teman-teman, kemudian mereka ikut menyebarkan, akan tersebar luas. Dan media sosial terbukti memberikan dampak. Seperti tuduhan Israel bahwa RS Al Shifa menjadi markas Hamas yang ternyata justru itu buatan Israel sendiri, akhirnya terbongkar kebusukan itu berkat media sosial.
“Itu yang kemudian kami angkat kembali ke media. Ternyata bohong. Apa yang mereka lakukan pembohongan publik. Mereka menjadikan alasan menyerang bahwa di sana ada persembunyian Hamas. Maka itu kami angkat terus, untuk bisa menyadarkan semua masyarakat, terutama masyarakat dunia,” kata dia.
Women Speak Up For Palestine juga dihadiri oleh aktivis perempuan peduli Palestina dan Al Aqsa, baik secara langsung maupun daring (online), di antaranya Sekretaris Global Woman Coalition for Al Quds and Palestine (GWCQP), Dr Rabab Awadh, Ketua Kolisi Perempuan Indonesia Peduli Al Aqsa (KPIPA), Ustadzah Nurjanah Hulwani, dan aktivis Palestina Ustadzah Annisa Theresia Ebenna Ezeria.
Kemudian hadir juga Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Dr Syifa Fauzia; anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta, Fahira Idris; anggota Komisi X DPR RI, Hj Desy Ratnasari, lalu perwakilan tenaga medis Direktur Rumah Sakit Ridhoka Salma, Hj Roziana Ghani, dan dr Dewi Inong Irana. Serta perwakilan psikolog Prof Dr Rose Mini Agoes Salim. Lalu penulis Asma Nadia, influencer dan pegiat parenting, Vendryana Larasati, serta mewakili insan pers, hadir pula jurnalis Dazeninda Vrilla Vaditra.
Hanya untuk mengingatkan teman-teman, agar Palestina tidak dibiarkan sendirian.EVI RISNA YANTI, Pengacara dan praktisi hukum.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
PM Spanyol Bersumpah Akui Palestina Merdeka
Dewan kota Barcelona menyetujui deklarasi yang menangguhkan hubungan dengan Israel.
SELENGKAPNYAAksi 'Bersih-bersih' Hollywood pada Pendukung Palestina
Susan Sarandon adalah salah satu aktris yang terus mendesak gencatan senjata.
SELENGKAPNYASaat Perjuangan Palestina Menyatukan Pribumi Sedunia
Perjuangan Palestina mendapat simpati pribumi di AS, Australia, Kanada, dan Selandia Baru.
SELENGKAPNYATak Hanya Muslim yang Berdonasi ke Palestina
Donasi dari komunitas non-Muslim untuk Palestina merupakan bentuk sedekah.
SELENGKAPNYA