Inovasi
Pekerja Indonesia Paling Melek AI
Sebanyak 78 persen responden dari Indonesia percaya bahwa AI akan mengubah cara bekerja secara signifikan
Karyawan Indonesia mendapat skor tertinggi di kawasan Asia Tenggara dalam hal penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) di tempat kerja. Itu terungkap dalam penelitian konsumen global mengenai AI di tempat kerja yang digagas oleh LinkedIn.
LinkedIn yang merupakan platform media sosial yang berfokus pada bisnis dan ketenagakerjaan, berkolaborasi dengan Censuswide yang ditugaskan melangsungkan penelitian. Studi melibatkan 29 ribu pekerja berusia di atas 16 tahun secara global, antara 23 dan 30 Agustus 2023.
Dari jumlah itu, 6.624 responden berasal dari Asia Tenggara, yang perinciannya antara lain berasal dari Singapura (2.009 responden), Malaysia (1.513 responden), Filipina (1.527 responden), dan Indonesia (1.575 responden). Mereka ditanyai terkait penerapan AI di dunia kerja.
Dikutip dari laman Mashable SEA, Kamis (21/9/2023), sebanyak 78 persen responden dari Indonesia percaya bahwa AI akan mengubah cara bekerja secara signifikan. Itu senada dengan 76 persen karyawan di Filipina, 70 persen responden di Malaysia, serta sebanyak 50 persen responden dari Singapura.
Di seluruh pasar Asia Tenggara yang disurvei LinkedIn, sekitar satu dari dua profesional sudah menggunakan AI di tempat kerja, dengan persentase Indonesia (72 persen), Singapura (56 persen), Filipina (55 persen), dan Malaysia (51 persen).
LinkedIn mencatat, masyarakat Indonesia paling aktif memanfaatkan AI di tempat kerja. Ada 72 persen karyawan Indonesia yang mengungkapkan, perusahaan mereka telah memperkenalkan pedoman atau rencana pelatihan untuk mengintegrasikan AI ke pekerjaan sehari-hari. Disusul dengan Filipina (55 persen), Malaysia (48 persen), serta Singapura (46 persen).
Hanya 30 persen profesional dari Indonesia yang khawatir tidak akan mampu mengikuti perkembangan AI di tempat kerja. Sementara, jumlah responden yang khawatir di Singapura sebanyak 48 persen, Malaysia sebanyak 43 persen, dan Filipina sebanyak 41 persen.
Sekitar 66 persen profesional Indonesia menyatakan terbuka untuk menerima perubahan dan belajar tentang AI meskipun tidak tahu bagaimana memulainya. Begitu pula 69 persen responden Filipina, 63 persen responden Singapura, serta 63 persen responden Malaysia.
Dari Indonesia, ada 96 persen profesional yang tidak takut membicarakan bagaimana AI akan berdampak pada pekerjaan dan relasi dengan atasan. Di Filipina, jumlahnya sebanyak 84 persen, disusul Malaysia (80 persen) dan Singapura (77 persen).
Bahkan, ada 92 persen responden Indonesia yang berpendapat AI adalah rekan satu tim yang 'tidak terlihat', ketika membantu para profesional di tempat kerja dalam lima tahun. Persentase di negara lain, yaitu Filipina (85 persen), Malaysia (81 persen), dan Singapura (79 persen).
Menurut LinkedIn, hasil tersebut menunjukkan bahwa para profesional siap menerima kemungkinan adanya tenaga kerja campuran pada masa depan yang terdiri atas manusia dan AI. Tidak menutup kemungkinan manusia dan AI bekerja berdampingan satu sama lain.
Cara Kerja yang Berbeda
Pakar karier dan kepala editorial Asia Pasifik di LinkedIn, Pooja Chhabria, mengatakan potensi dari perkembangan AI. Hal itu dinilai membuka jalan bagi para profesional di Asia Tenggara untuk bekerja dengan cara yang sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya.
Chhabria mengatakan bahwa perkembangan AI, khususnya AI generatif, telah mengubah perspektif para profesional tentang cara bekerja pada masa depan. Meskipun meningkatkan kecepatan bisa menjadi suatu tantangan, para profesional di Asia Tenggara menyambut kemungkinan yang dapat ditawarkan oleh AI.
Pasalnya, itu dianggap mempermudah pekerjaan sekaligus mendukung kemajuan karier. "Di LinkedIn, kami melihat peningkatan signifikan dalam percakapan dan anggota yang menambahkan keterampilan AI ke profil mereka. Pada saat yang sama, para profesional menyadari pentingnya soft skill dalam menavigasi teknologi baru ini dan perubahan yang ditimbulkannya," kata Chhabria.
Pada studi yang sama, para profesional di Indonesia juga mendapat nilai tertinggi (55 persen) dalam hal mempelajari keterampilan baru karena AI membantu menghemat waktu mereka di tempat kerja. Filipina berada di urutan kedua dengan 51 persen, diikuti oleh Malaysia (50 persen) dan Singapura (44 persen).
Sejumlah 56 persen responden dari Indonesia mengincar pekerjaan kreatif dan strategis, diikuti oleh Malaysia (48 persen), Filipina (42 persen), dan Singapura (40 persen). Menarik juga mendapati satu dari dua orang Indonesia dan Filipina percaya bahwa AI akan menciptakan kesetaraan bagi semua orang, apa pun kualifikasi pendidikannya.
Indonesia juga memimpin dalam hal penguatan jaringan profesional, yakni sebesar 45 persen, diikuti oleh Filipina (40 persen), Malaysia (40 persen), dan Singapura (35 persen). Penting untuk dicatat bahwa temuan ini belum konklusif.
Sebab, para profesional Asia Tenggara yang disurvei hanya berasal dari empat negara. Meskipun demikian, studi ini dianggap sebagai indikator yang cukup baik mengenai pendapat karyawan terkait AI dan fungsinya di tempat kerja.
Banyak responden Indonesia yang berpendapat AI adalah rekan satu tim yang 'tidak terlihat'.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
NU Haramkan Umat Islam Minta Fatwa kepada AI
Banyak santri yang bertanya mengenai hal-hal yang berkenaan dengan agama kepada ChatGPT.
SELENGKAPNYAOptimalkan Kecerdasan Anak Berkebutuhan Khusus dari Anggota Mensa
Dukungan dan peran serta orang tua dalam memaksimalkan potensi diri anak sangatlah penting.
SELENGKAPNYAProduktivitas Melejit Berkat ChatGPT, Mungkinkah?
Hasil yang didapat dari AI juga perlu dicek kebenarannya.
SELENGKAPNYA