Menteri Keuangan Sri Mulyani mengangkat jempol karena usulan mengenakan biaya cukai plastik disetujui DPR | Aditya Putra/Antara

Ekonomi

Cukai Plastik Memperhatikan Keberlangsungan Industri

penerapan cukai kantong plastik lebih memperhitungkan keberlangsungan industri dibandingkan penerapan pengenaan tambahan tarif yang sudah ada.

 

JAKARTA -- Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) memastikan skema cukai yang diterapkan terhadap produk plastik, termasuk kantong plastik sekali pakai, akan memperhitungkan keberlangsungan industri. Ini menjadi amanah dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto menuturkan, keberlangsungan tersebut diperhatikan melalui penerapan skema dan pungutan tarif yang seragam. Pertanggungjawaban penerimaan dan penggunaannya pun terjamin karena melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Jadi, cukai dihadirkan untuk memberi kepastian," katanya ketika dihubungi Republika, Ahad (23/2).

Menurut Nirwala, penerapan cukai kantong plastik justru lebih memperhitungkan keberlangsungan industri dibandingkan penerapan pengenaan tambahan tarif yang sudah ada. Saat ini, beberapa daerah diketahui mengeluarkan peraturan daerah untuk melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Di sisi lain, sejumlah ritel modern juga sudah mengenakan tarif ke konsumen.

Nirwala mengatakan, dua kebijakan tersebut sudah mulai memikirkan dampak terhadap lingkungan hidup. Namun, ia mempertanyakan persoalan dampaknya terhadap keberlangsungan industri. "Apakah sudah mempertimbangkan dari sisi industri?" katanya.

Kebijakan kantong plastik berbayar juga harus memastikan pertanggungjawaban hasil pungutan dan penggunaannya. Belum lagi masalah keseragaman dan penegakan hukum.

Cukai dihadirkan untuk mengatasi masalah tersebut. Terlebih, tarif yang diajukan pemerintah tidak berbeda jauh dengan kebijakan kantong plastik berbayar. Kebijakan saat ini menerapkan pungutan Rp 200 hingga Rp 500 per plastik, sementara pemerintah mengajukan cukai Rp 200 per plastik atau Rp 30 ribu per kilogram. "Tarifnya pun diusulkan sama dengan yang berlaku saat ini agar tidak terjadi shock di masyarakat," ucapnya.

Namun, peraturan daerah yang sudah bergulir ini tidak akan dihapus begitu saja setelah ketentuan cukai kantong plastik berlaku. Menurut Nirwala, Kemenkeu akan melakukan harmonisasi bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM.

Skema cukai pun tidak terlepas dari pembahasan earmarking anggaran. Artinya, anggaran dari hasil pungutan kantong plastik akan digunakan untuk memperbaiki eksternalitas negatif dari kantong plastik itu sendiri, misalnya mendorong industri daur ulang. "Dalam UU Nomor 39, tarif cukai harus memperhitungkan keberlangsungan industri. Kita pastikan ini," ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menilai rencana pemerintah bersama DPR untuk mengenakan cukai terhadap produk plastik akan menurunkan daya saing industri dalam negeri.

Menurut Fajar, industri akan sulit berekspansi dan bisa berujung pada penutupan sejumlah industri. Fajar mengatakan, cukai produk plastik sama saja dengan memberikan tambahan biaya untuk berbagai industri. Dia menyebut plastik digunakan untuk berbagai sektor industri lain, seperti makanan, minuman, kosmetik, hingga otomotif. "Industri dalam negeri justru semakin kacau. Apakah ini sudah dipertimbangkan?" ujarnya, pekan lalu.

Efek berikutnya, Fajar menambahkan, industri akan menekan komponen biaya produksi lain untuk mempertahankan margin. Tidak tertutup kemungkinan industri justru akan memangkas jumlah pekerja. Hasilnya, tingkat penggangguran terbuka meningkat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat