Medika
Polusi, Tersangka Utama Penyebab Peningkatan Demensia
Efek polusi udara lebih kuat terhadap kondisi demensia daripada yang lain.
Efek dari polusi udara tak bisa dianggap sepele. Menurut penelitian terbaru, kualitas udara yang buruk dari kebakaran hutan dan polusi dari limbah pertanian dikaitkan dengan risiko seseorang terkena penyakit alzheimer dan jenis demensia lainnya pada kemudian hari.
Berdasarkan temuan yang diterbitkan di jurnal JAMA Network Open tersebut, sebanyak 188 ribu kasus demensia di Amerika Serikat (AS) setiap tahun disinyalir disebabkan oleh polusi udara. Studi juga menggarisbawahi berbagai risiko kesehatan lain yang disebabkan polusi udara.
Penelitian sebelumnya juga telah mengaitkan kualitas udara yang buruk secara keseluruhan dengan sejumlah masalah kesehatan, termasuk risiko pengembangan demensia. Sementara, studi baru menawarkan pandangan yang lebih spesifik, bahwa efek polusi udara lebih kuat terhadap kondisi demensia daripada yang lain.
Dikutip dari laman CBS News, Rabu (16/8/2023), temuan baru itu didasarkan pada analisis data yang dikumpulkan dari survei selama puluhan tahun, didukung oleh National Institutes of Health. Tinjauan ini dilakukan untuk menindaklanjuti kondisi kesehatan ribuan orang dewasa yang lebih tua di seluruh AS.
Para peneliti kemudian menggabungkan data tersebut dengan pemodelan kualitas udara terperinci, memperkirakan apa yang mungkin telah terpapar pada orang yang berbeda di area spesifik tempat mereka tinggal.
Mereka berfokus pada apa yang oleh para ilmuwan disebut polusi udara PM 2.5, tolok ukur untuk partikel yang sangat kecil, dengan ukuran kurang dari 2,5 mikrometer. Jenis partikel ini dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk knalpot kendaraan dan asap pembakaran.
Paparannya dikaitkan dengan beragam efek kesehatan, mulai dari batuk, sesak napas, asma, hingga peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung. "Komunitas lingkungan telah bekerja sangat keras selama 10 hingga 15 tahun terakhir untuk dapat memprediksi paparan ini," kata ketua asosiasi epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Michigan, Sara Adar.
Dia menjelaskan bahwa tinjauan demikian memang membutuhkan waktu lama, mengingat demensia tidak berkembang dalam waktu singkat. Eksposur polusi udara bisa saja baru terlihat dampaknya setelah bertahun-tahun kemudian, apalagi jika terpapar udara dengan kualitas buruk secara terus-menerus.
Di luar emisi langsung dari kebakaran hutan dan polusi pertanian, Adar mencatat bahwa analisis yang dia lakukan bersama tim dapat memperhitungkan jenis polusi udara lainnya yang juga dapat ditelusuri kembali ke sumber-sumber tersebut. Molekul beracun lainnya dapat menjadi sumber paparan buruk.
"Peternakan akan mengeluarkan banyak gas amonia, kemudian saat terkena udara dengan sinar matahari dan polutan lain di luar sana, mereka akan bereaksi membuat partikel dan partikel itulah yang kita lihat kemungkinan besar merupakan racun bagi otak," ujar Adar.
View this post on Instagram
Peneliti lain dalam studi, Boya Zhang, berharap temuan tersebut dapat mendorong intervensi yang lebih terarah untuk mengatasi risiko demensia akibat polusi udara. Pasalnya, ini berbeda dengan faktor risiko umum demensia lainnya, seperti hipertensi, strok, dan diabetes.
Menurut Zhang, paparan polusi udara dapat dimodifikasi pada tingkat populasi, menjadikannya target utama upaya pencegahan skala besar.
Risiko Cuaca Ekstrem
Penelitian menemukan efek fatal dari cuaca ekstrem seperti gelombang panas atau hawa dingin, jika berbarengan dengan polusi udara. Kondisi itu disinyalir dapat melipatgandakan risiko serangan jantung. Dampak negatifnya pada sistem kardiovaskular juga terungkap bisa sangat berbahaya bagi para perempuan dan kalangan lanjut usia.
Penelitian telah diterbitkan bulan lalu di jurnal Circulation. Dikutip dari laman Health, Selasa (15/8/2023), serangan jantung yang mematikan terdeteksi meningkat selama periode panas atau dingin yang ekstrem.
Dalam studi, para peneliti menganalisis 202.678 kematian akibat serangan jantung di Provinsi Jiangsu, Cina, antara 2015 hingga 2020. Mereka memeriksa pola cuaca dan tingkat polusi pada hari-hari sekitar kematian. Tim periset menemukan risiko serangan jantung fatal dua kali lebih tinggi dari biasanya ketika suhu berkisar antara 28 hingga 36 derajat Celsius selama empat hari.
Risiko juga meninggi ketika polusi partikel halus diukur di atas 37,5 mikrogram per meter kubik. Jumlah ini melebihi pedoman kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Rekomendasi WHO, orang-orang disarankan menghindari paparan lebih dari 15 mikrogram per meter kubik lebih dari tiga hingga empat hari setahun.
Hasilnya, para peneliti menemukan peningkatan 18 persen risiko serangan jantung yang mematikan selama dua hari paparan gelombang panas. Peluang kematian akibat serangan jantung meningkat sebesar empat persen ketika cuaca dingin ekstrem, yakni selama musim dingin dua hari ketika suhu berkisar antara 0,5 hingga lima derajat Celsius.
Orang berusia 80 tahun ke atas memiliki risiko kematian tertinggi akibat serangan jantung selama gelombang panas, hawa dingin, atau hari dengan kualitas udara yang buruk. Kaum hawa bisa lebih terimbas daripada laki-laki selama panas ekstrem.
Peneliti belum mengetahui hubungan sebab-akibat yang pasti antara cuaca ekstrem, polusi, dan serangan jantung. Namun, mereka memiliki sejumlah teori. Misalnya, dehidrasi dapat memengaruhi risiko serangan jantung selama panas ekstrem.
Sementara, tekanan darah tinggi dan kontraksi pembuluh darah dapat meningkatkan risiko serangan jantung yang mematikan pada hari yang dingin. Kombinasi panas dan polusi dapat meningkatkan risiko serangan jantung karena orang mungkin bernapas lebih cepat dan lebih keras pada hari-hari yang terik. Pada akhirnya, menyebabkan mereka menghirup partikel mikroskopis yang lebih berbahaya daripada biasanya.
Penulis studi senior, Yuewei Liu, menyampaikan, masalah lingkungan lain di seluruh dunia adalah adanya partikel halus di udara. Itu dapat berinteraksi secara sinergis dengan suhu ekstrem yang berdampak buruk bagi kesehatan jantung.
Partikel halus berasal dari asap dari kebakaran dan emisi dari pembangkit listrik, mobil, truk, dan fasilitas industri, sangat berbahaya karena dapat mencapai bagian terdalam dari paru-paru atau bahkan aliran darah. Jenis polusi ini telah dikaitkan dengan penyakit jantung.
"Ini juga terkait dengan penyakit paru-paru kronis, kelahiran prematur, kanker, dan kondisi lainnya," kata Liu yang merupakan profesor epidemiologi di School of Public Health Sun Yat-sen University, Guangzhou, Cina.
Akan tetapi, penelitian ini dianggap memiliki keterbatasan. Pertama, studi tidak membuktikan cuaca ekstrem atau udara yang tercemar secara langsung menyebabkan kasus serangan jantung mematikan. Hasilnya juga mungkin hanya berlaku untuk beberapa wilayah, karena data yang ditinjau hanya di salah satu provinsi di Cina.
Bagaimanapun, studi ini tetap penting karena meningkatkan kewaspadaan atas paparan polusi dan cuaca ekstrem. Begitu juga pembahasannya bahwa fluktuasi iklim dan polusi udara mungkin berkontribusi pada peningkatan risiko kematian.
Agar tetap aman selama periode cuaca ekstrem atau ketika kualitas udara memburuk, disarankan untuk sebisa mungkin tidak beraktivitas di luar ruangan. Gunakan pembersih udara, penuhi kecukupan cairan agar tubuh tetap terhidrasi, dan pakai masker.
Masalah lingkungan lain di seluruh dunia adalah adanya partikel halus di udara.YUEWEI LIU, Penulis studi senior.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Potret Polusi Jakarta
Beberapa sumber polusi udara juga berasal dari kawasan industri dan pembangkit listrik yang ada di sekitar ibu kota.
SELENGKAPNYA