Kisah
Kekuatan Doa Seorang Wali
Wali Allah ini memanjatkan doa, yang lalu dikabulkan oleh Allah. Pertolongan datang melalui perantaraan malaikat.
Di tiap masa dan generasi, pastilah terdapat para wali Allah SWT. Mereka mendapat berbagai keistimewaan dan posisi yang mulia di sisi-Nya. Prestasi ini diraih, antara lain, berkat proses penempaan spiritual dan pendekatan (taqarrub) yang intensif dan kontinu dalam menggapai ridha Allah.
Manfaat yang paling nyata dari kedudukan terhormat di hadapan Tuhan tersebut, yakni para wali tidak memiliki rasa khawatir dan gelisah menghadapi persoalan apa pun. Ini tak lain karena seperti yang disebutkan sebuah hadis qudsi, tiap penglihatan, pendengaran, dan doa para hamba yang telah memiliki kedekatan dengan Sang Khaliq, tak pernah jauh dari “sentuhan-sentuhan”-Nya.
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS Yunus [10]: 62-63).
Para wali Allah tersebut ada pula yang berasal dari generasi sahabat, salah satunya ialah Abu Mu’allaq. Tidak dijelaskan secara pasti nama lengkap sahabat Rasulullah SAW tersebut. Sejumlah buku sejarah tidak menyebutkan secara pasti identitas asli tokoh yang dikenal sebagai saudagar sukses itu. Ia cukup dikenal dengan panggilan gelar (kunyah) saja.
Cerita yang banyak beredar dan diriwayatkan secara turun-menurun, Abu Mu’allaq, merupakan pedagang sukses. Ia menjalankan perniagaan, baik dari permodalan sendiri ataupun menjalankan investasi orang lain. Bisnis yang ia jalankan telah merambah ke berbagai daerah.
Sering kali ia mesti melangsungkan perjalanan jauh, ribuan kilometer, dan menaklukkan keganasan padang pasir untuk berdagang di wilayah tertentu. Meski demikian, kesibukan berniaga sang sahabat tidak lantas membuatnya lalai akan perintah agama. Justru, gemerlap duniawi mampu ia redam dengan gelora ketaatan dan ketakwaan. Abu Mu’allaq terkenal ahli ibadah dan berhati-hati dalam urusan dunia dan agama (wara’).
Suatu ketika, di tengah-tengah perjalanan bisnisnya, Abu Mu’allaq melewati gurun di tengah malam nan gelap. Ia tidak ditemani siapa pun, seorang diri. Kali ini sekaligus ia tidak bersenjata. Tiba-tiba datanglah seorang penyamun yang mempersenjatai diri dengan sebilah pedang, lalu menghadang sang sahabat.
Sang perampok lantas menghunuskan pedangnya di leher Abu Mu’alaq. “Serahkan hartamu. Jika tidak, aku akan menebas lehermu,” kata perampok dengan nada tinggi dan menggertak. “Ambil saja hartaku dan biarkan aku pergi,” jawab Abu Mu’allaq. Si penyamun berkata, “Tidak bisa, harta akan aku ambil, tetapi aku akan tetap membunuhmu.”
Kondisi genting yang dihadapi Abu Mu’allaq tak membuatnya takut dan gentar. Ia tidak membalas ancaman fisik itu dengan kekerasaan, tetapi sebaliknya ia malah mengajukan permohonan kepada si perampok agar diizinkan shalat empat rakaat sebelum si perampok mengeksekusinya. “Izinkan saya shalat terlebih dahulu sebelum Anda membunuh saya,” pinta Abu Mu’allaq. Permintaannya pun dikabulkan.
Kemudian, Abu Mu’allaq berwudhu dan shalat empat rakaat. Di pengujung shalatnya, detik-detik akhir sujudnya, ia berdoa agar Allah melindungi keselamatan jiwanya dari si perampok. Tak selang berapa lama, datanglah pengendara kuda dengan tombak yang diletakkan lurus sejajar tepat di antara kedua telinga kuda yang ia kendarai.
Sadar akan kehadiran pengendara misterius itu, si perampok bersiap diri, tetapi apa boleh buat. Si pengendara kuda itu lebih lincah dan lihai. Perampok pun akhirnya terbunuh. Usai duel maut, pengendara itu mendekati Abu Mu’allaq. Dengan rasa penasaran dan penuh keheranan, ia bertanya kepada pengendara misterius, siapakah gerangan dirinya.
Pengendara misterius menjawab, “Berdirilah. Aku adalah malaikat dari langit keempat.
Aku mendengar suara bisikan di pintu-pintu langit pascadoa pertama yang engkau panjatkan. Setelah doa keduamu, aku mendengar keributan di antara penghuni langit. Pada pamungkas doamu, aku menerima kabar bahwa itu adalah doa dari hamba yang meminta pertolongan. Lantas aku pun meminta Allah agar mengeksekusi si perampok.”
Redaksi doa
Seperti apakah redaksi doa yang dipanjatkan oleh Abu Mu’allaq? Berikut ini teksnya.
“Ya wadud ya wadud, ya dzal’arsyi al-majid, ya fa’alu lima turidu, as’aluka bi’izzikal ladzi la yuram, wa bimulkikaladzi la yudhamu, wa binurikal ladzi mala’a arkana ‘arsyika an takfiyani syarra hadza al-lissha, ya mughits aghitsni."
"Wahai Zat Maha Pengasih wahai Maha Pengasih, Wahai Pemilik ‘Arsy yang terhormat, wahai Pelaksana segala apa yang Engkau kehendaki, aku meminta kepadamu dengan kemuliaan-Mu yang tak terkurangi, lewat singgasanumu yang tak terbinasakan, dan atas cahaya-Mu yang menyinari sendi-sendi singgasana-Mu, hendaknya engkau jauhkan keburukan pencuri ini. Wahai Penolong, tolonglah hamba-Mu.”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Babak Baru Digitalisasi UMKM
Setiap wilayah di Indonesia, memiliki tantangan adopsi pembayayaran digital yang berbeda pula.
SELENGKAPNYAJempol, Medsos, dan Karier yang Terhambat
Medsos checking saat ini, memang kerap menjadi salah satu tahapan seleksi untuk rekrutmen pekerjaan.
SELENGKAPNYASurat Diplomatik: Era Nabi Hingga Kekhalifahan
Praktik diplomasi via surat menyurat telah menjadi bagian dari sejarah Islam sejak era Nabi Muhammad SAW.
SELENGKAPNYA