Berbuka puasa bersama di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Ahad (3/4/2022). Foto: Ilustrasi | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Mengapa Istana Melarang Buka Puasa Bersama?

Larangan buka puasa bersama jajaran pemerintahan sebagai bentuk kehati-hatian.

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh pejabat dan pegawai pemerintah agar tidak menyelenggarakan kegiatan buka puasa bersama selama bulan suci Ramadhan. Arahan Jokowi ini disampaikan dalam Surat Sekretariat Kabinet Nomor R-38/Seskab/DKK/03/2023 terkait penyelenggaraan buka puasa bersama.

Surat yang beredar ini pun telah dikonfirmasi oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung. “Iya benar,” kata Pramono saat dikonfirmasi, Kamis (23/3).

Surat ini ditujukan kepada menteri Kabinet Indonesia Maju, jaksa agung, panglima TNI, kapolri, kepala Badan/Lembaga pada 21 Maret 2023. “Bersama ini dengan hormat kami sampaikan arahan Presiden pada tanggal 21 Maret 2023,” bunyi surat tersebut.

photo
Sejumlah umat Islam membaca Alquran sambil menunggu waktu berbuka puasa di depan Masjid Raya Jakarta Islamic Center, Jakarta, Senin (18/4/2022). - (Republika/Putra M. Akbar)

Dalam surat tersebut, Presiden memberikan tiga arahannya. Pertama, penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian. Kedua, sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan kegiatan Buka Puasa Bersama pada bulan suci Ramadan 1444H agar ditiadakan.

Ketiga, menteri Dalam Negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut di atas kepada para gubernur, bupati, dan wali kota. “Demikian disampaikan agar saudara mematuhi arahan Presiden dimaksud dan meneruskan kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing,” dikutip dari surat tersebut.

Juru bicara penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan, larangan kegiatan buka puasa bersama jajaran pemerintahan sebagai bentuk prinsip kehati-hatian. Hal itu tetap diperlukan meskipun saat ini kasus Covid-19 telah melandai dan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) telah ditiadakan.

“Dengan pencabutan PPKM dan landainya kasus harian Covid-19, prinsip kehati-hatian tetap menjadi pertimbangan agar transisi ke endemi dapat berjalan aman dan lancar serta aktivitas ekonomi dapat terjaga tinggi,” kata Wiku.

photo
Puluhan warga menyantap secara bersama-sama takjil gulai kambing ketika berbuka puasa di Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, Kamis (11/7). - (ANTARA)

Wiku mengatakan, pemerintah berupaya meminimalkan terjadinya penularan Covid-19 saat bulan Ramadhan. Apalagi, saat Ramadhan, aktivitas buka puasa bersama berpeluang menjadi tempat penularan virus karena sarana berkumpul masyarakat dan tidak menggunakan masker saat makan. “Tetap berpotensi menular, terutama pada orang yang imunitasnya tidak tinggi,” ujarnya.

Karena itu, Wiku mengimbau seluruh pihak untuk tetap mengedepankan kehati-hatian, khususnya masyarakat umum yang tetap melakukan buka puasa bersama. Ia mengingatkan, masyarakat tetap perlu menjaga kesehatan dan imunitas tubuhnya dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari pada bulan Ramadhan.

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, larangan buka bersama bagi pejabat negara dan aparatur sipil negara (ASN) perlu dimaknai secara positif. Pasalnya, alasan yang disampaikan di dalam surat tersebut adalah saat ini Indonesia masih dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.

photo
Puasa pertama anak TK berpuasa - (republika/ yogi ardhi)

Artinya, masih terbuka kemungkinan adanya penyebaran Covid-19 di tempat-tempat ramai seperti itu. Ditambah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mencabut status pandemi. “Indonesia tentu harus ikut aturan WHO tersebut. Termasuk mewaspadai berbagai kemungkinan menyebarnya virus berbahaya tersebut. Kita juga masih mendengar adanya kasus-kasus baru. Pasien terpapar masih banyak yang dirawat. Ini menandakan, Indonesia masih perlu hati-hati dan waspada,” ujar dia.

Dalam konteks ini, larangan bukber bagi pejabat dan ASN bukan berarti mengurangi amalan dan aktivitas ibadah. Ada banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan. Di antaranya, melaksanakan pemberian santunan bagi masyarakat kurang mampu, melakukan tadarus, dan pengajian. Serta, aktivitas lain yang tidak menghasilkan keramaian dan kerumunan.

“Anggaran buat bukbernya dialihfungsikan saja. Bisa dibuat untuk membantu masyarakat kurang mampu. Kegiatan seperti ini nilainya pasti tidak kalah dengan bukber. Yang jelas, larangan bukber ini jangan disalahartikan. Bukan melarang kegiatan keagamaan. Toh, kegiatan tarawih, tadarus, qiyamul lail, dan kegiatan Ramadhan lainnya masih diperbolehkan,” ujar ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR itu.

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, larangan bagi pejabat instansi pemerintah yang ingin mengadakan buka puasa bersama, tidak arif dan tidak adil. “Karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama yang antara lain untuk meningkatkan silaturahim. Di mana itu justru nilai yang positif bagi peningkatan kerja dan kinerja ASN,” kata Din.

 
Janganlah ucap dan laku berbeda.
DIN SYAMSUDDIN
 

Menurut Din, larangan itu tidak adil karena nyata alasannya mengada-ada. Yaitu, masih adanya bahaya Covid-19. Jika itu alasannya, dia pun mengatakan bahwa Presiden Jokowi sendiri melanggar ucapannya dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan.

“Begitu juga bukankah Presiden terakhir ini sering berada di tengah kerumunan? Janganlah ucap dan laku berbeda,” kata Din.

Sejarah Panjang dan Khasiat Menyehatkan Sebutir Kurma

Umat Muslim tak disarankan untuk mengonsumsi kurma secara berlebih saat sahur atau berbuka puasa.

SELENGKAPNYA

Sekelumit Thrifting, Beli Baju Bekas yang Digemari Anak Muda

Pasar barang bekas semakin melejit saat memasuki era Depresi Hebat.

SELENGKAPNYA

Siapa Tersangka Baru Kasus Korupsi Stadion Mandala Krida?

KPK enggan membeberkan identitas tersangka baru.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya