
Kabar Utama
Ada Djoko Tjandra di Pembelaan Sambo
OLEH BAMBANG NOROYONO
Pengungkapan skandal korupsi mantan buronan Djoko Tjandra, pengusutan peredaran berton-ton narkoba, dan sejumlah kasus kakap lainnya menjadi semacam ‘alat tukar’ bagi terdakwa Ferdy Sambo untuk dijauhkan dari hukuman mati.
Mantan Kadiv Propam Polri itu Senin (13/2) akan menjalani sidang vonis terkait kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).
Sidang putusan akan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutan sebelumnya, Selasa (17/1) meminta majelis hakim menghukum pecatan Polri bintang dua itu, dengan pidana penjara seumur hidup.
Sambo, dalam tuntutan jaksa disebut terbukti menjadi aktor utama perencanaan pembunuhan Brigadir J di rumah pribadinya di lantai-3 Saguling III 29, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sore.
Jaksa juga membuktikan Sambo turut melakukan eksekusi pembunuhan Brigadir J di rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga 46, Jaksel. Serta melakukan perintangan penyidikan, atas kematian Brigadir J.
View this post on Instagram
Atas keyakinan tersebut, JPU menguatkan sangkaannya itu dengan Pasal 340 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, dan Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE, dan Pasal 48 ayat (1) UU ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan hukum pidana penjara seumur hidup,” begitu kata Rudi Irmawan saat membacakan tuntutan di PN Jaksel, Selasa (17/1).
Tuntutan pidana seumur hidup dari jaksa tersebut, dinilai sejumlah pihak tergolong lebih ringan. Karena mengacu pada ancaman hukuman atas terbuktinya perbuatan Pasal 340 KUH Pidana, terkait perampasan nyawa berencana, membuka peluang bagi majelis hakim untuk menjatuhkan pidana mati terhadap Sambo.
Apalagi, jaksa dalam pertimbangan penuntutannya tak menemukan adanya alasan pemaaf dan peringanan bagi Sambo terkait perbuatannya melakukan pembunuhan yang direncanakan terhadap Brigadir J itu. Hukuman mati terhadap Sambo itu pun dimintakan oleh banyak pihak.
Terutama dari Keluarga Brigadir J yang sempat meminta agar jaksa menuntut mati Sambo. “Yang kami sependapat itu adalah kesimpulan hukumnya. Tetapi bukan terkait tuntutannya yang seumur hidup. Seharusnya dituntut lebih maksimal (hukuman mati) atas perbuatan terdakwa yang menjadi aktor utama, dan pelaku utama dalam hilangnya nyawa korban (Brigadir J),” ujar Pengacara Keluarga Brigadir J Martin Lukas saat mengomentari tuntutan jaksa terhadap Sambo, Selasa (17/1) lalu.
Sambo pun dalam pembelaannya di hadapan hakim, Selasa (24/1/2023) lalu menyampaikan rasa penyesalan dan kesalahan atas perbuatannya itu. Sambo mengakui perbuatan dosanya itu karena atas rasa amarah dan sikap emosional.
Sambo masih meyakini, perbuatannya itu didasari atas kejadian pemerkosaan yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap isterinya Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7).
Namun begitu, Sambo mengaku siap dihukum. Tetapi dalam pledoinya meminta hakim agar tak menjatuhkan pidana berat terhadapnya. Tak menjatuhkan hukuman atas dasar kebencian. Pun meminta agar majelis hakim menghukumnya sesuai dengan fakta dan hati nurani sebagai wakil Tuhan.
Sambo mengatakan, agar majelis hakim tak menimbang beragam opini di masyarakat yang meminta hukuman untuk dirinya dengan pidana mati. Karena menurutnya, semestinya penjatuhan hukuman terhadap dirinya bukan karena atas rasa benci. Bukan pula karena atas dendam. Apalagi atas dasar titipan dari pihak-pihak tertentu.
"Bahwa saya, seolah-olah adalah penjahat terbesar sepanjang sejarah umat manusia,” begitu kata Sambo dalam pledoinya di PN Jaksel.
Kata dia, beragam penggambaran tentang dirinya layak untuk dipidana mati pun sudah terjadi sejak Agustus 2022. Bahkan dikatakan Sambo dalam pledoinya, vonis terhadap dirinya di publik sudah jatuh sebelum hakim memutuskan.
“Saya telah dituduh secara sadis melakukan penyiksaan terhadap Yoshua (Brigadir J). Begitu juga tudingan dan penghakiman terhadap saya sebagai bandar judi, bandar narkoba, melakukan perselingkuhan, sampai menikah siri dengan banyak perempuan, bahkan sampai saya dikatakan LGBT, memiliki bunker penuh uang, menempatkan uang ratusan triliun dalam rekening Yoshua. Yang kesemuanya itu adalah tidak benar,” kata Sambo.
Sambo pun merasa dirinya yang pantas untuk mendapatkan kompensasi hukuman ringan atas perannya selama 28 tahun mengabdikan di kepolisian. Kata Sambo dalam pledoi 10 halaman, sejumlah kasus besar ia ungkap untuk membuat Polri semakin kemilau.
Beberapa kasus besar yang dikatakan Sambo pernah ia tangani saat di kepolisian. Seperti pengungkapan kasus narkotika jaringan internasional. “Dengan penyitaan barang bukti 4 ton 212 kilogram sabu-sabu,” begitu kata Sambo.
Kasus pengungkapan kartel narkoba di Indonesia tersebut memang Sambo tangani ketika ia menjadi bagian, dan Kepala Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih di Mabes Polri.
Begitu juga klaim prestasinya dalam keberhasilan Polri menangkap dan membawa pulang buronan korupsi cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, dari Malaysia ke Indonesia. “Seperti pengungkapan kasus Djoko Tjandra. Pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang, dan banyak pengungkapan kasus-kasus besar lainnya,” begitu kata Sambo.
Terkait Djoko Tjandra, kasus tersebut mencuat pada Juli 2020. Buronan korupsi itu diseret pulang oleh Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Listyo Sigit Prabowo.
Saat itu Sambo masih menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri dengan pangkat bintang satu, Brigadir Jenderal (Brigjen). Jabatan yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan penanganan perkara korupsi.
Komjen Sigit selanjutya dipercaya menjadi Kapolri dengan pangkat jenderal bintang empat, menggantikan Jenderal Idham Aziz. Tetapi sebelum pindah tongkat Kapolri, pada November 2020, Sambo promosi kepangkatan menjadi Inspektur Jenderal (Irjen) sebagai Kadiv Propam Polri.
Jabatan baru sebagai Kadiv Propam itu yang membuat Sambo terlibat dalam irisan kasus Djoko Tjandra. Pun itu hanya di internal kepolisian. Karena dalam kasus Djoko Tjandra tersebut mengungkapkan, keterlibatan tiga perwira tinggi kepolisian dalam memberikan bantuan penghapusan red notice bagi buronan Djoko Tjandra.
Tiga perwira itu, yakni Irjen Napoleon Bonaparte, selaku Kadiv Hubinter Mabes Polri; Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kabiro PPNS Bareskrim Polri; dan Brigjen Slamet Nugroho Wibowo, selaku Sekretaris NCB Interpol Polri. Ketiga perwira itu masuk dewan etik, dan dicopot dari jabatan.
Sementara hanya Irjen Napoleon, dan Brigjen Prasetijo yang diseret ke pengadilan dan dihukum penjara lantaran penerimaan uang miliaran rupiah dari Djoko Tjandra. Tetapi sampai saat ini, pun meski telah sebagai terpidana kedua jenderal polisi tersebut tak dipecat dari kepolisian. Berbeda nasib dengan Ferdy Sambo yang menangani etik kedua perwira terlibat Djoko Tjandra itu.
Sambo sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, sudah dipecat dari Polri melalui sidang etik dengan keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Dalam kasus Djoko Tjandra itu, pun dalam pengungkapan kasusnya melibatkan sejumlah jaksa.
Beberapa jaksa yang sempat dituding terlibat berkomunikasi dengan Djoko Tjandra dicopot dari jabatan. Hanya satu jaksa, yakni Pinangki Sirna Malasari yang berujung pada pidana penjara.
Karena terbukti menerima uang puluhan miliar untuk pengurusan proses Peninjauan Kembali (PK) korupsi Djoko Tjandra terkait perkara cessie Bank Bali di Mahkamah Agung (MA).
Jaksa Pinangki sendiri sebelum jadi terdakwa berstatus sebagai kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.
Dalam kasus itu, Pinangki didakwa bersalah melakukan tiga tindak pidana dalam kasus korupsi pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra bisa pulang ke Tanah Air tanpa menjalani hukuman.
Pinangki didakwa menerima uang suap 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra. Pinangki juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan mantan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking. Mereka terbukti menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA untuk memuluskan fatwa.
Ia divonis penjara 10 tahun oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus itu pada Agustus 2020. Meski begitu, hukuman itu dikurangi secara signifikan menjadi empat tahun, sesuai tuntutan jaksa penuntut, pada sidang banding di Pengadilan Tinggi DKI pada Juli 2021.
Para jaksa penuntut umum yang tugasnya mengupayakan hukuman berat bagi terdakwa puas dengan utntutan itu dan enggan mengajukan kasasi. Dengan vonis ringan itu, Pinangki kembali dapat pemotongan masa tahanan dan dibebaskan pada September 2022.
Kembali ke kasus Sambo terkait pembunuhan berencana Brigadir J, majelis hakim juga akan membacakan vonis untuk terdakwa Putri Candrawathi, Senin (13/2/2023). Jaksa dalam tuntutan terhadap Putri meminta hakim menjatuhkan hukuman selama 8 tahun.
Tuntutan serupa 8 tahun juga masing-masing untuk terdakwa Kuat Maruf, dan Bripka Ricky Rizal (RR). Sidang vonis untuk terdakwa Kuat dan Ricky, dijadwalkan Selasa (14/2/2023). Sedangkan satu terdakwa lagi, yakni Bharada Richard Eliezer (RE) jaksa menuntut 12 tahun penjara. Sidang vonis untuk terdakwa Richard, baru akan dibacakan pada Rabu (15/2/2023) mendatang.
Penyelewengan Migor Rakyat Marak di Berbagai Daerah
Kemasan Minyakita dibuka dan dijual sebagai minyak curah.
SELENGKAPNYABPIH Diputus Besok, Begini Suara Hati Calon Jamaah Haji
Murlan seharusnya masuk ke dalam daftar jamaah yang berangkat 2020 lalu bersama istrinya.
SELENGKAPNYA