Dibalik Gempita Zakat ASN Daerah | Republika/Daan Yahya

Opini

Di Balik Gempita Zakat ASN Daerah

Solusi atas fenomena politisasi zakat hanyalah solusi struktural yaitu reformasi UU Pengelolaan Zakat.

YUSUF WIBISONO, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS)

 

Kasus dana zakat dari Baznas Jawa Tengah yang digunakan oleh Gubernur Jawa Tengah untuk memberi bantuan ke kader partainya sendiri dalam rangkaian acara ulang tahun partai tersebut, memicu kontroversi (Koran Tempo, 3 Januari 2023). Belum lama berselang, gubernur Jawa Tengah tercatat mendapatkan penghargaan pada 2022 dari Baznas RI sebagai gubernur pendukung gerakan zakat Indonesia.

Pada waktu yang sama, Provinsi Jawa Tengah mendapat penghargaan sebagai provinsi dengan koordinasi pengelolaan zakat terbaik dan provinsi dengan inovasi pengumpulan zakat terbaik. Penghimpunan dana Baznas Jawa Tengah tercatat melonjak tinggi sejak 2019 seiring terbitnya surat edaran gubernur Jawa Tengah yang mengatur pemotongan zakat secara langsung dari gaji ASN di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Kasus politisasi dana zakat oleh gubernur Jawa Tengah di tengah gempita penghimpunan zakat terutama dari ASN daerah ini, sejatinya bukan kasus pertama dan diyakini bukan menjadi yang terakhir sepanjang tak ada perubahan dalam rezim pengelolaan zakat nasional.

 
Politisasi zakat oleh kepala daerah untuk kepentingan elektoral telah terjadi sejak lama.
 
 

Politisasi zakat oleh kepala daerah untuk kepentingan elektoral telah terjadi sejak lama dan hingga kini tidak pernah mendapat perhatian memadai, sehingga terus berulang.

Fenomena politisasi dana zakat oleh kepala daerah mulai terjadi sejak terbitnya UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat dan semakin marak pascaterbitnya UU No 23/2011 yang menggantikan UU No 38/1999. 

Secara umum, kehadiran UU No 38/1999 dan UU No 23/2011 membawa banyak dampak positif bagi dunia zakat nasional. Dampak terpenting adalah perlindungan dan pelayanan bagi warga negara dalam melaksanakan ibadah sesuai agamanya serta kepastian hukum bagi eksistensi organisasi pengelola zakat (OPZ) baik operator pemerintah (Baznas) maupun operator masyarakat sipil (LAZ).

Di waktu yang sama, UU No 38/1999 dan UU No 23/2011 juga mendorong meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat sebagai pranata keagamaan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Juga mendorong meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menunaikan zakat secara formal melalui OPZ. Namun, dalam desain UU No.38/1999, pendirian Baznas mengikuti struktur administrasi pemerintahan. Sehingga membuat Baznas berdiri di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota. Pendirian Baznas daerah yang melekat pada struktur pemerintah daerah menjadi amanat UU No 23/2011 di mana peran kepala daerah adalah sentral.

Secara umum, operasional Baznas daerah banyak bergantung pada fasilitas dan pembiayaan dari pemerintah daerah, dengan penghimpunan dana didominasi dari zakat ASN daerah dan calon jamaah haji yang dilakukan melalui unit pengumpul zakat (UPZ) yang melekat pada instansi pemerintah daerah (pemda) mulai dari SKPD, BUMD, kecamatan, kelurahan/desa, hingga masjid/mushala dan sekolah/madrasah.

Ketergantungan Baznas daerah kepada kepala daerah memuncak ketika pimpinan Baznas daerah dipilih dan diangkat kepala daerah serta mendapat gaji dari APBD atau hak amil dari dana terhimpun Baznas daerah.

Pasca UU No 38/1999, banyak daerah menerbitkan peraturan daerah (Perda) tentang Zakat dan semakin marak pasca UU No 23/2011. Meski perda-perda zakat ini sekadar mereplikasi UU No 38/1999 dan UU No 23/2011.

 
Perda-perda zakat ini menjadi instrumen efektif pemda untuk mengontrol pengelolaan zakat daerah.
 
 

Namun, perda-perda zakat ini menjadi instrumen efektif pemda untuk mengontrol pengelolaan zakat daerah, terutama dengan membuat pembayaran zakat ke Baznas daerah menjadi bersifat wajib.

Dengan diskresi yang luas, distribusi zakat Baznas daerah sering kali dimanipulasi untuk mengonsolidasi kekuatan politik kepala daerah. Perda zakat umumnya menjadi payung hukum untuk menarik zakat di daerah secara wajib, terutama bagi ASN daerah dengan cara memotong secara langsung gaji mereka.

Bila di tingkat nasional penerbitan regulasi yang mengatur pemotongan zakat bagi ASN dan TNI-Polri masih menjadi debat publik, di daerah hal ini telah diterapkan sejak lama.

Dengan demikian, motivasi dari antusiasme penerbitan perda zakat dapat ditelusuri dari motif politik: menguasai sumber daya ekonomi baru untuk menciptakan dan merawat basis pemilih dalam rangka memenangkan dan melanggengkan kekuasan kepala daerah.

Dana zakat yang dihimpun secara wajib dengan kekuatan kekuasaan, alokasinya berpotensi besar dipengaruhi kepentingan politik pragmatis jangka pendek. Banyak daerah sejak lama menerapkan pemotongan zakat dari gaji ASN daerah melalui instruksi kepala daerah. 

Andai bersifat sukarelapun, pembayaran zakat ASN daerah ke Baznas daerah sulit dihindari karena adanya sanksi sosial bagi yang menolak gajinya dipotong. Dengan pola terkini yang umum menggunakan payroll system, tidak ada ASN daerah yang bisa menghindari pemotongan zakat ini.

 
Dana zakat yang dihimpun melalui kekuatan politik lokal ini, rentan dipolitisasi penguasa daerah untuk merawat konstituen.
 
 

Berbagai studi mengindikasikan, dana zakat yang dihimpun melalui kekuatan politik lokal ini, rentan dipolitisasi penguasa daerah untuk merawat konstituen mereka, bahkan secara de facto berfungsi menjadi dana taktis kepala daerah (lihat antara lain Buehler, 2008).

Dengan akar masalah kelemahan kerangka regulasi dan institusional, maka solusi atas fenomena politisasi zakat yang terus hanyalah solusi struktural yaitu reformasi UU Pengelolaan Zakat. 

Pengumpulan zakat secara wajib dari ASN daerah tidak memiliki landasan hukum. Tidak ada pendelegasian wewenang bagi pemda untuk mengatur zakat dan menariknya secara wajib melalui perda, apalagi melalui peraturan kepala daerah.

Politisasi Dana Zakat

Tahun 2023 adalah tahun pertaruhan zakat: untuk kepentingan mustahik atau demi elektoral semata?

SELENGKAPNYA

Keadilan Ekonomi Zakat dan Bedah Rumah Ala Ganjar

Dengan zakat, kesejahteraan umat di berbagai lapisan masyarakat bisa terwujud.

SELENGKAPNYA

Zakat Outlook 2023

Ada baiknya lembaga-lembaga zakat mengatur ulang dan memperkuat strategi pengelolaan zakat.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya