
Konsultasi Syariah
Berwakaf Selama Enam Bulan dengan Syarat 2,5 Persen Return
Bagaimana hukum berwakaf selama 6 bulan dengan syarat 2,5 persen keuntungan untuk pewakaf?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum wr. wb.
Ustaz, bagaimana hukumnya berwakaf selama enam bulan dengan syarat 2,5 persen keuntungannya untuk pewakaf? -- Candra, Riau
Waalaikumussalam wr wb.
Penjelasan atas jawaban tersebut akan dijabarkan dalam poin-poin berikut. Pertama, saat si A bersedekah ke si B untuk membayar BPJS-nya yang tertunggak selama beberapa bulan, misalnya, maka Rp 10 juta itu menjadi hak penuh dhuafa.
Saat dhuafa menempatkannya dalam tabungan setelah tiga bulan ada Rp 300 ribu, maka Rp 10 juta dan Rp 300 ribu adalah miliknya. Sedangkan, saat yang didonasikan itu bukan sedekah, tetapi wakaf, maka yang Rp 10 juta tidak boleh dibayarkan untuk BPJS atau kebutuhan sejenis lainnya, tetapi harus menjadi aset menghasilkan dan sustain. Hasilnya yang akan didonasikan menjadi iuran BPJS, kebutuhan, dan lainnya.
Agar ia menghasilkan, maka dapat diinvestasikan atau dibelikan aset tertentu dan manfaatnya diperuntukkan bagi mustahik. Jadi, salah satu kata kunci dari sedekah adalah dapat dibagihabiskan, sedangkan wakaf itu tidak boleh dibagihabiskan.
Salah satu kata kunci dari sedekah adalah dapat dibagihabiskan, sedangkan wakaf itu tidak boleh dibagihabiskan.
Kedua, umumnya, berwakaf berarti menghibahkan aset yang diwakafkan untuk umat yang tidak berbatas waktu. Jika yang diwakafkan itu tanah, maka sejak ikrar, tanah tersebut milik umat dimanfaatkan untuk mustahik seperti rumah Alquran, parkiran, sumur, lembaga penelitian, dan lainnya. Semuanya lillah, tidak bersyarat, dan tidak berbatas waktu.
Namun, seiring perjalanan waktu, wakaf menjadi sarat akan dinamika, terutama berkaitan dengan lemahnya keinginan masyarakat untuk berwakaf, maka muncul pertanyaan tentang bolehkah seseorang berwakaf dengan menentukan waktunya, seperti enam bulan, satu tahun, atau lima tahun. Setelah lima tahun, aset akan dikembalikan kepada pewakaf dan bersyarat return. Jadi, karena wakaf berbentuk uang, maka diinvestasikan dan dengan perjanjian--selain modal--sebagian return-nya itu diperuntukkan bagi pewakaf.
Misalnya, si A berwakaf Rp 10 juta dalam bentuk sukuk diserahkan kepada nazir bank. Nazir bank menempatkannya di portofolio sukuk yang tenornya enam bulan dengan perjanjian 10 persen dari imbal hasil itu menjadi hak pewakaf.
Setelah dikelola dalam bentuk sukuk, itu menghasilkan imbal hasil Rp 15 juta. Maka, setelah enam bulan, yang Rp 10 juta dikembalikan sebagai modal dan 10 persen dari Rp 5 juta diberikan kepada pewakaf. Sisanya diberikan kepada mustahik.
Ketiga, wakaf dengan syarat berbatas waktu dan kompensasi return itu dibolehkan menurut nash, fikih, fatwa, juga regulasi di Indonesia. (a) Dari aspek nash, tuntunan berwakaf, baik hadis atau atsar itu bersifat umum dan tidak membatasi temporal atau tidak temporal.

Dalil-dalil yang menjelaskan legalitas wakaf itu bersifat umum, mencakup wakaf temporal dan tidak temporal. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah” (HR al-Nasa’i).
Begitu pula dengan amal sahabat (ad-Dakhirah 6/323), seperti wakaf Utsman (Shahih Bukhari nomor 2778) dan Abi Thalhah (Shahih Bukhari nomor 2769 dan Shahih Muslim nomor 998), serta konsensus para ulama (ijma') atas wakaf tersebut (ad-Dakhirah 6/323). Semuanya bersifat umum.
(b) Dari aspek fikih, pendapat yang membolehkan wakaf temporal ini adalah pendapat Malikiyah dan salah satu riwayat dari Abi Yusuf dari mazhab Hanifiyah. Dari sisi karakter wakaf, itu transaksi sosial yang bersifat luwes karena itu adalah imbalan sepihak dan tidak membutuhkan persetujuan penerima sehingga saat pewakaf membatasi waktunya maka diperbolehkan karena tidak ada syarat ridha dan umumnya semua ridha.
(c) Dari aspek fatwa dan putusan lembaga fikih. Di antaranya, putusan Lembaga Fikih Organisasi Konferensi Internasional Nomor 181 (19/7), "Wakaf temporal diperkenankan karena masuk dalam ruang lingkup makna wakaf dalam nash tersebut. Jika wakaf yang dimaksud adalah wakaf temporal dengan keinginan pewakaf maka wakaf tersebut akan di-tasfiyah sesuai dengan syaratnya”.

Dan Standar Syariah Internasional AAOIFI Nomor 33 tentang Wakaf. Pewakaf boleh memberikan syarat yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Selanjutnya, kedua belah pihak wajib menunaikan syarat tersebut sesuai kesepakatan dan kelaziman (urf), sebagaimana pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim.
(d) Dari aspek regulasi, Peraturan Pemerintah Nomor 42/2006. “Dalam hal wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, nazir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada wakif atau ahli waris.”
Dan Peraturan BWI Nomor 01/2009, “Penerimaan wakaf uang dari wakif dapat dilakukan melalui wakaf uang dalam jangka waktu tertentu dan wakaf uang untuk waktu selamanya.”
(e) Kebolehan untuk berwakaf secara temporal ini juga memudahkan penghimpunan wakaf karena di Indonesia, saat ini faktanya tidak mudah mencari pewakaf yang siap untuk mendonasikan dan mewakafkan aset miliknya secara penuh tanpa syarat dan tanpa syarat jangka waktu. Di industri perwakafan, produk ini seperti relaksasi dan strategi marketing.
Wallahu a'lam.
Mengenal Sosok Majnun, Benarkah Tokoh Historis?
Majnun, bersama dengan Laila, diceritakan dalam Kisah 1001 Malam.
SELENGKAPNYAPerempuan Pemersatu Mesir di Catatan Rolling Stones
Musisi dipilih dan diurutkan berdasar pada orisinalitas dan pengaruh.
SELENGKAPNYAMusailamah, Orang Sesat di Zaman Sahabat
Musailamah al-Kadzab adalah tukang sebar hoaks pada masa sahabat Nabi SAW.
SELENGKAPNYA