Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tasawuf

Hakikat Masjid (1)

Masjid dalam perspektif Alquran tidak selamanya berarti bangunan khusus untuk beribadah umat Islam.

OLEH PROF KH NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal

Masjid dari akar kata "sajada-yasjudu" berarti sujud, lalu membentuk kata "masjid" yang berarti tempat sujud. Segala sesuatu yang ditempati sujud untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dapat disebut masjid.

Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan, al-ardhu masjid (bumi adalah masjid). Dengan demikian, bumi ini bersih dan dapat digunakan untuk bersujud. Seorang petani shalat dan sujud di atas pematang sawah, seorang nelayan shalat dan sujud di atas pasir pantai, seorang tukang kebun shalat dan sujud di atas batu menghadap kiblat sama dengan orang yang sujud di atas sajadah di rumah atau di masjid.
 
Masjid dalam perspektif Alquran tidak selamanya berarti bangunan khusus untuk beribadah bagi umat Islam. Peristiwa Isra Mi'raj yang melibatkan dua kata masjid, sebagaimana disebutkan di dalam QS al-Isra’ [17]:1, yaitu Masjid al-Haram di Mekkah dan Masjid al-Aqsha di Palestina, belum memiliki bangunan khusus seperti sekarang.

photo
Jamaah calon haji melakukan tawaf di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Rabu (6/7/2022). Jutaan umat muslim berkumpul di Padang Arafah untuk mengikuti prosesi haji 1443 H/2022 M yang memasuki fase puncak pada Jumat (8/7). - (ANTARA FOTO/Handout/Saudi Press Agency/pras/n)

Masjid al-Haram lebih merupakan pelataran Ka’bah dan Masjid al-Aqsha adalah sebongkah batu besar yang biasa disebut “batu gantung” karena dimitoskan batu itu ingin menyertai Nabi Muhammad SAW ke Sidratul Muntaha. Kini, batu besar itu berada di dalam bangunan masjid di kompleks al-Aqsha.
   
Dalam perspektif ahli tarekat, badan manusia juga bisa disebut pakaian, tempat tinggal, sekaligus sebagai tempat sujud (masjid) dimensi-dimensi batin manusia, seperti kalbu, jiwa, ‘aql, dan ruh manusia.

Bahkan, dalam perspektif ilmu hakikat, badan biasa disebut "bait Allah" atau Divine House (Rumah Tuhan) karena di dalam badan manusia terdapat roh yang dianggap sebagai unsur suci dari Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam ayat Alquran, "Faidza sawwaituhu wa nafakkhtu fihi min ruhi (Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku)." (QS al-Hujurat [15]: 29).

photo
Umat Islam melaksanakan shalat Idul Fitri 1443 Hijriah di Lapangan Gasibu, Bandung, Jawa Barat, Senin (2/5/2022). Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali menggelar Shalat Idul Fitri dengan sedikitnya terdata 56 ribu titik baik di masjid maupun di lapangan di seluruh Jawa Barat setelah 2 tahun dilanda pandemi COVID-19. - ( ANTARA FOTO/Novrian Arbi/hp.)

Badan sebagai "bait Allah" (baca: Baitullah) merupakan nama lain dari Ka’bah atau kiblat umat Islam di dalam melaksanakan sejumlah ibadah mahdhah, seperti shalat. Ka’bah juga sekaligus sebagai objek tawajjuh, sebagaimana selalu kita ikrarkan di dalam doa iftitah, "Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Rabbil ‘alamin (Sesungguhnya shalatku, urusanku, dan hidupku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam)".

Badan manusia dianggap sebagai Baitullah atau Ka’bah secara maknawi, dianalogikan dengan ‘Arasy, yaitu singgasana Tuhan, Baitul Ma’mur, yaitu miniatur ‘Arasy yang khusus dibangun Tuhan untuk para malaikat setelah menyadari kelancangannya mempertanyakan kebijakan Tuhan dan Ka’bah miniatur Baitul Ma’mur yang dibangun para malaikat untuk Adam dan istrinya setelah melanggar larangan Tuhan di Surga.

Badan sebagai pakaian, tempat tinggal, dan masjid, apalagi dianalogikan sebagai Baitullah atau Ka’bah, sudah barang tentu harus bersih dari noda dan dosa. Pembersihan badan bukan hanya membersihkannya dari kotoran fisik dengan cara berwudhu, tayamum, atau mandi dengan menggunakan air, sabun, atau sampo, tapi juga harus dipelihara kebersihannya dari noda, seperti juga terhadap dosa dan kemaksiatan.

Kalangan ulama tarekat mendasarkan pendapatnya dengan mengutip ayat Alquran, "Wa tsiyabaka fathahhir, wa al-rujzah fahjur (Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkanlah perbuatan dosa)." (QS al-Muddatsir [74]: 3-4).

Yang dimaksud dengan pakaian di sini bukan hanya baju yang menempel di badan, tetapi badan yang merupakan pakaian atau selimut dimensi batin. Cara pembersihannya tentu bukan hanya membersihkan kotoran fisik, tetapi juga dengan kotoran nonfisik. Kotoran nonfisik, seperti dosa-dosa kemusyrikan.

Oase di Tengah Lahan Sawit

Industri kelapa sawit secara tidak langsung mengundang bencana banjir dan tanah longsor.

SELENGKAPNYA

Arsitek Mimar Sinan dan Karya pada Tiap Era Utsmani

Mimar Sinan mengalami empat masa kepemimpinan khalifah Daulah Utsmaniyah.

SELENGKAPNYA

Sang Arsitek Kebanggaan Utsmani

Arsitek utama Kekhalifahan Utsmani ini memulai kiprahnya di militer Janissary.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya