Perajin memproduksi kain tenun ikat Sikka asal Maumere, Nusa Tenggara Timur disela-sela Pekan Kain Tradisional Nusantara di jakarta, Kamis (31/20/2019). | M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO

Modis

Karya Seni dari Tenunan Ikat

Tenun ikat bukan sekadar kain yang bisa dibeli dan dinikmati, tapi juga wujud karya seni. 

OLEH UMI NUR FADHILAH, SANTI SOPIA

Tradisi menenun di berbagai daerah di nusantara telah hidup secara turun-temurun. Kegiatan menenun bahkan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dari masyarakat pengusungnya. Mereka membuat tenunan kain bukan hanya sebagai wujud rantai budaya, melainkan juga karya seni. 

Salah satu daerah penghasil tenun ikat adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Tenunannya memiliki keunikan dari tradisi para perempuan NTT. Peneliti dan penerjemah Stefan Danerek berbagi cerita tentang keunikan tenun ikat dari Pulau Palue, Kabupaten Sikka, NTT. Selain acara adat, kain Palue dapat digunakan untuk acara sehari-hari.

Banyak orang yang bertenun, kain Sikka atau Flores sangat populer digunakan di pulau itu. Namun, penenun Palue hanya bisa menenun kain Flores. Tenun ikat Palue menggunakan warna alam yang khas, yaitu warna hitam dan merah. “Orang Palue suka sangat hitam dan merah,” kata Stefan dalam diskusi “Palu’e, Flores Textile” di Parara Ethical Store & Cafe, Jakarta Selatan, dua pekan lalu. 

Untuk mencapai warna hitam, warna kuno yang mereka sukai, kapas pintal dicelup sampai biru tua dari beberapa tumbuhan dan bahan. Mereka konsisten menggunakan teknik titik-titik berwujud motif geometris. “Itu asalnya dari Sikka, Flores. Mereka sudah lama ambil,” ujar Stefan.

Di satu sisi, tenun ikat Palue terlihat sederhana, padahal sangat rumit. Dalam satu kain, Stefan mengatakan, bisa memiliki 10 motif dari titik-titik.  

photo
Penenun menyelesaikan proses akhir tenun ikat khas FLores, NTT yang dipamerkan di salah satu stan di area penyelenggaraan Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group 2018 di Bali Nusa Dua Convention Centre, Nusa Dua, Bali, Senin (8/10). Berbagai hasil kerajinan nusantara turut dipamerkan dalam kegiatan tahunan tersebut.  - (ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Jefri Tarigan)

Ada enam kain yang umum di Palue, yaitu nae romo, wua wela, wifi mata, sa loi, bhejo, dan loka. Laki-laki hanya memakai satu jenis, yaitu nae romo. Ada beberapa kain yang hanya ada di dua atau tiga wilayah. Stefan mengatakan, motif tenun Palue disebut sudah berusia ratusan tahun. Penenun yang sudah hafal tekniknya biasanya langsung menenun, sementara yang tidak hafal harus melihat kain yang sudah ada.  

Pengenalan motif tua kepada generasi muda dinilainya sangat kurang, kecuali di desa tenun yang perajinnya menenun untuk biaya sekolah anak-anak. Di sana pun tak ada komunitas tenun, kecuali di desa tenun. Para penenun melakukan penenunan sebagai aktivitas sampingan karena kesibukan utamanya adalah bertani.

Selain itu, sulitnya menemukan bahan pewarna alami cukup sulit. Semua itu yang membuat sulit memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu kain.  

Acara Meet the Makers (MTM) Indonesia ke-15 pada tahun ini mempertemukan seniman, desainer, dan penggerak komunitas akar rumput yang mendukung tradisi “kerajinan”. Menurut founder MTM Maria Cristina Guerrero, tradisi ini bukan hanya produk yang bisa dibeli dan dinikmati, tapi sebuah hasil karya seni. “Kita bukan sekadar memperkenalkan karya seni, tetapi juga berbagi pengetahuan, cerita kearifan lokal, dan perjuangan,” katanya. 

MTM lebih mengutamakan memberikan pendidikan dan advokasi, kisah kreativitas dan seni dari konservasi alam berbasis masyarakat, serta nilai budaya. Melalui proses berbagi cerita, pengunjung dipersilakan ikut mengenal lebih dalam nilai-nilai seni yang dihasilkan para pencipta dari timur Indonesia.  

photo
Sekelompok penenun sedang menenun tenun ikat dalam Festival Tenun Ikat di kota Waikabubak, Sumba Barat NTT. - (Antara Foto)

Tenun bagi masyarakat Indonesia Timur bukan sekadar gaya, kata Christina, tapi ada makna dan nilainya. Semua keluarga mempunyai tenun kebanggaan. Karena tenun, tambah dia, dianggap sebagai selimut keluarga. Dalam tenun ada cerita sejarah desa, hal-hal unik, dan khas dari asal usul “klan”. 

Meski tidak banyak tenun dari bahan-bahan alami, MTM menghadirkan perajin untuk tenun ikat alami dari serat kapas. Tenunnya, lanjut dia, menggunakan pewarna alami pohon nila, mengkudu, dan lainnya. Banyaknya motif tenun yang diciptakan sebagai representasi alam dengan segala makna sakral dan adatnya. "Semua budaya, adat istiadat, dan ekosistem terekam dalam kain yang mengiringi semua ritual daur hidup selain menjadi pakaian," katanya.

Dedikasi untuk Perajin Ulos  

Kain khas dari Sumatra Utara, Ulos, kini menjadi bagian fashion yang kekinian berkat rancangan para desainer. Upaya mengangkat kain ulos dalam berbagai karya ini sebagai dukungan agar para perempuan perajin kain ulos ini semakin berdaya. Hal itu perlu dilakukan karena seni di Sumatra Utara ini kian ditinggalkan dan para pemahat kayu untuk sarana menenun makin terlupakan.  

photo
Pedagang souvenir khas Danau Toba menata Kain Ulos di Desa Wiata Tomok, Samosir, Sumatra Utara. - (Republika/Agung Supriyanto)

Berangkat dari situlah, founder & CEO PT Toba Tenun Sejahtra, Kerri Na Basaria, mengangkat koleksi rancangan busana pertamanya yang bertajuk “Kayu & Kosmos”. Peragaan busana Parompuan dan Ulos ini berkat kolaborasi Tulola dan Christin Wu. “Kami dedikasikan ini untuk perajin ulos di Sumatra Utara maupun seluruh Indonesia. Inspirasinya juga dari seni pahat, makanya ini untuk pemahat kayu di Sumatra Utara,” kata Kerri, akhir Oktober lalu. 

“Kayu & Kosmos” terdiri atas 17 koleksi, seperti pakaian wanita (dress, outer, vest, cape, bralette, pants, dan corset). Untuk pria terdiri atas shirt, trouser, blazer, t-shirt, overalls, jacket, dan aksesori (bucket hat dan drawstring bag). Koleksi tersebut terinspirasi dari dewa-dewa Batak kuno yang biasa terukir di Ruma Bolon sebagai doa perlindungan dan presentasi kosmologis di Toba sebelum kolonisasi Eropa. 

Warna biru (balau) Ulos Bintang Maratur dan merah (rara) dari Ulos Ragi Hotang merupakan representasi air dan api. Seluruh koleksi “Kayu & Kosmos” menggunakan pewarnaan alam, seperti indigo (biru), tingi (merah-kecokelatan), dan jior (cokelat tua). Beberapa koleksinya dipadankan dengan bemberg, linen, dan katun. Hiasannya berupa manik-manik dan sulaman berbagai rupa makhluk spiritual. 

Melalui koleksi tersebut, Tobatenun ingin mengangkat seni pahatan pada tradisi yang sering terabaikan di Batak Toba. Seni ukir atau pahatan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat Toba. Dengan mengangkat seni ini, ia berharap itu dapat menjadi langkah untuk menghidupkannya kembali.  

photo
Pengunjung memilih kain ulos yang dipamerkan dilokasi peluncuran Gerakan Nasional (Gernas) Bangga Buatan Indonesia (BBI) Beli Kreatif Danau Toba di Paropo, Dairi, Sumatra Utara. - (ANTARA FOTONOVA WAHYUDI)

Pembuatan kain ulos tidak lepas dari peran para partonun yang mayoritasnya perempuan. Pemberdayaan komunitas partonun di pedesaan, selain untuk meningkatkan perekonomian mereka, juga sebagai upaya untuk melestarikan tradisi. Upaya itulah yang dilakukan Kerri Na dengan Tobatenunnya yang berdiri pada 2018. Hingga saat ini, ada 200 mitra yang berkolaborasi untuk pemberdayaan komunitas partonun dan kain ulos.  

Rumah komunitas Jabu Bonang merupakan tempat edukasi para partonun di pesisir Danau Toba untuk memfasilitasi berbagai pelatihan dan lokakarya yang bertujuan memberikan dampak bagi kehidupan.

Sementara itu, Jabu Borna merupakan tempat pengembangan riset pewarna alami, serat alami, penyediaan benang celup bagi ekosistem tenun, serta pengolahan limbah ramah lingkungan di Desa Tanjung Pinggir, Pematangsiantar, Sumatra Utara.

Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Alexandra Askandar mengatakan, memfasilitasi dari BUMN ini dimulai dari pelatihan, pendampingan hingga pemasaran. Diharapkan upaya ini dapat menggaungkan ulos agar menjadi wastra yang semakin populer. “Mungkin nanti ke depan bisa seperti batik yang bisa dipakai sehari-hari,” kata Alexandra.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Maroko dan Pengembaraan Ibnu Battuta

Selama kurang lebih 29 tahun, Ibnu Battuta telah singgah di 44 negara.

SELENGKAPNYA

Adab-Adab Nobar Piala Dunia

Dengan adab itu, Muslim bisa menyaksikan nobar Piala Dunia, tetapi dalam koridor tuntunan syariah.

SELENGKAPNYA

Stok Kedelai Menipis, Harga Tahu dan Tempe Melonjak

Masalah tingginya harga kedelai saat ini dikatakan menjadi perhatian serius pemerintah.

SELENGKAPNYA