Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tasawuf

Menelusuri Arti Tanda Sujud

Jadi, tidak perlu berupaya menghitamkan dahi dengan berbagai cara.

OLEH PROF KH NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal

Ada sejumlah pendapat mengenai arti atsar sujud sebagaimana tertulis dalam surah al-Fath ayat 29. Ada ulama yang mengartikannya secara fisik, yaitu ada bekas di dahi, di samping tentunya bekas-bekas spiritual di dalam batin.

“Bekas sujud” (atsar al-sujud) berupa bercak hitam di wajah atau dahi semakin sering terlihat di kalangan ahli ibadah, khususnya ibadah shalat. Kalangan ulama tasawuf memahami, ada semacam cahaya yang bersinar dari orang-orang yang sering sujud.

Di dalam hadis memang ditemukan anggota badan yang sering dibasuh dengan air wudhu akan memancarkan cahaya di dalam perjalanan menuju Padang Mahsyar di akhirat kelak. Ulama lain memaknainya secara sosiologis bahwa yang dimaksud bekas sujud di dalam ayat di atas ialah resonansi sosial yang dimiliki para ahli sujud.

photo
Jemaah melaksanakan ibadah sholat di Masjid Al Ukhuwah, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Jumat (15/1). Pemerintah Kota Bandung memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara proporsional di tempat ibadah dengan membatasi jumlah jemaah menjadi 50 persen guna mengantisipasi penyebaran Covid-19. Foto: Abdan Syakura/Republika - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Tidak satu pun ulama tafsir yang mengatakan bekas sujud itu harus dalam bentuk fisik di wajah. Akan tetapi, umumnya mereka berpendapat bekas sujud di dalam ayat tadi ialah pengaruh ahli sujud di dalam komunitas masyarakatnya. Seberapa banyak ia bisa memberi manfaat di dalam masyarakat sekitarnya.

Jadi, tidak perlu berupaya menghitamkan dahi dengan berbagai cara karena bukan itu yang menjadi hakikat makna bekas sujud. Selama ini masih ada kelompok masyarakat yang berusaha dengan berbagai cara menghitamkan dahinya sebagai tanda sujud. Upaya seperti itu tidak perlu, bahkan hal itu bisa dikategorikan merusak keindahan yang Allah anugerahkan kepadanya.

Pendapat terakhir itu sejalan dengan semangat yang disampaikan di dalam surah al-Ma'un, “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ria. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna" (QS al-Ma’un [107]: 4-7).

 
Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.
QS ALMAUN AYAT 4
 

Ayat itu dengan tegas menolak makna kesalehan formalisme. Untuk apa mengejar kuantitas dan formalisme keagamaan, tetapi tidak membawa dampak pada kemaslahatan diri, keluarga, dan masyarakat? Untuk apa memiliki tanda hitam di dahi jika kita tidak respek dan tidak punya concern terhadap problem sosial di lingkungan kita?

Ayat-ayat tersebut tadi menunjukkan bahwa kesalehan individual tidak ada artinya tanpa didukung kesalehan sosial. 

Maksud dan tujuan kita diciptakan di muka bumi ini ialah untuk sukses menjadi hamba ('abid) dan sebagai khalifah. Kesuksesan kita sebagai hamba diukur melalui intensitas hubungan vertikal dengan Sang Khalik dan kesuksesan kita sebagai khalifah diukur melalui efektivitas hubungan horizontal kita dengan sesama manusia.

Bahkan, dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan yang lain, seperti alam raya, termasuk di dalamnya lingkungan hidup, seperti fauna dan flora, serta ekosistem lainnya. Manusia menjadi khalifah bukan hanya untuk kalangan manusia, melainkan juga alam semesta.

 
Percuma kesalehan individual yang selama ini kita bangun jika tanpa diiringi kesalehan sosial.
PROF KH NASARUDDIN UMAR
 

Ayat-ayat tersebut tadi mengisyaratkan, percuma kesalehan individual yang selama ini kita bangun jika tanpa diiringi kesalehan sosial. Kesalehan individual dapat dilakukan tanpa melibatkan orang lain, tapi kesalehan sosial mesti dicapai melalui keterlibatan dan interaksi ideal kita bersama orang lain. 

Hanya kesalehan individual yang berbanding lurus dengan kesalehan sosial dapat mengantarkan manusia untuk damai di dunia dan selamat di akhirat. Agaknya, pendapat yang terakhir ini mengandung makna lebih komprehensif dan sejalan dengan ayat-ayat shalat lainnya.

Surakarta Message Beri Pesan Damai Bagi Dunia

Surakarta Message akan disampaikan pada seluruh umat beragama di dunia dan umum.

SELENGKAPNYA

Menguatkan Kepedulian Sosial

Menghormati, memuliakan, dan saling menolong dengan tetangga adalah bagian dari kekuatan keimanan.

SELENGKAPNYA

Celengan Kebaikan

Ketahuilah, terkadang kebaikan yang sederhana pun dapat berbuah keindahan..

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya