Tajuk
Lindungi Rakyat, Tingkatkan Pengawasan
Semua pihak yang terbukti terlibat dalam kasus ini tentu harus diminta pertanggungjawabannya.
Faktor penyebab gangguan gagal ginjal akut yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat mulai terkuak. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, kasus gagal ginjal akut yang ditemukan di 28 provinsi di Tanah Air didominasi faktor intoksifikasi atau keracunan.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan, dari rangkaian penelitian dan pemeriksaan terhadap darah dan urine pada anak yang mengalami gagal ginjal akut ditemukan adanya zat-zat etilen glikol dan dietilen glikol. Selain itu, kata dia, ditemukan adanya kerusakan di ginjal yang disebabkan oleh zat kimia.
“Akhirnya kita menyimpulkan dugaan atau kaitannya penyebab gagal ginjal ini dengan intoksifikasi,” kata Syahril, Jumat (4/11). Selain faktor keracunan, Kemenkes juga menemukan adanya penyebab lain pada anak yang mengalami gagal ginjal akut, yakni infeksi, dehidrasi serta pendarahan.
Kasus gagal ginjal akut pada anak mulai mengalami lonjakan pada dua bulan terkahir, yakni Agustus dan Oktober. Hingga 3 November 2022, Kemenkes mencatat ada sekitar 323 kasus gagal ginjal akut di Indonesia. Dari total kasus yang tercatat, sebanyak 190 anak meninggal dunia akibat mengalami gagal ginjal akut.
Kasus gagal ginjal akut pada anak mulai mengalami lonjakan pada dua bulan terkahir, yakni Agustus dan Oktober.
Saat ini, ada 34 anak dengan gagal ginjal akut yang masih menjalami perawatan di rumah sakit. Ada lima provinsi di Tanah Air yang tercatat mengalami kasus gagal ginjal tertinggi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, dan Sumatra Barat.
Hasil penelitian yang dilakukan Kemenkes bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan berbagai profesi lainnya itu membuktikan dugaan adanya obat-obatan yang beredar di masyarakat mengandung zat-zat yang berbahaya. Fakta ini tentu sangat memprihatinkan. Dan, sebenarnya hal seperti ini tak boleh terjadi.
Munculnya kasus gagal ginjal akut yang ternyata penyebabnya didominasi faktor intoksifikasi membuktikan masih adanya titik lemah pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap industri obat-obatan di Tanah Air. Memang, pengawasan terhadap obat-obatan yang beredar di masyarakat bukan hanya tanggung jawab satu instasi saja.
Namun, saling lempar tanggung jawab terhadap kasus obat-obatan yang mengandung zat yang dinilai berbahaya juga tak pantas dilakukan. Ketika kasus ini terjadi, seharusnya semua stake holder di sektor farmasi langsung berkolaborasi untuk mencari penyebab, bukan saling lempar dan lepas tanggung jawab.
Munculnya kasus gagal ginjal akut yang ternyata penyebabnya didominasi faktor intoksifikasi membuktikan masih adanya titik lemah pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap industri obat-obatan di Tanah Air.
Negara melalui undang-undang tentu telah membentuk lembaga/badan/instansi yang diberi wewenang untuk melindungi keamanan dan keselamatan rakyat dalam bidang kesehatan, salah satunya di bidang farmasi. Semua rakyat di negara ini harus dilindungi dari obat-obatan palsu dan obat-obatan yang mengandung zat berbahaya. Ingat, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Jatuhnya korban jiwa akibat mengonsumsi obat-obatan seperti dalam kasus gagal ginjal akut tak boleh lagi terjadi. Pengawasan terhadap peredaran obat-obatan yang beredar di masyarakat harus ditingkatkan dan diperkuat. Tak hanya itu, pengawasan terhadap bahan-bahan obat-obatan yang diimpor dari luar negeri perlu diperketat.
Semua pihak yang terbukti terlibat dalam kasus ini tentu harus diminta pertanggungjawabannya. Hal ini perlu dilakukan agar kasus seperti ini menjadi pelajaran dan tak terulang lagi. Publik tentu berharap bila ada unsur pidana di balik kasus obat-obatan yang mengandung zat berbahaya yang telah menyebabkan 190 anak meninggal dunia, maka harus diusut secara tuntas dan transparan. Siapapun yang terlibat harus diproses secara hukum, tanpa pandang bulu.
Publik tentu berharap tak ada lagi anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut. Pemerintah harus memastikan anak-anak yang masih dirawat bisa mendapatkan layanan secara prima dan dibebaskan dari biaya. Adanya obat penawar Fomepizole untuk pasien gangguan gagal ginjal akut yang diimpor pemerintah dari Singapura, Australia dan Jepang telah memberi harapan.
Semua pihak yang terbukti terlibat dalam kasus ini tentu harus diminta pertanggungjawabannya.
Apalagi, obat penawar itu telah membuat pasien ganggaun ginjal akut mengalami perbaikan. Karenanya, obat penawar Bernama Fomepizole ini harus segera didistribusikan ke seluruh wilayah di Indonesia. Sehingga, anak-anak yang sedang mengalami gagal ginjal akut ini bisa diselamatkan.
Kebutuhan masyarakat terhadap obat, terutama berbentuk sirop tentu sangat tinggi. Karenanya, pemerintah melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes telah menerbitkan surat edaran per 24 Oktober yang memperbolehkan 156 obat sirop yang aman dikonsumsi. Daftar obat-obatan yang aman itu harus disosialisasikan secara massif, sehingga masyarakat tak lagi khawatir.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kasus Covid-19 Melonjak Lagi, Pintu Masuk Diperketat
Luhut menyebut puncak gelombang akan terjadi dalam satu hingga dua bulan ke depan.
SELENGKAPNYANegara Muslim Harus Bangun Ketahanan Pangan
Keamanan pangan merupakan masalah yang seharusnya menjadi agenda utama bagi semua negara di dunia.
SELENGKAPNYANetanyahu Menang, Palestina Kian Terancam
Saat proses penghitungan suara masih berlangsung, kekerasan antara Israel-Palestina masih terjadi.
SELENGKAPNYA