
Kisah
Saat Qisas Berganti Pemaafan
Mereka pun meminta eksekusi dibatalkan lantaran memilih pemaafan.
OLEH HASANUL RIZQA
Saat sedang berjalan di Madinah, Khalifah Umar bin Khattab berpapasan dengan sejumlah pemuda. Dua orang di antara mereka menyeret orang lainnya, yang dalam keadaan tangan dan kakinya terbelenggu.
“Assalamualaikum, wahai Khalifah,” kata kedua penyeret itu serempak.
“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab Umar, “ada apakah gerangan ini?”
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya lelaki yang kami seret ini telah membunuh ayah kami," jawab mereka.
Demi mendengar itu, si lelaki yang terbelenggu langsung menyahut, "Wahai Amirul Mukminin, engkau tidak bisa mengambil kesimpulan sebelum mendengarkan penjelasanku."
“Ya, ceritakan duduk perkaramu.”
Sebelum tiba di Madinah, kata lelaki yang disangkakan kriminal itu, dirinya sedang menaiki seekor unta dalam perjalanan ke suatu daerah. Karena terlalu letih, ia pun tertidur. Namun, ketika terbangun, ia mendapati untanya telah hilang.
"Segera saja saya mencarinya," katanya kepada Umar.
Si tersangka meneruskan kisahnya. Tak jauh dari lokasi ia tertidur, untanya tampak sedang asyik memakan tanaman di sebuah kebun. Walau berkali-kali ia menghalaunya, hewan itu tidak juga berpindah tempat.
Kemudian, datanglah seorang tua dari arah kebun. Pria gaek itu berkali-kali melempari unta tersebut dengan batu. Maka matilah hewan tunggangan itu.
"Dengan emosi, saya mengambil batu dan melemparkannya ke arah orang tua tadi yang melempari untaku itu. Tak saya sangka, lelaki itu meninggal dunia, padahal tidak ada niat saya membunuhnya," jelasnya.
Setelah itu, giliran dua bersaudara yang mengutarakan kesaksian. Akhirnya, berdasarkan keterangan kedua belah pihak itu, Umar memutuskan vonis atas perbuatan si terdakwa, yakni hukuman mati. Lelaki yang didakwa menerima putusan dengan ikhlas.
Menjelang eksekusi, orang-orang ramai menonton. Sebelum algojo datang, si terdakwa tiba-tiba meminta waktu bicara. "Wahai Amirul Mukminin,” katanya menyeru kepada Umar, “tegakkanlah hukum Allah atasku. Aku ridha pada ketentuan-Nya, tetapi izinkanlah aku menunaikan semua amanah yang tertanggungku dahulu.”
Ia lalu menjelaskan beberapa amanah yang diembannya, semisal harta milik seorang pengusaha yang dititipkan kepadanya. Saudagar tersebut beberapa waktu kemudian meninggal sehingga anaknya menjadi yatim. Si terdakwa ingin memberikan harta almarhum kepada anak yatim tersebut yang selama ini diasuhnya.
"Dan aku menyimpan harta itu di tempat yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali diriku," ucapnya.
"Siapakah yang akan menjadi penjaminmu jika engkau tidak di sini?" tanya Umar.
Pemuda itu tertunduk kebingungan. Sebab, dirinya hanyalah musafir biasa. Tidak ada saudara atau kenalan sama sekali di Hijaz, lebih-lebih Madinah.
"Aku-lah penjaminnya!" seru Salman al-Farisi secara tiba-tiba dari arah kerumunan penonton. Nyaris seluruh hadirin terkejut. Mengapa seorang sahabat Nabi yang tidak bersangkut paut dengan kasus mau menjadi penjamin?
"Salman?!" kata Umar seperti berteriak, “Demi Allah, engkau belum mengenalnya. Jangan main-main dengan urusan qisas ini!”
“Wahai Umar, aku percaya kepadanya,” ucap Salman mantap sehingga membuat semua orang terpana.
Hadirin sebenarnya ingin mencegah keputusan Salman. Namun, apa daya. Mereka juga tidak mau mengisi posisi sebagai penjamin bagi si tervonis. "Bagaimana kalau nanti pembunuh itu kabur? Bukankah penjamin mesti menanggung hukuman?" kira-kira begitu pikiran orang-orang.
Dengan berat hati, Umar melepas pemuda itu. Tiga hari menjadi durasi yang diberikan sang khalifah untuk si terdakwa menyelesaikan urusannya.
Tentu, dua pemuda yang ayahnya terbunuh ikut menjadi cemas. Tak pernah tebersit dalam pikirannya bahwa kini nyawa seorang sahabat Rasul menjadi "taruhan".
Waktu terus bergulir. Akhirnya, tibalah hari ketiga dari durasi yang telah ditentukan. Orang-orang mulai panik. Hingga tengah hari, yang ditunggu tak kunjung tiba. Sementara, Salman sejak pagi telah mendatangi lapangan tempat eksekusi.
Bakda zuhur, Salman dengan tenang melangkah ke tempat qisas. Belum sempat algojo berjalan ke tempatnya, orang-orang mendengar suara sayup-sayup dari kejauhan. Ternyata, itulah si terdakwa. Lelaki muda tersebut berlari ke arah lapangan dengan nafas terengah-engah.
“Maafkan aku hampir terlambat!" ujar pemuda itu. Ia langsung menggantikan posisi Salman sembari mengucapkan terima kasih kepada sang sahabat Nabi.
“Urusan kaumku memakan waktu. Kupacu untaku tanpa henti hingga hewan itu sekarat di gurun dan terpaksa kutinggalkan. Maka aku berlari sampai sini,” katanya menjelaskan.
Umar mendekati Salman yang masih berdiri tidak jauh dari si pemuda. “Mengapa kau mau menjadi penjamin orang ini, yang tidak kau kenal sama sekali?”
Dengan tegas tetapi lembut, Salman berkata, “Agar jangan sampai dikatakan bahwa di kalangan Muslimin tiada lagi rasa saling percaya dan kemauan menanggung beban saudara seiman.”
Mendengar itu, terharulah kedua lelaki yang ayahnya telah terbunuh. Mereka pun meminta eksekusi dibatalkan lantaran memilih pemaafan. “Agar jangan ada yang merasa di kalangan umat tiada lagi rasa saling memaafkan dan kasih sayang,” katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Resolusi Jihad dan Terbukanya Pintu Surga di Surabaya
Keterlibatan para kiai berperan besar mendongkrak moral tempur pasukan rakyat.
SELENGKAPNYAEkonomi Kuartal III Diyakini Tumbuh Lebih Tinggi
Meski prospek ekonomi tahun ini meyakinkan, pemerintah mewaspadai tantangan ekonomi pada 2023.
SELENGKAPNYA