Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) menerima laporan dari Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah (kiri) rapat Paripurna DPR Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/9/2022). | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Liputan Khusus

APBN Sebagai Peredam Guncangan

Pemerintah bergerak cepat merespons dinamika global dengan mengubah postur APBN 2022.

Oleh Lipsus Tiga Tahun Periode ke-2 Joko Widodo

OLEH NOVITA INTAN

Tahun ini seharusnya ekonomi masuk tahap pemulihan. Daya beli kian membaik. Geliat konsumsi ritel dan UMKM makin besar. Namun, badai Covid-19 varian omikron dan, terutama, perang Rusia vs Ukraina membuyarkan percepatan pemulihan itu.

Ekonomi negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia, justru menghadapi guncangan yang lebih besar. Belum usai upaya pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19, dunia dihadapkan dengan tantangan yang kian kompleks akibat ketegangan geopolitik global.

Perang Rusia dan Ukraina mengganggu rantai pasok global. Akibatnya, harga energi hingga pangan melambung. Laju inflasi di negara-negara Barat pun tak terbendung.

Di tengah gejolak eksternal tersebut, perekonomian Indonesia masih cukup kuat dan mampu melanjutkan momentum pemulihan. Sejak kuartal II 2021, ekonomi domestik kembali ke zona positif. Adapun dalam tiga kuartal terakhir (kuartal IV 2021, kuartal I 2022, dan kuartal II 2022), produk domestik bruto (PDB) Indonesia konsisten tumbuh di kisaran lima persen.

Berlanjutnya pemulihan ekonomi tak terlepas dari peran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), selain berkat penanganan di sektor kesehatan. APBN harus menjadi peredam guncangan perekonomian.

Pemerintah pun bisa dibilang bergerak cukup cepat dalam merespons dinamika global dengan mengubah postur APBN 2022. Perubahan itu diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 27 Juni 2022.

Pemerintah menambah belanja negara menjadi Rp 3.106 triliun dari pagu awal sebesar Rp 2.262 triliun. Penyesuaian itu, antara lain, dilakukan untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun. Adapun, anggaran penanganan Covid-19 dikurangi dan dialihkan untuk pos belanja lain, seiring kondisi pandemi yang telah terkendali.

Dengan kenaikan anggaran subsidi dan kompensasi hingga tiga kali lipat, pemerintah berharap dapat tidak menaikkan harga jual BBM. Namun, melonjaknya harga minyak dunia, membuat pemerintah tak bisa lagi menahan harga BBM. Selain itu, konsumsi BBM di dalam negeri meningkat karena aktivitas masyarakat telah normal.

photo
Sejumlah Buruh melakukan aksi di Patung Kuda, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Dalam aksinya mereka membawa enam tuntutan kepada pemerintah yakni menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), menolak Omnibus Law (UU Cipta Kerja), menuntut kenaikan UMK/P tahun 2023 sebesar 13 persen, Tolak PHK di tengah resesi global, Reforma Agraria dan Sahkan RUU PRT. - (Republika/Prayogi)

Sebagai gantinya, pemerintah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM. Pengalihan subsidi BBM ke bantuan tunai, disebut lebih efektif untuk melindungi dan menjaga daya beli masyarakat bawah dari guncangan. Sebab, subsidi BBM selama ini lebih banyak dinikmati kalangan mampu.

Di tengah meningkatnya ketidakpastian global, pemerintah khususnya Kemenkeu, memang harus menata APBN secara prudent dan antisipatif. Bagaimanapun, APBN harus sehat agar bisa menjadi stimulus perekonomian, termasuk untuk meredam guncangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat paripurna di DPR RI pada akhir September mengatakan, guncangan hebat akibat kondisi global mengancam daya beli rakyat dan pemulihan ekonomi Indonesia. Atas alasan itu, pemerintah juga menambah anggaran perlindungan sosial pada tahun ini.

Menurut dia, sejumlah kebijakan anggaran yang dilakukan pemerintah menjadi wujud dari peran APBN sebagai shock absorber. "Sehingga dampak kenaikan harga komoditas pada tahun 2022 dapat ditekan seminimal mungkin," kata Menkeu Sri.

Nilai tukar mata uang berbagai negara mengalami pelemahan yang sangat dalam terhadap dolar AS sepanjang tahun ini. Yen Jepang terdepresiasi 25,8 persen, renmimbi Cina 12,9 persen, dan lira Turki melemah 38,6 persen. Adapun depresiasi rupiah sekitar enam persen.

Menkeu menjelaskan, inflasi di negara-negara maju yang dalam empat tahun terakhir selalu satu digit, bahkan mendekati nol persen, kini melonjak menjadi dua digit. Sejauh ini, sejumlah indikator perekomian Indonesia masih menjanjikan. PDB kuartal II 2022 tumbuh 5,44 persen (yoy) dan sepanjang semester I 2022 mencapai 5,23 persen.

Menkeu dalam konferensi pers APBN Kita pada akhir September mengatakan, ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,1-5,4 persen pada tahun ini. Kemudian, laju inflasi Januari-September 2022 sebesar 4,84 persen (yoy). "Di tengah risiko ketidakpastian global yang eskalatif, peran APBN sebagai shock absorber perlu dijaga agar tetap berfungsi optimal," ujar Sri.

Mampu surplus

Meskipun gelombang rintangan yang dihadapi begitu besar, pelaksanaan APBN 2022 tetap mampu berjalan dengan baik dan sesuai arah kebijakan yang diharapkan. Per Agustus 2022, APBN bisa surplus sebesar Rp 107,4 triliun atau setara 0,58 persen terhadap PDB. Menurut Sri, kondisi surplus sudah terjadi selama delapan bulan berturut-turut.

Surplus terjadi karena realisasi pendapatan negara sebesar Rp 1.764,4 triliun dan belanja negara Rp 1.657 triliun. Pendapatan negara tumbuh 49,8 persen, sementara belanja negara naik 6,2 persen secara tahunan.

Pemerintah memang berhasil menjaga keuangan negara tetap surplus. Namun, proyeksi pada akhir tahun tetap akan terjadi defisit. “Tantangan tahun ini maupun tahun depan yang akan dihadapi bersama harus dapat diantisipasi dan dikelola dengan prudent dan hati-hati,” ucap Menkeu Sri.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, kebijakan pemerintah untuk meredam guncangan global terbukti efektif untuk menjaga momentum penguatan pemulihan ekonomi nasional. Indikatornya, sentimen bisnis sektor manufaktur Indonesia bertahan positif didukung oleh ekspektasi pemulihan yang semakin kuat dan berkelanjutan pada sisi permintaan.

"Optimalisasi APBN sebagai shock absorber pada tahun ini dan tahun depan diharapkan, akan terus dapat menjaga tren positif permintaan masyarakat untuk mendukung optimisme sektor usaha," kata Febrio.

Wakil Ketua Komisi XI DPR dari fraksi PDIP, Dolfie OFP mengatakan, pemerintah bersama DPR telah memperhitungkan berbagai risiko dan mitigasi dari risiko global saat melakukan pembahasan APBN 2022 ataupun APBN 2023. "Kami telah memperhitungkan berbagai risiko dan mitigasinya. Ketidakpastian ekonomi dan tingginya risiko global pada tahun ini akan berlanjut pada 2023," kata Dolfie kepada Republika, Senin (10/10).

Menurut dia, Indonesia akan dihadapkan dengan lonjakan inflasi global akibat gangguan rantai pasok, kebijakan moneter global, perlambatan ekonomi dunia, hingga konflik geopolitik.

Anggota Komisi XI DPR dari fraksi Gerindra, Kamrussamad, menilai APBN telah bekerja keras sepanjang tahun ini. Dia mengungkapkan, pemerintah dan DPR saat melakukan pembahasan pada 2021, sebenarnya sudah memprediksi semua aspek ekonomi makro dan mikro. "Kecuali, perang Rusia-Ukraina. Itu di luar prediksi kami," kata dia.

photo
Sejumlah Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Dalam rapat Paripurna tersebut DPR antara lain mengesahkan Johanis Tanak sebagai Pimpinan baru KPK dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN TA 2023 menjadi UU APBN TA 2023. - (Republika/Prayogi)

Pemerintah, menurut Kamrussamad, perlu mengantisipasi dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap sejumlah komponen produksi. Laju inflasi juga harus diantisipasi melalui kebijakan food security dan energy security. "Pastikan juga alur distribusi aman dan lancar sehingga ketersediaan stok pangan bisa terjaga di setiap daerah," kata dia.

Belanja Negara Harus Ungkit Daya Beli

Gejolak perekonomian pada tahun depan diyakini akan lebih berat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan berkali-kali menyinggung bahwa kondisi perekonomian dunia 2023 bakal gelap. Agar ekonomi Indonesia bisa tetap tumbuh dan terhindar dari resesi global, pemerintah dinilai perlu mempertajam dan menentukan skala prioritas belanja negara.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah perlu merelokasi anggaran belanja yang belum berkorelasi dengan daya beli masyarakat secara langsung. Menurut dia, model anggaran 2023 sebaiknya lebih menekankan pada bantalan sosial.

"Misalnya, alokasi anggaran megaproyek infrastruktur diubah untuk pembenahan irigasi dan jalan desa. Pekerjaannya dilakukan melalui skema padat karya sehingga lebih besar tenaga kerja yang terserap," kata Bhima kepada Republika pada Senin (10/10).

Bhima mengatakan, penguatan daya beli masyarakat juga bisa dilakukan dengan mengubah insentif pajak. Insentif yang sebelumnya diberikan kepada badan usaha, diarahkan untuk diberikan kepada konsumen secara langsung.

Hal ini bisa dilakukan dengan merealisasikan wacana penurunan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi delapan persen. "Penurunan PPN ini bisa membantu menjaga daya beli masyarakat."

Bhima menambahkan, pemerintah juga perlu menyiapkan dana cadangan dengan kisaran lima sampai 10 persen dari anggaran belanja kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. "Tujuannya agar dinamika perekonomian global dan domestik dapat segera direspons dengan persiapan cut off anggaran pada tahun depan," katanya.

Ekonom Center of Reform (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, juga mengingatkan pemerintah agar semakin cermat dalam mengalokasikan belanja negara. Dengan ruang belanja yang terbatas, menurut Rendy, pemerintah harus menentukan skala prioritas untuk APBN.

Rendy mengatakan, anggaran belanja harus lebih diarahkan untuk sektor-sektor yang memberikan efek berganda terhadap perekonomian. "Sehingga, meskipun ruang belanja terbatas, harapannya masih ada dorongan dari kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun depan," kata Rendy.

Rendy lantas menyinggung soal keputusan pemerintah menaikkan harga BBM, yang bertujuan menyediakan ruang fiskal bagi APBN 2023. Menurut Rendy, kebijakan tersebut mau tidak mau harus dilakukan. Sebab, undang-undang sudah mengamanatkan bahwa defisit harus kembali ke level tiga persen. Dengan demikian, pemerintah harus bisa menekan porsi belanja yang salah satunya anggaran subsidi.

Kendati demikian, Rendy menyebut akan ada konsekuensi dari kebijakan konsolidasi fiskal yang dilakukan pemerintah pada tahun depan. "Konsekuensi itu, dorongan dari kebijakan fiskal terhadap perekonomian menjadi lebih kecil, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya," kata dia.

Menurut Rendy, konsekuensi itu wajar terjadi karena banyak pos belanja yang dikurangi atau dihapuskan pemerintah, seiring dengan keharusan untuk melakukan konsolidasi fiskal.

Dia berharap, pemerintah ke depannya dapat lebih cermat dalam menetapkan asumsi makro APBN. Sebab, asumsi yang ditetapkan kerap berbeda dengan realisasinya. Pada tahun ini, misalnya, pemerintah awalnya menetapkan asumsi harga minyak di kisaran 63 dolar AS per barel. Namun ternyata, harga minyak melesat hingga sempat melebihi 100 dolar AS per barel akibat konflik geopilitik antara Rusia dan Ukraina.

"Pemerintah akhirnya kemudian mengambil kebijakan menaikkan harga BBM, baik itu yang subsidi maupun nonsubsidi untuk melakukan antisipasi dari perubahan konflik geopolitik. Padahal sebenarnya, kalau dilihat pada tahun ini, APBN masih diperbolehkan untuk mengalami defisit di atas tiga persen," katanya.

Menjadi Penerang Saat Dunia Suram

Indonesia sebagai titik terang saat ekonomi dunia suram.

SELENGKAPNYA

Kasus Sambo Momentum Reformasi Polri

Kapolri Sigit memberikan pilihan ‘hitam atau putih’ bagi seluruh anggotanya.

SELENGKAPNYA

Berbenah Meraih Kepercayaan Umat

Kasus ACT menjadi pelajaran bagi lembaga filantropi Islam.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya