Sejumlah warga membawa air bersih yang didistribusikan di Desa Jatisari, Arjasa, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (25/8/2022). | ANTARA FOTO/Seno

Filantropi

Air Bersih untuk Semua

Satu dari dua orang Indonesia kesulitan mengakses air bersih.  

OLEH SANTI SOPIA

Tidak sedikit wilayah di Indonesia yang sejatinya masih kesulitan mengakses air bersih. Kendati mendapatkan curah hujan ataupun bukan wilayah kering, setiap daerah punya tantangannya masing-masing.

CEO Badan Wakaf Alquran (BWA) Heru Binawan mengatakan, setidaknya tiga daerah yang diidentifikasi kesulitan air bersih ini terletak di lereng gunung, pesisir pantai, dan wilayah dengan penduduk miskin. Ada pula wilayah yang punya sumber mata air, tapi lahannya milik perorangan atau pribadi.

“Apakah di Indonesia mengalami krisis air bersih? Memang kalau melihat lokasi tertentu, Jawa Barat yang curah hujannya tinggi, mungkin kita kurang percaya Indonesia krisis air bersih. Tapi, kalau detailkan lagi, tetap saja ada wilayah yang kesulitan mengakses air bersih walau air curah hujannya cukup tinggi,” kata Heru.  

BWA punya pendekatan proyek lewat payung wakaf sarana air bersih. Dengan nama program Water Action For People, program ini menempati posisi kedua teratas setelah wakaf Alquran dari respons wakif. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Badan Wakaf Al Qur'an (BWA) (wakafquran)

“Jadi, cukup baik respons dari wakif terhadap sarana air bersih kita, kemarin BWA meresmikan proyek sarana air di Desa Oe Ekam, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sudah 40 proyek yang kita realisasikan,” lanjut Heru. 

Heru menjelaskan, ketika sebuah desa berada di lereng gunung maka biasanya akan mengalami kesulitan air bersih ketika kemarau. Itu karena biasanya air hujan akan turun mengalir ke bawah. 

Kemudian, di wilayah dengan tanah kars, dengan karang naik ke permukaan, warga harus melakukan pengeboran sumur dalam yang tentunya bukan hal mudah. Untuk menemukan cadangan air di wilayah sejenis itu, kedalaman sumur bisa sampai 200-300 meter lebih dari permukaan tanah.

Tentu pengeboran membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Heru juga menyebut pernah mengebor sumur di Klaten dengan kedalaman sampai 350 meter. 

Hal itu tentu berat jika hanya dilakukan warga karena membutuhkan biaya maupun teknologi yang mutakhir. Di lereng gunung, masyarakat relatif bisa mendapatkan akses air bersih dengan mudah jika punya sumber air daripada wilayah yang tidak punya sarana itu. Namun, tidak semua wilayah lereng gunung memiliki mata air.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Badan Wakaf Al Qur'an (BWA) (wakafquran)

Berdasarkan pengalaman BWA, desa di lereng gunung termasuk yang mengalami krisis air bersih. Kemudian di tepi pantai, rata-rata airnya payau atau gabungan asin dan tawar. 

Di daerah itu, warga juga kesulitan mendapatkan air tawar yang bersih. Kemudian, daerah miskin, mereka juga tidak punya biaya untuk melakukan pengeboran sumur dalam ataupun membangun pipa-pipa. Kalaupun harus mengambil ke mata air, mereka harus pergi ke sumber air yang jaraknya jauh.

BWA pernah mengangkat penelitian atau studi yang berani menyatakan bahwa satu dari dua orang Indonesia kesulitan mengakses air bersih. Tentu krisis air bersih di Indonesia bukan tipe kekeringan seperti halnya yang terjadi di Afrika. Namun, untuk mendapatkan air bersih, beberapa wilayah di Indonesia masih kesulitan.

“Kalau di Jabar, kasusnya agak beda dengan NTT, dengan Gunungkidul. Orang kalau dengar Gunungkidul pasti tahu sulit dapat air. Tapi, kalau di Jabar, problemnya adalah mata air ada di tanah individu pribadi, jadi kita beli,” kata Heru.

photo
Relawan dari Badan Wakaf Alquran melakukan aksi mengajak peguna jalan untuk mewakafkan penghasilannya, membantu masyarakat daerah gunung kidul dan Banten yang kekurangan air bersih. - (Republika/ Tahta Aidilla)

Tangani Wilayah Identik

Musim kemarau selalu menjadi persoalan tersendiri di daerah tertentu. Kesulitan mengakses sumber air bersih seperti telah menjadi pemandangan umum setiap kemarau datang.

Direktur Pendayagunaan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) Nana Sudiana melihat bahwa pemenuhan air bersih sangat vital bagi warga. Ketika bicara krisis air bersih, Gunungkidul termasuk salah satu wilayah yang sangat identik.

“Di Gunungkidul, Banten, lewat penambangan sumur ada program dengan model pengeboran sumur dikelola dengan baik,” kata Nana.

IZI menyalurkan bantuan dropping air bersih bagi warga masyarakat di Desa Melikan, Rongkop, Gunungkidul. Ada 15 tangki air bersih kapasitas 6.000 liter yang didistribusikan di desa tersebut, dengan dibagikan ke beberapa titik di Desa Melikan.

Mendapatkan air seolah mencari harta karun bagi masyarakat. Sering kali warga harus membayar ratusan ribu rupiah demi mendapatkan air untuk minum, masak, dan kebutuhan ternak mereka.

photo
Sejumlah warga membawa air bersih yang didistribusikan di Desa Jatisari, Arjasa, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (25/8/2022). BPBD setempat mulai mendistribusikan air bersih ke 200 kepala keluarga di Desa Jatisari yang kesulitan air bersih saat musim kemarau. - (ANTARA FOTO/Seno)

Warga sangat terbantu dengan adanya program dropping air bersih yang dilakukan oleh IZI. Meskipun sudah dibantu oleh BPBD setempat, kebutuhan warga masih belum tercukupi. Saat warga di banyak wilayah lain bisa sepuasnya menggunakan air, warga di sana kerap harus menabung demi membeli air bersih untuk minum setiap hari.

Gunungkidul termasuk wilayah dengan jenis tanah kering. Dusun Papringan RT 01, RW 11, Desa Tileng, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, selalu meminta dropping air karena memang kesulitan air bersih. 

Wilayah Girisubo juga tidak memiliki sumber air bersih sehingga warga kesulitan memperoleh air bersih ketika musim kemarau tiba. Kedatangan tim IZI kerap disambut hangat warga sekitar. Mereka langsung berbondong-bondong mengambil air bersih untuk kebutuhan hariannya. Mereka pun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada IZI dan para donatur.

IZI juga meresmikan sumur bor untuk warga Dusun Banyukendil, Kelurahan Bendung, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. Dusun Banyukendil merupakan dataran tinggi serta berbatu sehingga kerap sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari. IZI pun berharap fasilitas yang diberikan dapat dirawat dengan baik agar bisa bertahan lama. 

Nasionalisme dan Kisah Pendudukan Jepang

Di masa pendudukan Jepang hidup rakyat sangat menyedihkan.

SELENGKAPNYA

Pudarnya Ristek Soviet di Bawah Gorbachev

Runtuhnya Soviet di bawah kepemimpinan Gorbachev membawa malapetaka bagi dinamika riset iptek.

SELENGKAPNYA

Shalat Barometer Amal

Pada hari kiamat nanti shalat akan menjadi barometer amal seseorang.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya