Kalam Jateng
Sultan: DIY Berupaya Turunkan Intoleransi
Perkembangan intoleransi di DIY sudah terjadi dengan berbagai model.
YOGYAKARTA --Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menga takan DIY terus berupaya menurunkan beban intoleransi secara maksimal.
Kami hanya bisa berupaya untuk terus menurunkan beban intoleransi, kata Sri Sultan Hamengku Buwono X di Yogyakarta, Senin (25/11), menanggapi hasil riset Setara Institute yang menempatkan DIY sebagai salah satu provinsi dengan tingkat intoleransi tertinggi di Indonesia.
Menurut dia, hasil riset yang dipublikasikan SETARA Institute tersebut mungkin saja cukup menggambarkan kondisi intoleransi di DIY. Namun, Sultan mengatakan tidak tahu secara persis dasar yang digunakan untuk pelaksanaan riset dari lembaga tersebut.
Sultan menambahkan, perkemba ngan intoleransi di DIY sudah terjadi dengan berbagai model yang saat ini biasanya mengatasnamakan kearifan lokal. Sudah ganti motif. Ganti isu, katanya.
Oleh karena itu, kata Sultan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan beban intoleransi adalah dengan meningkatkan literasi ke masyarakat. Literasi ini terkadang dianggap hal yang kurang penting tetapi literasi harus terus dilakukan supaya masyarakat memahami, katanya.
Selain itu, lanjut Sultan, berbagai kejadian yang mengarah pada tindakan intoleransi harus segera ditangani secara tegas. Jika ada kejadian maka harus segera ditangani karena nantinya hanya akan terus menumbuhkan intoleransi, katanya.
Berdasarkan riset Setara Institute terhadap pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam lima tahun terakhir, 2014-2019, menempatkan Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah pelanggaran terbanyak, 162 pelanggaran. Di peringkat kedua ditempati DKI Jakarta dengan 113 kasus, Jawa Timur 98 kasus, Jawa Tengah 66 kasus, Aceh 65 kasus, DIY 37 kasus, Banten 36 kasus, Sumut 28 kasus, Sulsel 27 kasus, dan Sumbar 23 kasus.
Pada waktu yang hampir bersamaan, saat memperingati Hari Guru Nasional (HGN) ke-24 dan HUT PGRI ke-74 di GOR Amongrogo, Yogyakarta, Sultan juga berharap agar tidak terjadi berbagai kekerasan di dunia pendidikan.
"Jangan sampai terjadi lagi seorang siswa tega menusuk gurunya dengan pisau, selain peristiwa-peristiwa tragis lainnya," kata Sultan.
Dikatakan, melalui peringatan HGN ini perlu untuk dicermati kembali masa depan guru dan guru untuk masa depan. Sebab, tugas utama guru yakni membangun peradaban bermartabat melalui pendidikan.
Ia pun mengibaratkan guru sebagai petani yang merawat, menjaga dan membesarkan tanaman. Sehingga, kemudian hari dapat menghasilkan buah yang berguna. "Bukan untuk guru itu sendiri, tetapi bagi kelangsungan hidup sebuah bangsa," ujarnya.
Walaupun begitu, kata Sultan, guru juga harus melakukan intro speksi dan retrospeksi. Dengan in trospeksi atau mawas diri, guru dapat menemukan jati dirinya. "Dengan retrospeksi, kita seakan melihat galeri potret masa silam dalam berbagai zaman, dari periode zaman penja jahan, perjuangan kemerdekaan, hingga sekarang ini menyongsong Era Edukasi 4.0,"katanya menam bahkan.
Sultan pun berharap agar guru dapat menciptakan berbagai inovasi. Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. "Ia (guru) harus menunjukkan pengabdiannya dan menjadi role model bagi anak-anak didiknya," ujar Sultan. (ed:fernan rahadi)
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.