
Fikih Muslimah
Cara Menyucikan Pakaian yang Terkena Darah Haid
Darah haid merupakan darah yang najis apabila menyentuh permukaan yang suci.
OLEH IMAS DAMAYANTI
Darah haid merupakan darah yang najis apabila menyentuh permukaan yang suci. Untuk itu, bagi perempuan yang sedang haid, Islam melarang mereka untuk melakukan shalat, membaca Alquran, hingga menurut mayoritas ulama dilarang masuk ke dalam masjid.
Namun, bagaimana caranya apabila darah haid tersebut menempel di pakaian? Seperti apa cara yang tepat untuk menyucikannya?
Abdul Qadir Muhammad Manshur dalam kitab Panduan Shalat An-Nisaa menjelaskan, di dalam syariat dan kaidah fikih disebutkan bahwa salah satu cara menyucikan pakaian yang terkena darah haid adalah dengan mencucinya.
Ummu Qais binti Mihshan bertanya kepada Rasulullah SAW tentang darah haid yang mengenai pakaian. Beliau bersabda, "Aghsilihi bil-maa-i wassidri wa hukkihi walaw bidhila'in." Yang artinya, "Cucilah ia (pakaian yang terkena darah haid) dengan air dan bidara. Dan gosoklah ia meskipun dengan tulang rusuk." (HR Ibnu Majah).
Yang dimaksud pada hadis tersebut adalah potongan kayu yang diserupakan dengan tulang rusuk. Asma binti Abu Bakar as-Siddiq meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang darah haid yang menempel pada pakaian. Beliau bersabda, "Garuklah ia dan cucilah ia, lalu bershalatlah dengannya" (HR Ibnu Majah).
Sedangkan, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Khaulah binti Yasar mendatangi Nabi Muhammad SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki selain sepotong baju. Dan aku haid saat memakainya." Kemudian Rasulullah SAW menjawab, "Apabila kamu telah suci maka cucilah tempat darah, lalu bershalatlah dengannya."
Khaulah berkata lagi, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika bekasnya tidak hilang?" Nabi bersabda, "Cukup bagimu air. Dan bekasnya tidak membahayakanmu." Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, kadarnya dhaif.
Adapun dalam hadis lainnya, Ummu Salamah berkata, "Dulu seorang dari kami haid dalam pakaiannya. Apabila hari kesuciannya telah tiba, dia mencuci bagian yang terkena haid lalu bershalat dengan pakaiannya itu. Adapun sekarang, seorang dari kalian menyuruh pembantunya untuk mencuci pakaiannya apabila hari kesuciannya telah tiba."
Menyucikan pakaian yang terkena darah haid dapat mengacu pada beberapa indikator suci. Seperti telah hilangnya warna, bau, dan juga volume darah haid yang menempel di pakaian tersebut.

Perhatikan tata cara bersuci dari haid
Di sisi lain, tata cara perempuan bersuci dari haid pun telah dijabarkan dengan detail. Sayidah Aisyah meriwayatkan bahwa seorang perempuan bertanya kepada Nabi tentang tata cara mandi dari haid.
Nabi kemudian bersabda, "Ambillah sedikit minyak kasturi dan bersucilah dengannya." Perempuan itu berkata, "Bagaimana aku bersuci dengannya?" Nabi menjawab, "Subhanallah. Bersucilah dengannya." Kemudian, Sasyidah Aisyah menariknya dan berkata, "Bersihkanlah sisa-sisa darah." Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan an-Nasa'i.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjabarkan, para fukaha saling berselisih pendapat tentang tanda kesucian. Kelompok pertama berpandangan bahwa tanda kesucian adalah terlihatnya cairan putih atau kekeringan.
Pendapat tersebut dianut oleh Imam Malik dan para pengikutnya. Sama saja apakah biasanya seorang perempuan mendapatkan kesucian dengan cairan putih atau dengan kekeringan, mana pun di antara keduanya yang dia lihat maka dia telah suci dengannya.
Kelompok kedua membuat pembedaan dengan mengatakan bahwa apabila seorang perempuan termasuk yang biasa melihat cairan putih maka dia belum suci sampai melihatnya. Sedangkan, apabila dia termasuk yang tidak biasa melihat cairan putih maka kesuciannya adalah kekeringan.
Adapun penyebab perselisihan mereka adalah bahwa sebagian dari mereka memperhatikan kebiasaan dan sebagian yang lain memperhatikan berhentinya darah saja. Ada juga yang mengatakan bahwa perempuan yang biasanya mendapatkan kesucian dengan kekeringan telah suci dengan terlihatnya cairan putih.
Sementara itu, perempuan biasanya mendapatkan kesucian dengan cairan putih belum suci dengan adanya kekeringan. Ada juga yang mengatakan sebaliknya. Semua itu adalah pendapat para pengikut Imam Malik.
Shinzo Abe dan Warisannya untuk Muslim Jepang
Abe yang wafat di usia 67 tahun menjadi perdana menteri terlama di Jepang.
SELENGKAPNYAFenomena ‘Citayam Fashion Week’ di Sudirman Jadi Tren
Referensi gaya hidup di perkotaan banyak berkeliaran di media sosial dan mendapatkan apresiasi masyarakat.
SELENGKAPNYA