Kabar Utama
Presiden Jokowi: Krisis Datang Bertubi-tubi
Jokowi mengatakan, Bank Dunia maupun IMF menyampaikan akan ada 60 negara yang ekonominya ambruk.
JAKARTA – Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan soal krisis pangan. Kepala negara mengatakan, dunia tengah menghadapi keadaan yang tak mudah dan penuh dengan ketidakpastian.
Meskipun pernah mengalami beberapa krisis, Indonesia kali ini menghadapi krisis yang bertubi-tubi akibat pandemi, perang Ukraina-Rusia, hingga krisis pangan dan energi. Jokowi menyampaikan hal ini saat meresmikan pembukaan Rakernas II PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (21/6).
“Krisis karena pandemi, mau pulih, kemudian ada perang, kemudian merembet ke mana-mana, masuk ke krisis pangan, masuk ke krisis energi, masuk ke krisis keuangan. Kalau kita semakin tahu, semakin ngeri,” kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, Bank Dunia maupun IMF menyampaikan bahwa akan terdapat 60 negara yang ekonominya ambruk. Sementara itu, 42 negara di antaranya dipastikan tengah mengalami krisis ekonomi.
“Kalau satu, dua, atau tiga negara krisis, bisa dibantu mungkin dari lembaga-lembaga internasional. Tapi, kalau sudah 42, nanti betul dan mencapai bisa 60 betul, kita enggak ngerti apa yang harus kita lakukan,” ucap dia.
Karena itu, ancaman tersebut harus diwaspadai bersama. Jokowi menyebut keadaan saat ini bukanlah kondisi yang normal dan perlu kehati-hatian untuk menghadapi berbagai ancaman krisis tersebut. Selain itu, menurut dia, masyarakat juga harus memahami kondisi global yang sangat berat.
Ia kemudian membandingkan krisis energi di sejumlah negara lain yang diikuti dengan kenaikan harga. Di Singapura dan di Jerman, kata jokowi, harga bensin telah mencapai Rp 31 ribu per liter. Di Thailand, harga bensin mencapai Rp 20 ribu per liter. Sementara di Indonesia, pemerintah masih memberikan subsidi sehingga harga Pertalite masih Rp 7.650 dan Pertamax Rp 12.500.
“Hati-hati, ini bukan harga sebenarnya lho. Ini adalah harga yang kita subsidi dan subsidinya besar sekali,” kata dia.
Jokowi mengungkapkan, total subsidi yang digelontorkan pemerintah telah mencapai Rp 502 triliun. Bahkan, menurut Jokowi, total anggaran subsidi ini dapat digunakan untuk membangun ibu kota negara yang membutuhkan biaya hingga Rp 466 triliun.
Meski subsidi tersebut memberatkan APBN, Jokowi memastikan pemerintah masih akan memberikan subsidi kepada masyarakat. “Tidak mungkin ini tidak kita subsidi, akan ramai kita juga. Hitung-hitungan sosial-politiknya juga kita kalkulasi,” ujar Jokowi.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengajak masyarakat untuk terus berproduksi guna membangun ketahanan pangan. Ia mengatakan, masalah pangan menjadi fokus pemerintah ke depan karena adanya ancaman krisis pangan dunia.
Menurut Jokowi, masing-masing daerah dapat bergerak sesuai kekuatan dan karakternya untuk membangun kekuatan besar di sektor pangan. “Jadi, kalau masing-masing daerah bergerak sesuai kekuatan dan karakternya, kita akan bisa betul-betul membangun kekuatan besar di sektor pangan, produksi akan melimpah, dan diversifikasi pangan bisa dipertahankan. Inilah kekuatan besar bangsa kita. Jadi, rakyat harus diajak terus berproduksi,” ujarnya.
Namun, kata Jokowi, pemerintah harus mampu menyerap produksi pangan dari masyarakat, baik digunakan sebagai stok maupun untuk ekspor jika pasokan berlebih. “Ini baru kita desain siapa yang mengambil, siapa yang membeli, baru kita desain. Bisa RNI, bisa Bulog. Tapi, negara harus ambil produksinya,” kata dia.
Ia menjelaskan, masyarakat di berbagai daerah tak perlu dipaksa untuk menanam kebutuhan pangan yang tak sesuai dengan karakteristik masing-masing warganya. Sebab, setiap daerah memiliki keunggulan pangan sesuai dengan karakteristik tanah, kondisi masyarakat, dan tradisi makan masyarakat.
Jokowi mencontohkan, daerah Papua cocok untuk menanam sagu. Selain sagu, ada pula tanaman sorgum yang hanya cocok ditanam di NTT dan bisa menjadi alternatif pengganti gandum di tengah kenaikan harga yang sangat tinggi. Pemerintah pun telah mencoba untuk menanam sorgum di lahan seluas 40 hektare di Waingapu, NTT.
Harga bahan pokok mengalami lonjakan belakangan ini. Salah satu penyebabnya adalah produksi petani terganggu oleh cuaca yang tak menentu
Di Kota Bandung, Jawa Barat, misalnya, harga sejumlah bahan pokok di Pasar Kosambi, Kota Bandung, mengalami kenaikan yang menyebabkan jumlah pembeli berkurang. Beberapa komoditas yang naik di antaranya cabai dan tepung terigu serta komoditas sayuran.
Salah seorang pedagang di Pasar Kosambi, Yati (50 tahun), mengungkapkan, harga cabai tanjung dari Rp 60 ribu per kilogram menjadi Rp 80 ribu, bahkan bisa mencapai Rp 100 ribu per kilogram. Harga cabai rawit pun dari Rp 70 ribu naik menjadi Rp 100 ribu.
"Ada pembeli yang tadinya mau beli 1 kilogram jadi setengah kilogram, yang mau beli seperempat jadi beli 1 ons. Pembeli jelas jadi berkurang jumlah pembeliannya," ujarnya, Selasa (21/6).
Ia melanjutkan, harga cabai keriting naik dari Rp 60 ribu menjadi Rp 80 ribu per kilogram. Menurut dia, kenaikan harga komoditas bahan pokok sudah berlangsung sejak dua pekan ke belakang. "Harga itu dari Lebaran naik, tapi tidak terlalu tinggi. Sekarang tinggi banget," katanya.
Ia menjelaskan, penyebab harga naik di antaranya proses panen yang tidak terlalu bagus. "Katanya kan dipanen dengan dipetik, jadi jelek, ini bintik-bintik. Ada yang bagus juga ada," katanya. Meski harga naik, ia mengaku tidak sulit mencari barang jualan yang dapat diperoleh di Pasar Caringin.
Kepala Bidang Distribusi dan Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung Meiwan Kartiwa mengatakan, penyebab kenaikan harga sejumlah komoditas sayuran adalah faktor cuaca, gagal panen, serta permintaan yang banyak. Sedangkan, kenaikan harga tepung terigu adalah dampak dari impor.
"Kalau terkait barang-barang seperti cabai, memang lagi musim gagal panen, kalau enggak salah. Kalau terigu, saya pikir naiknya tidak signifikan, itu imbas dari yang impor," ungkapnya.
Ia mengatakan, faktor cuaca menyebabkan komoditas pertanian tidak terlalu banyak dan stok berkurang serta cepat busuk. Pasokan cabai berasal dari Jawa Timur, Bandung Raya, Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya. “Diharapkan tidak terlalu naik (saat Idul Adha) kenaikan. Kalau naik, jangan terlalu tinggi," katanya.
Badan Pangan Nasional (NFA) menyatakan akan memobilisasi pasokan cabai dari wilayah sentra produksi, khususnya dari Sulawesi Selatan, ke Jabodetabek. Langkah itu merupakan upaya pemerintah untuk menurunkan harga cabai yang makin tinggi, terutama di sekitar Ibu Kota.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menuturkan, penambahan ketersediaan cabai efektif untuk mengintervensi tingginya harga cabai di tingkat pasar. Pekan lalu, sedikitnya 3,5 ton cabai didatangkan dan akan terus dipasok hingga harga kembali normal.
“Harga cabai sudah mulai bergerak turun dan akan kita jaga agar harga terus stabil. Ini tahap awal fasilitasi logistik cabai. Fasilitasi logistik berikutnya kita akan terus tekan harga cabai hingga sekitar Rp 60 ribu per kg,” ujarnya.
Arief sebelumnya mengatakan, NFA akan memfasilitasi pendistribusian cabai rawit merah dari wilayah surplus ke pasar induk di Jabodetabek. Selain cabai, NFA juga akan memfasilitasi distribusi bawang merah dari petani asal Kabupaten Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat untuk dikirim ke Jabodetabek.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Presiden: Segera Kendalikan Harga Bahan Pokok
Mendag menargetkan dapat menyelesaikan persoalan minyak goreng dalam waktu satu bulan.
SELENGKAPNYAWHO Tegaskan Pandemi Belum Usai
Negara anggota G-20 telah merintis adanya dana perantara keuangan atau financial intermediary fund (FIF) untuk mengantisipasi pandemi pada masa mendatang.
SELENGKAPNYASatu Abad NU, Momentum Kebangkitan Baru
Ada sembilan klaster program utama yang sudah disiapkan PBNU untuk menyambut satu abad usia NU.
SELENGKAPNYA