
Teraju
Jalan Terjal Transformasi Energi Jerman
Ketergantungan pasokan gas dari Rusia menjadi kendala rencana transformasi produksi energi listrik di Jerman.
OLEH RAHMAT HADI SUCIPTO
Nyaris semua negara berkomitmen untuk melakukan transformasi energi. Mereka ingin beralih dari menggunakan energi yang berbasis fosil menjadi energi yang terbarukan. Tentu ada banyak faktor sehingga mereka mengambil keputusan tersebut.
Salah satu alasan utama yang menjadi pertimbangan adalah karena energi terbarukan tak menciptakan emisi karbon. Setidaknya bila terjadi emisi karbon, sumber energi terbarukan bakal menghasilkannya dalam jumlah yang minimalis.
Jerman menjadi salah satu negara yang sudah memulai transformasi energi. Negara ini bahkan melakukannya secara radikal dengan meninggalkan energi yang berbasis nuklir. Untuk memberikan pasokan energi listrik bagi seluruh warga negaranya, Jerman tak lagi secara penuh menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Pada akhir 2021, Jerman menutup tiga PLTN miliknya dari enam yang tersisa. Negara ini akan menutup tiga lainnya hingga akhir 2022 ini. Dengan demikian, mulai 2023 mendatang Jerman sudah tak lagi menggunakan PLTN sebagai sumber pasokan energi listrik bagi seluruh masyarakatnya.

Penutupan PLTN tersebut jelas membawa konsekuensi. Selama ini nuklir menjadi salah satu sumber pasokan listrik utama bagi Jerman. Tentu saja Jerman harus berjibaku meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Namun, Jerman tak sanggup memenuhi semua sumber pasokan listrik dari energi terbarukan.
Sembari menyiapkan energi hijau, Jerman terpaksa kembali menggunakan sumber energi dari batu bara. Penggunaan batu bara hingga 2021 masih tinggi, mencapai 28,1 persen dari total produksi listrik di Jerman. Meski demikian, penggunaan energi terbarukan meningkat sejak Jerman menghentikan secara bertahap PLTN miliknya.
Keputusan Jerman menutup PLTN mengikuti amanah Undang-Undang Energi Nuklir 2011 (Atomgesetz). UU ini menjadi acuan bagi Jerman dalam mencabut izin untuk mengoperasikan reaktor nuklir sebagai pembangkit listrik sesuai dengan jadwal penghentian.
Dari memiliki andil sebesar 22,2 persen terhadap total pembangkit listrik pada 2010, kontribusi nuklir menurun menjadi 11,9 persen pada 2021. Pada saat yang sama, energi terbarukan seperti angin, solar PV, dan biogas menyediakan sekitar 44,1 persen pembangkit listrik pada 2020. Namun, kontribusi energi terbarukan dalam membangkitkan listrik sempat menurun menjadi 40,9 persen pada 2021 lalu.

Sumber energi terbarukan terbesar di Jerman bersumber dari Pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB). Tercatat pada 2021 PLTB Jerman mampu memproduksi listrik kotor sebesar 117,7 miliar kilowatt (kWh) atau mencapai 20,3 persen dari total produksi listrik dari sumber energi terbarukan. Urutan kedua bersumber dari energi photovoltaic yang menyumbang energi listrik kotor sebesar 49 miliar kWh atau 8,5 persen dari total produksi listrik.
Berikutnya adalah energi biomassa sebanyak 45 miliar kWh (7,8 persen), pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebanyak 19,1 miliar kWh (3,3 persen), sampah rumah tangga mencapai 5,7 miliar kWh (1,0 persen), serta geothermal sebesar 0,2 miliar kWh.
Dengan komposisi sebesar itu, kini energi terbarukan menjadi sumber produksi listrik terbesar di Jerman dengan angka sebesar 41 persen pada 2021, turun dari 44,1 persen pada 2020. Batu bara lumayan besar kontribusinya sebesar 28,1 persen pada 2021 dan menempati urutan kedua setelah energi terbarukan.
Gas alam berada pada urutan ketiga dengan angka sumbangannya sebesar 15,4 persen. Menyusul berikutnya adalah sumber energi nuklir 11,9 persen, sumber lain 2,9 persen, dan minyak yang hanya tercatat sebesar 0,8 persen.
Triwulan kedua melonjak
Berdasarkan laporan Clean Energy Wire, sumber energi terbarukan telah menyumbang 50 persen dari konsumsi listrik di Jerman pada kuartal pertama tahun 2022. Laporan the Centre for Solar Energy and Hydrogen Research Baden-Wuerttemberg (ZSW) serta German Association of Energy and Water Industries (BDEW) menyebutkan, jumlah ini sekitar sembilan persen lebih banyak dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 lalu.
Total sekitar 73,1 miliar kilowatt jam (kWh) listrik di Jerman dihasilkan dari energi angin, energi matahari, tenaga air, dan sumber energi terbarukan lainnya antara Januari dan Maret 2022. Energi terbarukan luar biasa kuat dalam dua bulan pertama tahun 2022 ini.
Cuaca badai pada Februari menyebabkan pangsa energi terbarukan sebesar 62 persen. Pada Januari 47 persen. Lalu, pada Maret 2022 terlihat lebih sedikit angin, tetapi lebih banyak sinar matahari, dan mampu menghasilkan pangsa sebesar 41 persen.

"Peningkatan pangsa energi terbarukan dalam konsumsi listrik memang menggembirakan, tetapi seharusnya tidak menyembunyikan fakta bahwa ekspansi energi angin dan matahari saat ini terlalu lamban," ungkap Kepala BDEW Kerstin Andreae. “Agar cepat menjadi independen dari impor energi Rusia, kami sangat perlu mempercepat perluasan sumber energi terbarukan.”
Andreae menyerukan perencanaan dan persetujuan legislasi yang lebih efisien untuk mengimplementasikan proyek turbin angin dan pembangkit fotovoltaik lebih cepat serta perluasan jaringan listrik. "Jangan sampai listrik terbarukan hilang karena kita kekurangan jaringan," ujarnya.
Jerman ingin memerangi krisis iklim dan ketergantungannya yang besar pada impor bahan bakar fosil dengan mempercepat peluncuran energi terbarukan melalui perombakan besar-besaran undang-undang energi utama. Reformasi kebijakan energi terbesar dalam beberapa dekade, koalisi Social Democrats (SPD), Greens and Free Democrats (FDP) baru-baru ini mengusulkan untuk mengangkat peluncuran tenaga angin dan surya ke tingkat yang sama sekali baru.
Hambatan muncul
Dengan keterbatasan dan hambatan yang ada, Jerman pada awal Maret 2022 lalu terpaksa menuangkan air dingin untuk memperpanjang masa hidup pembangkit nuklirnya demi membantu mengurangi ketergantungannya pada gas Rusia. Mereka perlu membangun sumber energi alternatif dengan kecepatan ekstra.
Menteri Ekonomi dan Lingkungan Jerman Robert Habeck mengatakan, terminal gas alam cair (LNG) pertama di negara itu akan siap dalam waktu dua tahun ke depan. Menanggapi invasi Rusia ke Ukraina, ekonomi terbesar Eropa tersebut juga sempat melontarkan gagasan untuk mempertahankan pembangkit nuklir sebagai bagian dari campuran energinya untuk diversifikasi jauh dari Rusia.
Habeck mengemukakan, setelah melihat skenario jangka pendek dan jangka menengah, Jerman telah memutuskan biaya dan risiko untuk menjaga fasilitas nuklir tetap terbuka melebihi manfaat yang terbatas. Meski demikian, Jerman tetap dengan komitmennya untuk menutup tiga PLTN tersisa pada akhir tahun 2022 ini.
"Sebagai akibat dari menimbang manfaat dan risiko, perpanjangan masa operasi tiga pembangkit listrik tenaga nuklir yang tersisa tidak direkomendasikan, juga mengingat krisis gas saat ini," katanya.
Setelah pembicaraan dengan menteri energi dari 16 negara bagian Jerman, Habeck mengatakan negara itu harus mendiversifikasi sumber energinya, termasuk dengan membangun terminal LNG di utara secepat mungkin. "Kami sangat setuju bahwa pembangunan jaringan listrik, terminal LNG, dan energi terbarukan harus dilakukan dengan kecepatan ekstra," kata Habeck.
Ditanya berapa lama waktu yang dibutuhkan sebelum terminal LNG yang direncanakan dapat menggantikan gas Rusia, Habeck merujuk pada dua tahun yang dibutuhkan negaranya untuk menyelesaikan pembangunan mega-factory di luar Berlin.
Alternatif lain yang sedang dipertimbangkan termasuk lebih banyak memanfaatkan tenaga surya dan angin serta menjaga pembangkit listrik tenaga batu bara yang akan ditutup nantinya dalam keadaan siaga untuk keadaan darurat.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Jerman telah memetakan perubahan pada sistem energinya untuk mengurangi ketergantungan pada gas Rusia. Selama ini, gas dari Rusia menyumbang dua pertiga impor gas alam Jerman.
Ketergantungan gas pada negara lain membuat Jerman dan negara-negara Eropa lainnya sering kelimpungan. Tahun lalu dan awal 2022 juga mereka kelabakan karena harga gas dan batu bara melejit sangat tinggi. Inggris, misalnya, terpaksa mendorong penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara meski harganya melejit. Namun, mereka lebih memilih batu bara karena harganya tetap jauh lebih murah dibandingkan dengan harga gas.
"Kita harus mengakui bahwa pada masa lalu kita terlalu bergantung pada impor Rusia," kata Habeck. "Dalam jangka menengah dan panjang, kita akan mengurangi konsumsi bahan bakar fosil secara signifikan."
Tim Habeck berencana mempercepat pengesahan Undang-Undang Sumber Energi Terbarukan (EEG) melalui parlemen sehingga dapat mulai berlaku pada 1 Juli. Tindakan itu akan membuat Jerman menangguhkan pemotongan subsidi untuk panel surya baru pada atap tahun ini dan meningkatkan tender solar menjadi 20 gigawatt pada 2028 dari sekitar lima gigawatt sekarang, mempertahankannya pada level itu hingga 2035.

Jerman juga akan meningkatkan volume tender untuk energi angin darat menjadi 10 gigawatt (GW) per tahun pada 2027 dari sekitar dua gigawatt sekarang dan mempertahankannya pada tingkat tersebut hingga tahun 2035.
Langkah-langkah ini akan membantu sumber-sumber terbarukan menyumbang 80% dari kebutuhan listrik Jerman pada 2030 dan semuanya pada 2035, dibandingkan dengan target sebelumnya untuk meninggalkan bahan bakar fosil jauh sebelum tahun 2040.
Pada 2035, kapasitas energi angin darat Jerman akan meningkat dua kali lipat menjadi 110 GW, energi angin lepas pantai akan mencapai 30 GW, dan energi matahari akan meningkat tiga kali lipat menjadi 200 GW.
Namun, Habeck menolak seruan agar Jerman mempertimbangkan kembali untuk menggunakan tenaga batu bara dan nuklir sehubungan dengan invasi Rusia. "Batu bara dan nuklir bukan alternatif bagi Jerman," katanya.
Setengah dari batu bara Jerman juga diimpor dari Rusia. Habeck secara tegas mengemukakan tidak mungkin untuk membuat pembangkit nuklir tetap online karena mereka tidak memiliki persetujuan untuk tetap beroperasi.
Dengan komitmen tersebut, Jerman telah menetapkan garis tegas ke arah energi yang lebih ramah lingkungan dalam mendukung produksi listriknya. Negara ini bahkan tak ada kompromi untuk kembali mengaktifkan PLTN sebagai sumber pasokan listriknya.
Tahun Ini, Anggaran Pemilu 2024 Cair Rp 8 Triliun
Dana Pemilu 2024 disetujui dalam rapat konsinyering sebanyak Rp 76,6 triliun dan dianggarkan sampai 2025.
SELENGKAPNYABuruh Ancam Mogok Jika Revisi UU Ciptaker Dilanjutkan
Selain menolak UU Cipta Kerja, buruh menyuarakan 17 tuntutan.
SELENGKAPNYARidwan Kamil Berpeluang Maju Pilpres Lewat KIB
Komposisi capres cawapres di KIB masih sangat cair.
SELENGKAPNYA