Nasional
PMK Diduga dari Impor Ternak Ilegal
Diperlukan efek kuat dan dana besar untuk benar-benar membuat Indonesia bebas PMK.
SURABAYA -- Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) Mustofa Helmi Effendi menduga penyakit mulut dan kuku (PMK) yang mewabah di Tanah Air berasal dari luar negeri. Perkiraannya mengenai PMK di Indonesia diperoleh lewat masuknya hewan berkuku belah dari negara yang belum bebas PMK.
Virus tersebut, kata dia, bukan berasal dari daging. Menurut Mustofa, meskipun Indonesia mengimpor daging dari India dan Brasil, dalam proses impor yang legal pastinya sudah dilakukan pengecekan oleh Rumah Potong Hewan (RPH).
Mustofa pun menyampaikan kemungkinan adanya impor ilegal hewan berkuku belah kecil yang membawa virus PMK dan menyebar ke hewan ternak lain di dalam negeri. "Dimungkinkan adanya impor ilegal hewan berkuku belah kecil seperti kambing atau domba yang membawa PMK ini," ujar Mustofa, Jumat (13/5).
Karena virus PMK bukan berasal dari daging, artinya hewan ternak yang terserang PMK dagingnya tetap aman dikonsumsi. Asalkan pengolahannya benar, yakni dengan cara direbus atau dilayukan terlebih dahulu. Teknik merebus maupun melayukan dapat mematikan virus penyebab PMK yang ada pada hewan berkuku belah, seperti sapi, kambing, dan domba.
Mustofa melanjutkan, Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) memang menyatakan hewan-hewan yang tertular PMK harus dilakukan pemusnahan. Akan tetapi, konsep yang diadopsi oleh negara-negara maju ini tidak bisa diadopsi di Indonesia karena akan mengakibatkan efek yang membahayakan para peternak juga keuangan negara.
Setelah ternaknya sembuh, peternak diminta tidak buru-buru menjual hewannya. Sebab, meskipun PMK merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya setelah 14-21 hari, sapi bisa menularkan PMK hingga satu tahun setelah sembuh. Bahkan kerbau bisa menularkan hingga lima tahun setelah sembuh.
Mustofa menyampaikan, diperlukan efek yang kuat dan dana besar untuk benar-benar membuat Indonesia bebas PMK jika dibandingkan kerugian yang dialami akibat PMK. Dengan dana cukup untuk melakukan vaksinasi yang masif, maka diperkirakan dua hingga tiga tahun ke depan Indonesia dapat bebas dari PMK.
Merebaknya PMK, menurut akademisi dari Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Juni Sumarmono, memperlihatkan pentingnya biosekuriti yang ketat guna mencegah meluasnya wabah. "Pada intinya perlu biosekuriti yang ketat guna mencegah kuman penyakit," kata Juni.
Dia menjelaskan, semua pihak juga perlu bergerak cepat mengambil tindakan mencegah meluasnya PMK. "Indonesia sudah pernah dinyatakan bebas PMK dan saat ini muncul lagi kasusnya. Jika nantinya meluas perlu waktu yang lama dan biaya besar untuk menanganinya," katanya.
Masyarakat dapat berpartisipasi dengan melaporkan kasus PMK pada hewan yang dimiliki, membakar sisa-sisa hewan yang terinfeksi, dan tidak membawa hewan terinfeksi ke daerah lain.
Dosen Fakultas Peternakan Unsoed bidang khusus penanganan pascapanen dan teknologi pengolahan hasil ternak itu menjelaskan, PMK bersifat akut, cepat menyebar, dan menimbulkan kerugian besar karena menurunnya produktivitas ternak dan kematian. Penyebab PMK, kata dia, adalah aphthovirus yang menyebar dari hewan ke hewan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Segera Atasi Wabah PMK
Ketangkasan pemerintah mengatasi wabah ini akan menjadi kunci persoalan PMK tidak melebar.
SELENGKAPNYAWabah PMK Buat Masyarakat Waswas Konsumsi Daging
Wabah PMK mulai menimbulkan dampak dalam perdagangan daging akibat kekhawatiran konsumen.
SELENGKAPNYAKasus Positif PMK Ditemukan di Jateng dan Jabar
Belasan sapi positif PMK di Boyolali membaik setelah menerima pengobatan.
SELENGKAPNYA