Kabar Utama
Indonesia Cetak Suprlus Dagang Terbesar
Kenaikan harga komoditas melanjutkan tren surplus neraca perdagangan Indonesia.
JAKARTA -- Neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2022 kembali mencatatkan surplus. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai surplus dagang tembus hingga 4,53 miliar dolar AS. Kenaikan harga komoditas menjadi pendorong tumbuhnya nilai ekspor, sehingga Indonesia bisa melanjutkan tren surplus neraca perdagangan.
Surplus dagang pada Maret mengalami kenaikan dari Januari maupun Februari 2022 yang masing-masing sebesar 960 juta dolar AS dan 3,83 miliar dolar AS. Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, nilai surplus pada bulan lalu kembali mencetak rekor neraca dagang. Begitu pula dengan nilai ekspor yang mencetak rekor berkat naiknya harga komoditas.
"(Surplus dagang) Ini tertinggi sepanjang sejarah Indonesia dan surplus neraca dagang ini terjadi secara beruntun selama 23 bulan terakhir," kata Margo dalam konferensi pers, Senin (18/4).
Ia menuturkan, komoditas yang paling besar membantu pencapaian surplus dagang, di antaranya bahan bakar mineral, minyak hewan/nabati serta besi dan baja. Adapun, negara penyumbang surplus terbesar yakni Amerika Serikat. Neraca dagang Indonesia dengan AS mencatat surplus 2,03 miliar dolar AS sepanjang bulan Maret 2022.
Pada Maret lalu, nilai ekspor Indonesia mencapai 26,5 miliar dolar AS, naik 29,42 persen dibandingkan Februari (month to month/ mtm), juga meningkat 44,36 persen dibandingkan Maret 2021 (year on year/yoy). "Ekspor nonmigas menyumbang 94,7 persen dari total ekspor di bulan Maret 2022," ujarnya.
Adapun nilai impor tercatat sebesr 21,97 miliar dolar AS, naik 32,02 persen. Menurut penggunaan barang pada impor nonmigas, seluruhnya kompak mengalami kenaikan. Impor konsumsi senilai 1,82 miliar dolar AS, naik 51,22 persen mtm dan naik 26 persen yoy.
Nilai impor bahan baku/penolong tercatat mencapai 17,02 miliar dolar AS. Melonjak 32,6 persen mtm dan meningkat 31,53 persen yoy. Sementara untuk impor barang modal tercatat 3,13 miliar dolar AS, ,engalami kenaikan 20,3 persen mtm sekaligus meningkat 30,12 persen yoy. "Kebutuhan impor kita sebagian besar untuk penuhi sektor industri yakni dari barang modal dan bahan baku," kata Margo.
Margo dalam paparannya juga menyampaikan, terjadi kenaikan signifikan terhadap harga energi dan komoditas pangan dunia. Kenaikan harga-harga itu membawa dampak negatif dan positif bagi Indonesia sebagai eksportir komoditas.
Margo menyampaikan, rata-rata harga minyak mentah (ICP) global sepanjang Maret 2022 tembus 113,5 dolar AS per barel, naik 78,74 persen jika dibandingkan posisi Maret 2021 lalu yang masih 63,5 dolar AS per barel. Begitu pula untuk harga batu bara, salah satu sumber energi listrik, yang tembus 294,4 dolar AS per metrik ton (mt). Harga batu bara melonjak hingga 224,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Selain itu, harga gas alam tercatat sudah mencapai 42,4 dolar AS per million british termal unit (mmbtu). Margo mengatakan, kenaikan harga gas dunia tercatat tembus 591,9 persen dari Maret 2021 yang hanya 6,1 dolar AS per mmbtu.
Adapun harga minyak sawit (CPO) pada Maret 2022 sudah bertengger di angka 1.777 dolar AS per mt, naik 72,4 persen dari periode sama tahun lalu yang masih 1.030,5 dolar AS per mt.
Kenaikan harga komoditas juga terjadi untuk pangan serealia. Gandum, misalnya, harga pada bulan Maret 2022 sudah mencapai 486,3 dolar AS per mt, melonjak 78,05 persen dari periode 2021 sebesar 273,1 dolar AS per mt.
"Harga pangan maupun energi dunia di bulan Maret ini memang sudah terjadi peningkatan cukup signifikan," kata Margo.
Kenaikan harga-harga komoditas itu memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Sebab, Indonesia merupakan eksportir terbesar komoditas seperti batu bara da sawit. Alhasil, nilai ekspor Indonesia pun mencatat rekor hingga mencapai 26,5 miliar dolar AS. "Nilai ekspor Indonesia merupakan yang terbesar sepanjang sejarah," kata Margo.
Kenaikan nilai ekspor ini terjadi di tengah konflik Rusia-Ukraina yang berdampak pada situasi ekonomi global. Kendati demikian, Margo tak bisa memastikan apakah kenaikan ekspor ini juga merupakan dampak dari perang yang terjadi.
Hal yang pasti, kata Margo, kenaikan nilai ekspor murni akibat kenaikan harga-harga komoditas. "Faktor harga yang utama sedangkan faktor pengaruh perang perlu dikaji lebih dahulu," katanya.
Kenaikan harga komoditas dunia juga memberikan dampak negatif bagi situasi domestik. Melonjaknya harga minyak dunia telah menyebabkan kenaikan harga BBM Pertamax milik Pertamina sebesar 38 persen dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 per liter. Itu karena Indonesia telah menjadi negara net importir BBM. Di sisi lain, pemerintah juga mulai memberikan sinyal adanya kenaikan harga gas elpiji.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai, surplus dagang yang berhasil dicapai Indonesia dipengaruhi sentimen kenaikan harga komoditas global. Hal itu merupakan salah satu dampak dari sentimen geopolitik yakni konflik Rusia-Ukraina yang terbukti membuat harga energi dan pangan dunia melonjak.
"Tidak hanya harga minyak dunia yang naik, tapi komoditas seperti batu bara, minyak sawit, nikel yang merupakan komoditas unggulan Indonesia harganya naik. Ini memang berkah terselubung bagi Indonesia," kata Yusuf kepada Republika, Senin (18/4).
Yusuf mengatakan, selain karena faktor harga, diakui terdapat peningkatan permintaan terhadap komoditas Indonesia. Salah satunya, minyak sawit (CPO), seperti dari India dan Pakistan yang mempersiapkan bulan Ramadhan pada April. Kendati demikian, Yusuf menilai, secara umum pertumbuhan volume ekspor pada Maret tidak tumbuh signifikan.
Sebaliknya, pertumbuhan kenaikan harga yang justru terlihat sangat tinggi. "Karena itu, kenaikan surplus dagang bulan lalu dapat disimpulkan akibat harga," katanya.
Terkait pertumbuhan impor, Yusuf menilai, hal ini mengindikasikan bahwa industry sedang meningkatkan kapasitas produksi. Apalagi, peningkatan produksi itu bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tapi juga untuk kebutuhan ekspor.
Yusuf menambahkan, manfaat peningkatan penerimaan dari melonjaknya nilai ekspor diharapkan dapat kembalikan kepada masyarakat, salah satunya dalam bentu bantuan atau subsidi.
Surplus neraca perdagangan menimbulkan sentiment positif di pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin sore ditutup menguat 39,76 poin atau 0,55 persen ke posisi 7.275,29. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 5,31 poin atau 0,51 persen ke posisi 1.040,97.
"Katalis positif bagi IHSG yaitu dirilisnya data neraca perdagangan bulan Maret yang melampaui ekspektasi dengan surplus 4,53 miliar dolar AS didukung oleh nilai ekspor yang tertinggi sepanjang sejarah," tulis Tim Riset Indo Premier Sekuritas dalam ulasannya di Jakarta, Senin.
Perdagangan dengan Rusia-Ukraina defisit
Indonesia mengalami defisit dagang dengan Rusia dan Ukraina pada Maret 2022. Ekspor Indonesia ke dua negara yang masih berperang itu mengalami penurunan, sementara impor melonjak.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, penurunan yang terjadi bahkan masuk dalam lima besar negara tujuan ekspor yang mengalami penurunan terdalam. Margo menyampaikan, nilai ekspor ke Rusia turun sebesar 88,1 juta dolar AS. Penurunan itu merupakan yang terbesar, disebabkan anjloknya ekspor minyak hewan nabati serta mesin dan peralatan elektrik.
Sementara itu, penurunan ekspor ke Ukraina merupakan penurunan terbesar kelima setelah Rusia, Turki, Bulgaria, dan Mauritania.
BPS pun mencatat, total penurunan ekspor ke Ukraina sepanjang Maret 2022 mencapai 23,3 juta dolar AS. "Komoditas yang paling memicu penurunan ekspor ke Ukraina adalah lemak dan minyak hewan/nabati serta kertas karto dan barang," kata Margo dalam konferensi pers, Senin (18/4).
Perang antara Rusia dan Ukraina mulai terjadi pada akhir Februari, dimulai dari invasi militer Rusia ke Ukraina. Hingga pertengahan April ini, belum terdapat tanda berakhirnya perang antarkedua negara.
Secara keseluruhan, menurut Margo, neraca dagang Indonesia sepanjang Maret 2022 ataupun kuartal I 2022 dengan kedua negara itu pun kini mengalami defisit. "Padahal sebelumnya, Indonesia selalu mencatatnya surplus dagang."
Margo memaparkan, total ekspor Indonesia ke Rusia pada Maret 2022 hanya 67,5 juta dolar AS, jauh lebih kecil dari total nilai impornya yang membengkak menjadi 257,0 juta dolar AS. Dengan neraca itu, Indonesia mencatatkan defisit 189,5 juta dolar AS. Pada Maret 2021, Indonesia masih mencatatkan surplus 24,4 juta dolar AS.
Adapun secara kumulatif sepanjang kuartal I 2022, neraca dagang Indonesia dengan Rusia tercatat defisit 204,6 juta dolar AS, dari posisi surplus 42,2 juta dolar AS pada kuartal I 2021.
Situasi yang sama terjadi dalam neraca dagang Indonesia dengan Ukraina. Pada Maret 2022, Indonesia mencatatkan defisit 6,6 juta dolar AS dari Maret 2021, yang masih mengantongi surplus cukup besar, 38,9 juta dolar AS. Sedangkan sepanjang kuartal I 2022, Indonesia mencatat defisit 13,5 juta dolar AS atas Ukraina.
Padahal, pada kuartal I 2021, Indonesia masih mampu meraih surplus 53,6 juta dolar AS dalam perdagangan dengan Ukraina. "Mudah-mudahan kita bisa memperbaiki kinerja dagang kita dengan Rusia dan Ukraina pada waktu berikutnya," katanya.
Margo mengatakan, Rusia dan Ukraina memang memiliki peran strategis dalam perdagangan global. Rusia itu merupakan negara pengekspor kedua minyak mentah. "Untuk batu bara merupakan pengekspor ketiga dunia, dan untuk gandum adalah pengekspor terbesar di dunia," kata Margo saat konferensi pers di Jakarta, Senin.
Rusia juga merupakan pengekspor LNG terbesar ketujuh di dunia. Dengan demikian, Rusia cukup memberikan pengaruh kepada negara lain dalam tatanan global.
Hal tersebut juga terjadi pada Ukraina, yang merupakan pengekspor minyak nabati terbesar di dunia. Kemudian, Ukraina juga pengekspor terbesar keempat dunia untuk komoditas jagung, dan pengekspor terbesar kelima dunia untuk gandum.
Kendati demikian, neraca dagang Indonesia secara keseluruhan masih mencatatkan surplus pada Maret. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai surplus dagang tembus hingga 4,53 miliar dolar AS.
Positifnya kinerja dagang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat. Pada Senin (18/4), rupiah ditutup menguat 25 poin atau 0,17 persen ke posisi Rp 14.356 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.381 per dolar AS.
"Surplus neraca perdagangan membantu dalam memperkuat nilai rupiah terhadap dolar AS karena menambah suplai dolar," kata pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Erdogan: Turki Selalu Dukung Palestina
Erdogan bertelepon dengan Guterres membahas perkembangan di al-Aqsha.
SELENGKAPNYA‘Buktikan PeduliLindungi tak Langgar Privasi’
Ketua DPR meminta pemerintah bisa memberi bukti konkret lewat metode paling mudah dipahami masyarakat.
SELENGKAPNYAIndonesia Cetak Suprlus Dagang Terbesar
Kenaikan harga komoditas melanjutkan tren surplus neraca perdagangan Indonesia.
SELENGKAPNYA