Nasional
DPR Targetkan RUU TPKS Disahkan April
RUU TPKS terdiri dari 12 BAB dan 73 Pasal.
JAKARTA – Badan Legislasi (Baleg) DPR mulai membahas rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang terdiri dari 12 Bab dan 73 Pasal. Targetnya, RUU tersebut dapat disahkan sebelum masa reses pada 15 April mendatang.
"Mudah-mudahan RUU ini sebelum reses bisa kita sahkan. Jadi kalau saya lihat di jadwal kita, rapat panja dimulai hari Senin dan di jadwal kita akan melakukan raker kembali untuk pengambilan keputusan pada 5 April," ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dalam rapat kerja dengan pemerintah, Kamis (24/3).
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sendiri telah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) milik pemerintah terkait RUU TPKS. Seluruh fraksi dimintanya untuk mempelajari terlebih dahulu DIM tersebut.
"Kita harapkan bisa selesai ya, walaupun kalau saya melihat DIM dari pemerintah ada cukup banyak. Baik itu perubahan substansi, maupun tambahan materi muatan baru, seperti yang disampaikan Bu Menteri (PPPA) tadi," ujar Supratman.
Sementara itu, Wakil Ketua Baleg Abdul Wahid menyampaikan materi muatan dalam RUU TPKS. Pertama adalah pengaturan untuk menindak dan merehabilitasi pelaku kekerasan seksual.
"Pengaturan untuk menindak dan merehabilitasi pelaku, menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban, mencegah segala bentuk kekerasan seksual, dan mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual," ujar Abdul.
RUU TPKS juga akan mengatur tindak pidana terkait pelecehan non fisik dan berbasis elektronik. Serta, mengatur pemaksaan kontrasepsi yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya sementara waktu atau secara tetap dan eksploitasi yang dilakukan oleh korporasi.
"Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana kekerasan seksual dilakukan menggunakan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain oleh RUU ini," ujar Abdul.
Selain itu, korban kekerasan seksual akan mendapatkan tiga hak, yakni penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban. Adapun dalam bidang pencegahan, akan adanya koordinasi antara lembaga terkait dan pengawasan agar tindak pidana kekerasan seksual tidak terjadi.
"Selanjutnya materi muatannya mengatur peran serta masyarakat dan keluarga dalam upaya pencegahan dan pemulihan korban," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Anggota Baleg Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kurniasih Mufidayati menilai, RUU TPKS masih mencantumkan persetujuan seksual atau sexual consent. Karenya, ia mendorong agar RUU tersebut turut memasukkan tindak kesusilaan yang sudah ada dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Jikapun hal tersebut tak dimungkinkan, maka sebaiknya pembahasan dan pengesahan tentang RUU tentang Tindak Kekerasan Seksual ini dilakukan setelah RKUHP disahkan atau setidaknya dilakukan secara bersamaan dengan pembahasan dalam RKUHP," ujar Kurniasih.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menjelaskan, pemerintah akan membuat peraturan pelaksana dari rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Tujuan dari aturan turunan tersebut untuk memastikan implementasi dari undang-undang tersebut dapat berjalan dengan baik.
"Untuk memastikan muatan substansi dalam DIM dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan, maka akan ditindaklanjuti secara mendalam melalui peraturan-peraturan pelaksanaan dari RUU TPKS," ujar Bintang dalam rapat kerja Baleg DPR, Kamis (24/3).
RUU TPKS disebutnya akan mengatur tentang sistem yang komprehensif terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Ia memastikan, materi muatannya tidak akan tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang lain.
"Pemerintah memastikan bahwa dalam proses penyusunan DIM (daftar inventarisasi masalah), materi muatan yang diatur tidak tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena telah dilakukan proses harmonisasi," ujar Bintang.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Pembelajaran Tatap Muka 100 Persen Diminta Secepatnya
Awal pola pembelajaran tatap muka yang dijalankan tetap menyesuaikan dengan kondisi sekolah.
SELENGKAPNYAKPI: Utamakan Pendakwah Kredibel
KPI menyarankan agar pihak penyiaran mengundang sosok atau tokoh yang tidak berasal dari organsiasi terlarang.
SELENGKAPNYAKomunikasi Publik Penanganan Covid-19
Komunikasi publik harus jadi bagian kebijakan penanganan nasional Covid-19, yang komprehensif dan berkualitas.
SELENGKAPNYA