Nasional
KSP: Persiapan Pemilu tak Terganggu
Persiapan Pemilu 2024 tidak akan terganggu oleh proses pergantian komisioner KPU dan Bawaslu.
JAKARTA -- Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro memastikan persiapan Pemilu 2024 tidak akan terganggu oleh proses pergantian komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Menurutnya, KPU dan Bawaslu merupakan organisasi besar dan permanen serta ditopang oleh tim kesekretariatan secara lengkap di tiap jenjang mulai dari tingkat pusat dan daerah. “Kapan saja terjadi pergantian, tidak akan menggangu kinerja penyelenggara Pemilu 2024,” kata Juri, dikutip dari siaran pers, Kamis (17/3).
Terkait desakan agar Presiden Joko Widodo segera melantik komisioner KPU-Bawaslu periode 2022-2027, Juri menegaskan, hal itu akan menyalahi ketentuan yang mengamanatkan KPU dan Bawaslu memegang masa jabatan lima tahun.
“Masa jabatan KPU-Bawaslu periode 2017-2022 berakhir 11 April 2022. Jadi, pelantikan KPU-Bawaslu periode 2022-2027 dilaksanakan tanggal itu (11 April 2022),” kata Juri.
Sementara itu, sejumlah pihak masih merespons wacana penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Senator DPD asal Sulawesi Tengah Abdul Rachman Thaha mengingatkan, Luhut dapat terancam pidana pasal penyesatan informasi atau penyebaran hoaks menyusul klaim big data bahwa 60 persen dari 110 juta pengguna media sosial setuju penundaan pemilu.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, usulan penundaan Pemilu 2024 karena alasan adanya cebong dan kadrun sudah tidak relevan. Istilah cebong, kampret, dan kadrun digaungkan di era Pilpres 2019 yang mempertemukan Joko Widodo versus Prabowo Subianto.
"Setelah big data, sekarang argumentasi cebong-kadrun. Ini sudah tidak relevan semenjak Prabowo dan Sandiaga Uno menjadi pembantu (menteri) Presiden Jokowi. Lagi pula itu argumen yang paling tak berkualitas dan sama sekali tak ada relevansinya dengan penundaan pemilu," ujar Kamhar dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika, Kamis (17/3).
Dia mengaku miris melihat sikap menteri yang bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi. Hal ini terkait klaim big data aspirasi masyarakat yang menunjukkan sebagian besar warganet ingin Pemilu 2024 ditunda.
Padahal, Jokowi telah menegaskan tunduk, taat, dan patuh pada konstitusi saat menanggapi isu penundaan pemilu. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun sudah secara tegas menyatakan tidak adanya penundaan pemilu.
"Kita miris melihat manuver-manuver yang dilakukan LBP (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan) pembantu Presiden yang satu ini terus-menerus mempertontonkan aksi-aksi yang bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi," kata Kamhar.
Menurut dia, big data yang mengeklaim warganet setuju Pemilu 2024 ditunda juga sudah dimentahkan sejumlah survei. Hasil survei justru menunjukkan hasil sebaliknya bahwa mayoritas menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, mengatakan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan harus berani membuka big data yang menyebutkan 100 juta lebih rakyat Indonesia menginginkan penundaan Pemilu 2024 atau memperpanjang masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menurut Najmuddin, publik kini mempertanyakan kebenaran pernyataan dari Luhut karena klaim 110 juta masyarakat ingin Jokowi diperpanjang menjadi Presiden di tengah-tengah berbagai isu miring seperti kelangkaan minyak goreng, utang menumpuk, dan pro kontra ibu kota negara (IKN) Nusantara.
"Kalau LBP (Luhut Binsar Panjaitan) memang serius dengan big data yang ia miliki, semestinya LBP buka ke publik big data tersebut," kata Najmuddin, kepada Republika, Kamis (17/3).
Najmuddin melihat sejumlah agenda terselubung dari Luhut ketika menggulirkan wacana penundaan Pemilu 2024. Pertama, menurut dia, Luhut ingin menguji persepsi warga terhadap kepemimpinan Jokowi. Kedua, Luhut ingin melihat sejauh mana soliditas partai pendukung Jokowi.
Ketiga, ingin mengalihkan isu IKN. Ke empat, meminimalisasi persepsi negatif warga terhadap vaksinasi. Kelima, Luhut ingin menyampaikan pesan kepada warga kalau PDIP sudah berseberangan dengan Jokowi. Keenam, Luhut ingin mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang peta perpolitikan menjelang Pemilu 2024.
Ketujuh, Luhut ingin melihat peluang maju sebagai calon wakil presiden. Kedelapan, Luhut ingin melihat kekuatan dan kelemahan Jokowi. "Dari delapan kemungkinan di atas, saya melihat bahwa LBP punya agenda sebagai cawapres pada 2024. LBP tidak berani maju sebagai capres karena faktor primordialisme di Indonesia," ujar Najmuddin.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Radikalisme, Agama, dan Politik
Jelas, radikalisme terkait aktivitas politik saat terjadi krisis dalam masyarakat.
SELENGKAPNYAPemerintah Kaji Aturan Mudik Lebaran
Pemerintah sedang mengkaji aturan mudik selama Idul Fitri 2022 di masa adaptasi Covid-19.
SELENGKAPNYA