Kabar Utama
Transisi Label Halal Hingga 2026
Sertifikasi halal harus mendapatkan fatwa halal yang menjadi kewenangan MUI.
JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, implementasi label halal yang ditetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama masih dalam proses transisi. Selama rentang waktu itu, logo halal MUI tetap berlaku secara sah sampai dengan jangka waktu sertifikat halal berakhir.
Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 sebagai turunan dari UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) menjelaskan ketentuan peralihan masih membolehkan memakai logo halal MUI sampai lima tahun sejak ditetapkan. Artinya, dalam masa peralihan tersebut, logo halal MUI masih berlaku hingga Februari 2026.
“Penggunaan logo halal MUI tetap dapat digunakan dalam jangka waktu paling lama lima tahun terhitung sejak peraturan pemerintah ini diundangkan pada 2 Februari 2021, sehingga proses transisi dapat berjalan lancar,” kata Buya Amirsyah kepada Republika, Senin (14/3).
Amirsyah mengingatkan, dalam PP 39/2021 tersebut masyarakat mempunyai peranan penting. Peran serta masyarakat juga bisa berupa pemasaran dalam jejaring kemasyarakatan Islam berbadan hukum, pengawasan produk halal yang beredar, publikasi bahwa produk berada dalam pendampingan. Pengawasan produk halal yang beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e berbentuk pengaduan dan pelaporan kepada BPJPH.
BPJPH Kemenag sebelumnya telah menetapkan label halal yang berlaku secara nasional. Logo atau label halal ini wajib digunakan oleh mereka yang mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH. Sekretaris BPJPH, Muhammad Arfi Hatim, mengatakan, label ini sekaligus menjadi tanda suatu produk telah terjamin kehalalannya dan memiliki sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai, penggantian label halal harus segera dikomunikasikan ke banyak pihak. Penggantian logo baru tersebut memang merupakan kewenangan BPJPH dalam mengeluarkan sertifikasi halal yang sebelumnya berada di tangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Tentunya kita minta kepada Kementerian Agama untuk mengkomunikasikan ini dengan intens dengan pihak terkait, untuk kemudian melakukan juga sosialisasi kepada masyarakat. Kami minta kepada Komisi VIII sebagai komisi teknis yang membawahi atau bermitra dengan Kementerian Agama untuk memonitoring secara intensif,” ujar Dasco.
Fatwa halal
Buya Amirsyah Tambunan mengatakan, yang perlu digarisbawahi adalah fatwa halal tetap dalam kewenangan MUI. Artinya, sertifikasi halal tidak bisa ditetapkan Kemenag atau BPJPH tanpa dasar Fatwa MUI. Atas dasar itu dalam transisi lima tahun ke depan, masyarakat diimbau tenang.
Menurut Wakil Ketua Umum MUI KH Anwar Abbas, kunci sertifikasi halal masih berada di tangan MUI. Sebab, sebelum sertifikat halal dikeluarkan, harus ada fatwa halal yang menjadi wewenang MUI. “Fatwa menyangkut masalah kehalalan produk menurut UU yang ada masih menjadi tanggung jawab MUI,” kata Anwar Abbas.
Berdasarkan hal tersebut, dia mengkritik label halal baru BPJPH yang sama sekali tidak mencantumkan MUI. Padahal, kata dia, dalam pembicaraan di tahap-tahap awal diketahui ada tiga unsur yang ingin diperlihatkan dalam logo tersebut, yaitu tulisan BPJPH, MUI, dan Halal. Di mana tulisan MUI dan Halal didesain dalam bahasa Arab.
“Tetapi setelah logo tersebut jadi, kata BPJPH dan MUI-nya hilang dan yang tinggal hanya kata ‘halal’ yang ditulis dalam bahasa Arab yang dibuat dalam bentuk kaligrafi,” katanya.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis) Ustaz Jeje Zaenudin mengatakan, logo halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) seharusnya tidak dirubah total oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). "Logo Halal yang dikeluarkan MUI sudah sangat akrab di tengah masyarakat, seharusnya tidak dirubah total. Tinggal diberi tambahan BPJPH," kata Jeje pada Senin (14/3).
"Sebab secara undang-undang, kewenangan mengeluarkan fatwa halal produk, tetap otoritas MUI. Hanya masalah sertifikat dan logo halal yang diserahkan kewenangannya kepada BPJPH," lanjutnya.
Ustadz Jeje menyarankan, sepatutnya BPJPH lebih sensitif dan responsif terhadap masukan, kritikan, dan keberatan banyak pihak tentang bentuk Logo Sertifikat Halal. Apabila filosofinya memadukan tulisan Halal Bahasa Arab dengan unsur budaya nasional Indonesia, maka dia menilai itu baik-baik saja.
"Asal unsur simbol budaya itu yang benar-benar bersifat nasional atau yang diakui secara nasional dan relevan dengan tulisan Halal itu sendiri, tidak bersifat unsur budaya lokal etnis atau suku tertentu," kata Jeje.
View this post on Instagram
"Jangan sampai logo Halal itu dipaksakan demi disesuaikan dengan simbol satu etnis tertentu di nusantara itu. Hal itu untuk menghindari muncul polemik yang tidak produktif dan keluar dari tujuan pembuatan logo halal pada sertifikasi produk itu sendiri," lanjut Ustaz Jeje Zaenudin.
Sementara Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham menjelaskan, bentuk label halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk Gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas lancip ke atas. Dia mengatakan, ini melambangkan kehidupan manusia.
"Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf arab yang terdiri atas huruf ha, lam alif, dan lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata halal," kata Aqil.
Penolakan
Di media sosial, polemik label halal yang baru masih terus mencuat. Yang terkini, banyak bermunculan logo halal versi Minang, Makassar, Brebes hingga Betawi. Untuk label versi Minang dengan latar belakang rumah gadang ini merupakan rumah adat Minangkabau.
Kemudian juga terdapat logo halal versi Makassar dengan latar belakang perahu, yang menjadi logo kota tersebut. Ada pula label halal versi Brebes. Kabupaten ini identik dengan bawang, untuk itu logo halalnya disertai dengan bawang. Selanjutnya terdapat logo halal versi Betawi disertai dengan rumah adatnya.
Masih banyak lagi kreasi warganet terkait logo halal. Munculnya kreasi di media sosial ini sehubungan anggapan bahwa logo halal yang baru disebut identik dengan satu suku budaya saja, yakni Jawa. Untuk itu ada juga model logo halal dengan latar belakang kepulauan Indonesia, yang disebut lebih mewakili Republik Indonesia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Presiden Segera Bahas Kebijakan Minyak Goreng
Satgas Pangan Polri membentuk tim khusus untuk mengawasi distribusi minyak goreng.
SELENGKAPNYAPembalap dan Kru MotoGP Mulai Berdatangan
Di bandara, para ofisial dan pembalap MotoGP disambut kesenian tradisional suku Sasak.
SELENGKAPNYA