Kisah Dalam Negeri
Hilangnya Penanda Jarak di Antara Jamaah
Imbauan MUI untuk kembali merapatkan shaf shalat bisa menjadi pengobat kerinduan setelah dua tahun ‘dipisah’ pandemi.
OLEH M FAUZI RIDWAN, MUHYIDDIN
Bahu-bahu jamaah berimpitan satu dan yang lain. Barisan dari utara ke selatan memanjang pun terlihat tak bercelah dalam shaf shalat Jumat di Masjid Al Ukhuwah, Bandung, Jawa Barat.
Kini, tak ada lagi penanda jarak di antara mereka. Semuanya telah dilepas. Kerinduan terhadap lurus dan rapatnya shaf itu telah tunai, setelah dua tahun dipaksa merenggang oleh pandemi Covid-19.
Seorang jamaah shalat Jumat di Masjid Al Ukhuwah, Atep Burhanudin, mengucapkan syukurnya bisa kembali berjamaah dengan shaf rapat. Ia mengaku menerima dan memahami ketika ada kebijakan melonggarkan shaf karena alasan adanya wabah penyakit di awal 2020 lalu. Tetapi, tak pernah terbayangkan dalam benaknya kebiasaan jaga jarak saat shalat akan berlarut selama hampir dua tahun.
“Alhamdulillah kembali ke normal lagi, sebelumnya masih jaga jarak satu dengan yang lainnya. Sekarang nggak ada lagi tanda jaraknya itu. Mudah-mudahan ke depannya nggak ada lagi larangan seperti itu. Sudah berapa tahun jaga jarak, orang juga sudah bosan,” kata Atep di Masjid Al Ukhuwah, Bandung, Jumat (11/3).
Para jamaah shalat Jumat di Masjid Al Ukhuwah mayoritas mengenaan masker. Kendati masih ada jamaah meski dalam jumlah minoritas yang tidak memakai masker.
Setelah kini shaf kembali rapat, Atep berharap tak ada lagi pelaksanaan shalat harus dilakukan dengan berjarak. Ia mengajak para jamaah di manapun untuk tetap memakai masker sebagai ikhtiar mencegah penularan Covid-19.
Imbauan untuk kembali merapatkan shaf shalat jamaah sebelumnya disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Bidang Fatwa MUI KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, fatwa MUI di awal pandemi yang membolehkan perenggangan shaf ketika shalat merupakan rukhshah atau dispensasi karena ada udzur mencegah penularan wabah.
Dengan melandainya kasus serta adanya pelonggaran aktivitas sosial, termasuk aturan jaga jarak di dalam aktivitas publik, maka udzur yang menjadi dasar adanya dispensasi sudah hilang.
Namun, beberapa masjid di berbagai daerah belum memutuskan untuk kembali merapatkan shaf dalam shalat berjamaah. Saat shalat Jumat di Masjid Al-Hikam di Kompleks Pesantren Al Hikam II, Kukusan, Beji, Depok, Jawa Barat, protokol jaga jarak masih berlaku. Namun, jamaah yang masuk ke kompleks ini biasanya akan diperiksa dengan alat pengukur suhu dan diwajibkan bermasker, kini petugas pemeriksanya sudah tak lagi ada.
Pada pelaksanaan shalat Jumat kemarin, tidak tampak petugas yang menjaga di depan gerbang untuk mengukur suhu badan jamaah. Jamaah yang mengendarai sepeda motor atau yang berjalan kaki bisa langsung masuk ke dalam kompleks masjid.
Di dalam masjid sudah tampak jamaah yang duduk mendengarkan khutbah dari khatib. Mereka duduk bersila dengan menjaga jarak antarsatu dengan yang lainnya.
Salah satu santri Al-Hikam, Rajissalam, mengatakan, belum ada intruksi khusus dari pengasuh untuk merapatkan shaf shalat Jumat. Sebab, shalat Jumat di Masjid Al-Hikam biasanya banyak diikuti oleh masyarakat yang datang dari luar pesantren. “Tapi, kalau santri yang di dalam pesantren, kalau lagi shalat jamaah lima waktu sudah mulai merapatkan shaf,” ujar Rajis.
Di ruang utama shalat di Masjid Al-Hikam juga sudah dipasang sekitar lima karpet sejadah untuk jamaah. Saat angka Covid-19 masih tinggi, kata dia, seluruh karpet tidak boleh dipasang di dalam masjid.
Pengasuh Ponpes Mahasiswa Al-Hikam KH Muhammad Yusron atau yang akrab dipanggil Gus Yusron menjelaskan, pihaknya memang belum mewajibkan jamaah shalat Jumat untuk merapatkan barisan.
Menurut Gus Yusron, MUI hanya membolehkan untuk merapatkan shaf, bukan berarti mewajibkan. Karena itu, menurut dia, sementara ini Masjid Al Hikam masih tetap merenggangkan shaf shalat Jumat.
“Kita sesuaikan dengan kondisi masing-masing. Al-Hikam baru saja lockdown. Kami baru mengalami 50 kasus positif, per hari ini masih ada yang karantina,” kata Gus Yusron.
Di Masjid Al-Ma’la, Surabaya, Jawa Timur, merapatkan shaf shalat juga belum dilakukan. Sekira 30 menit sebelum waktu shalat Jumat tiba, beberapa shaf terlihat telah diisi jamaah.
Mereka secara tertib mengisi shaf sesuai tanda yang disediakan pengurus masjid. Tanda yang ditempel di lantai masjid memiliki jarak sekitar satu meter. Artinya, jamaah yang hendak mengikuti shalat Jumat di masjid tersebut masih harus menjaga jarak sekitar satu meter.
Menjelang digelarnya berjamaah shalat Jumat, pengurus menyampaikan beberapa pengumuman. Di antaranya peringatan kepada setiap jamaah untuk selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan. “Kami ingatkan kepada jamaah untuk menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak dan mengenakan masker,” ujar pengurus Masjid Al-Ma’la.
Masjid Raya Hasyim Asy’ari, di Kalideres, Jakarta Barat, juga tetap menerapkan jaga jarak saat shalat Jumat kemarin. Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Masjid Hasyim Asy’ari, Dikki Syarfin, mengatakan, pihaknya tetap menerapkan jaga jarak selama PPKM Level 2 karena ruangan masjid masih cukup.
“Alhamdulillah ruangannya luas, jadi masih muat untuk dilakukan jaga jarak,” kata Dikki. Selain memberlakukan jaga jarak, petugas masjid juga membagikan masker kepada setiap jamaah yang tidak membawa masker.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyerahkan aturan atau ketentuan shaf shalat kepada masing-masing takmir masjid. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti mengatakan, merapatkan kembali shaf bergantung dari masing-masing kebijaksanaan takmir masjid dengan berbagai pertimbangan.
Mu’ti menyatakan, hingga saat ini PP Muhammadiyah belum menerbitkan fatwa baru soal aktivitas di masjid. Kendati demikian, Muhammadiyah bersikap luwes terkait hal ini.
Bagi takmir yang merasa wilayahnya sudah aman dan Covid-19 terkendali maka diperbolehkan aktivitas shaf shalat kembali dirapatkan. Namun, jika dirasa belum aman maka hendaknya mengutamakan keselamatan dan kesehatan.
Pemerintah kini telah melonggarkan banyak kebijakan pengetatan saat pndemi, terutama mobilitas masyarakat. Ini menjadi indikasi kian membaiknya penanganan Covid-19.
Imbauan MUI untuk kembali merapatkan shaf shalat bisa menjadi pengobat kerinduan setelah dua tahun ‘dipisah’ pandemi. Bagaimanapun, lurus dan rapatnya shat adalah salah satu kesempurnaan shalat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Transportasi Kapasitas Penuh Bagian Transisi Endemi
Pemkot Depok juga mengeluarkan regulasi transportasi dengan kapasitas 100 persen.
SELENGKAPNYAKomorbid Jadi Kendala Utama Vaksinasi Lansia
Lansia yang memiliki komorbid bisa mendapatkan vaksin Covid-19 asalkan dalam kondisi terkontrol atau terkendali.
SELENGKAPNYAPelonggaran Aktivitas di Tempat Ibadah
Bagi masjid yang telah merapatkan shaf shalat berjamaah tak boleh abai menerapkan prokes bagi jamaahnya.
SELENGKAPNYA