Ekonomi
Pedagang Daging Kembali Berjualan
Pemerintah dapat memberikan subsidi untuk menstabilkan harga daging.
JAKARTA -- Pedagang daging sapi di sejumlah pasar tradisional memutuskan kembali berjualan usai melakukan aksi mogok sejak pekan lalu. Hal itu dilakukan akibat melonjaknya harga dari pemasok.
Salah satu pedagang daging di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Andri mengungkapkan, harga saat ini cenderung masih tinggi. Dia mengatakan, daging sapi lokal dijual Rp 140 ribu per kilogram (kg). Sementara itu, harga daging sapi impor dibanderol Rp 130 ribu per kg.
"Dengan demo kemarin kita mau menunjukkan ke konsumen, bukan kita yang menaikkan (harga). Sudah naik dari sananya," ujar Andri di Jakarta, Jumat (4/3).
Andri menyampaikan, meski sudah melakukan aksi mogok, harga daging sapi tak kunjung turun. Aksi tersebut justru mempersulit pembeli dan pedagang. Sehingga, pedagang daging memutuskan untuk kembali berjualan.
"Pedagang inginnya harga turun. Harusnya kita jual (daging impor) Rp 140 ribu per kg, tapi kita menyesuaikan dengan pembeli karena mau dinaikkan lagi harganya juga susah," kata Andri.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) pada Jumat (4/3), rata-rata harga daging sapi nasional mencapai Rp 126.900 per kg. Angka itu meningkat dibandingkan rata-rata harga nasional pada pekan lalu yang sebesar Rp 125.550 per kg.
Secara lebih detail, harga daging sapi kualitas 1 mencapai Rp 130.650 per kg, sedangkan harga daging sapi kualitas 2 mencapai Rp 121.300 per kg. Harga daging sapi tertinggi ada di wilayah Aceh sebesar Rp 140.650 per kg, sementara harga terendah berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar Rp 106.650 per kg.
Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan, pasokan daging sapi cukup hingga perayaan Idul Fitri tahun ini. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementerian Pertanian, Tri Melasari, menyebutkan, pedagang daging sapi di wilayah Jabodetabek juga sudah mulai aktif berjualan untuk menjaga ketersediaan daging.
“Bagi masyarakat yang ingin mengakses daging beku juga bisa membelinya melalui Toko Tani Indonesia (TTI) yang tersebar di wilayah Jabodetabek," kata Melasari.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah menyampaikan, secara keseluruhan ketersediaan daging dan sapi hingga Mei mencukupi baik berupa sapi bakalan, sapi pedaging yang siap potong, maupun daging beku.
"Sesuai arahan Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo) kita akan perkuat untuk distribusi ke pasar-pasar utama, sehingga semuanya aman hingga Lebaran nanti,” katanya.
Kenaikan harga daging sapi di Tanah Air dinilai sebagai efek lonjakan harga daging di tingkat internasional. "Untuk daging, sebelumnya harga dunianya melandai tidak melonjak seperti produk lain. Hanya saja, akhir-akhir ini harga daging internasional juga bergejolak lumayan tinggi," ujar pengamat pertanian dari IPB University Dwi Andreas Santosa kepada Republika, Jumat (4/3).
Ia menyebutkan, harga daging sapi pada akhir 2019 sebesar 10 real Brasil per kg. Saat ini, harga daging sapi sudah mencapai 21,8 real Brasil per kg. "2,1 kali lipat lonjakannya atau di atas 100 persen. Itu di level internasional daging sapi impor dari Brasil. Dari Australia juga pasti naik," katanya.
Melihat fakta itu, menurut Andreas, harga daging di Indonesia akan ikut melonjak. Terlebih lagi, ujarnya, sekitar 50 persen pasokan daging dalam negeri dipenuhi lewat impor. Guna menstabilkan harga daging di dalam negeri, mekanisme yang bisa diambil pemerintah adalah memberikan subsidi.
"Kalau dalam jangka menengah atau jangka panjang (pemerintah) bisa meningkatkan populasi sapi, namun tidak sederhana dan tidak mudah karena biaya pengembangan sapi Indonesia lebih tinggi dengan sabana relatif terbatas," ujar Andreas.
Meski begitu, Andreas menilai, dengan gelombang kenaikan harga pangan seperti sekarang, pemerintah bisa memanfaatkannya untuk membentuk keseimbangan harga baru. "Kalau ini bisa pertahankan bentuk keseimbangan harga baru. Barangkali peternak kecil lebih bergairah mengembangkan produksi sapi," ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.