Ibu Rosiyah menerima donasi dari pembaca Republika kepada warga terdampak erupsi Gunung Semeru, Ahad (27/2/2022). | Dok Republika

Kabar Utama

Penyintas Erupsi Semeru Masih Butuh Uluran Tangan

Republika menyampaikan terima kasih kepada pembaca atas donasi warga terdampak erupsi Gunung Semeru.

OLEH WILDA FIZRIYANI

Kehidupan para penyintas bencana erupsi Gunung Semeru belum pulih sepenuhnya. Hilangnya lahan pekerjaan dan tempat tinggal membuat warga terdampak di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, masih membutuhkan uluran tangan untuk bertahan hidup.

Seorang warga terdampak yang akrab disapa dengan sebutan Ibu Wahyudi menceritakan, rumah yang ia bangun dari nol selama 12 tahun hancur seketika terkena lahar Gunung Semeru. Tidak ada harta benda yang tersisa karena saat bencana terjadi pada 4 Desember 2021 ia sedang berkunjung ke rumah kerabat.

Kebun kopi dan salak yang dia miliki untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ikut lenyap. Rumahnya benar-benar rata dan tidak tersisa bagian apa pun karena menjadi jalur lahar dingin. Kondisinya berbeda dengan rumah tetangganya yang masih terdapat genting, tembok, atau atap.

photo
Wakil Pemimpin Redaksi Republika Nur Hasan Murtiaji (kedua dari kiri) menyalurkan donasi dari pembaca Republika kepada warga terdampak erupsi Gunung Semeru, Ahad (27/2/2022). - (Dok Republika)

Ia dan keluarga sama sekali tidak tahu banjir lahar akan terjadi di tempat tinggalnya. Oleh karena itu, ia tidak sempat menyelamatkan dan membawa barang apa pun dari rumah. “Hanya baju yang dipakai saja. Kami kan kondisi sedang pergi dan baru mau pulang,” kata dia saat bercerita kepada Republika, Ahad (27/2).

Meski tak sempat menyelamatkan barang berharga, Bu Wahyudi bersyukur keluarganya selamat. Dia juga bisa mengungsi di salah satu tempat di Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Untuk menafkahi keluarganya, ia membuka warung kecil-kecilan.

Untuk membantu meringankan beban warga terdampak, Republika menyalurkan donasi dari para pembaca pada Ahad (27/2). Donasi diserahkan kepada 51 kepala keluarga (KK) yang berasal dari Dusun Kampung Renteng dan Dusun Kamar Kajang, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.

Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) Republika Nur Hasan Murtiaji mengatakan, dua dusun yang menerima donasi merupakan wilayah yang terdampak langsung erupsi Gunung Semeru. Saat ini, para korban erupsi tersebar di beberapa lokasi. "Ini karena tempat tinggal mereka tidak lagi bisa dihuni, sedangkan hunian sementara sedang dalam proses pembangunan," kata Hasan saat menghadiri seremoni pemberian bantuan untuk salah satu keluarga di Desa Candi Wetan, Kecamatan Candipura, Lumajang, Ahad (27/2).

Hasan menyampaikan, paket bantuan yang diberikan berupa mukena, sarung, sajadah, dan mushaf Alquran. Masing-masing kepala keluarga juga mendapatkan uang tunai sebesar Rp 400 ribu. Hasan melihat warga yang terdampak erupsi tetap membutuhkan bantuan material maupun spiritual.

Oleh karena itu, Hasan berharap uang tunai yang diserahterimakan kepada 51 kepala keluarga dapat membantu mereka. Itu setidaknya bisa membantu para korban memenuhi bahan-bahan kebutuhan pokok atau sembako.

Adapun satu paket bantuan berupa mukena, sarung, sajadah, dan mushaf Alquran sebagai pengingat agar mereka terus berinteraksi dengan Sang Pencipta. Setiap umat yang tengah diuji bencana tetap harus memohon kepada Allah SWT agar diberikan kesabaran dan kekuatan dalam  menghadapi ujian dan cobaan.

Mewakili Republika, Hasan menyampaikan terima kasih kepada semua pembaca yang menunjukkan solidaritas tinggi terhadap mereka yang tertimpa musibah erupsi Gunung Semeru. Meski bencana pandemi Covid-19 belum berakhir, itu tak menghalangi pembaca Republika untuk membantu sesama yang tertimpa bencana. "Tidak berhenti untuk terus berbuat kebaikan," katanya.

Salah satu perwakilan warga terdampak erupsi Gunung Semeru, Ngatiman (23 tahun), mengucapkan terima kasih atas donasi pembaca yang disampaikan melalui Republika. Ngatiman kehilangan tujuh anggota keluarga, termasuk kedua orang tuanya, karena erupsi Semeru. Tiga jenazah anggota keluarga sudah ditemukan, tapi keberadaan empat lainnya belum diketahui hingga saat ini.

 

Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, Ngatiman bekerja serabutan. Ia belum bisa menjalani pekerjaan sebelumnya sebagai penambang pasir karena lahan pasir banyak yang rusak akibat erupsi. Walau demikian, Ngatiman tetap bersyukur karena bangunan rumah keluarganya masih utuh.

Namun, rumahnya tidak boleh ditempati oleh pemerintah karena dinilai bisa membahayakan keselamatan.  Oleh karena itu, dia harus mengambil rumah kontrakan yang semula harus ia bayar sendiri, tapi kemudian ia mendapatkan bantuan dari donatur.

Seorang relawan bernama M Wachid mengatakan, para penyintas korban erupsi Gunung Semeru masih menunggu pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap). Selagi menunggu pembangunan selesai, para korban menetap di berbagai tempat. Beberapa ada yang menetap di rumah saudara atau menyewa kontrakan. Sementara itu, sejumlah korban lainnya masih tinggal di balai-balai desa milik pemerintahan.

Berdasarkan situasi tersebut, tak mengherankan apabila masyarakat masih membutuhkan banyak bantuan. Apalagi, kondisi ekonomi sebagai akibat dari erupsi belum pulih kembali. "Banyak kebun dan pertambangan pasir sebagai sumber mata pencaharian warga rusak," katanya.

Mengenai bantuan yang disalurkan Republika, Wachid menilai donasi peralatan ibadah sangat membantu warga. Selama ini, kata dia, bantuan jenis ini yang diterima lebih banyak berbentuk barang bekas. Sementara itu, peralatan ibadah yang diberikan para pembaca Republika masih bagus dan baru.

Hal yang pasti, kata Wachid, musibah yang dialami warga Dusun Kampung Renteng dan Dusun Kamar Kajang, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro memiliki nilai hikmah tersendiri. Warga dua dusun ini, misalnya, sempat naik untuk melihat kondisi wilayah Curah Kobokan sebagai daerah yang paling parah terdampak erupsi. Setelah melihat daerah tersebut, warga pun mendapatkan nilai hikmah yang jauh lebih besar.

Walaupun rumah hancur, mereka bersyukur karena masih bisa bersujud kepada Allah SWT. Bahkan, hal yang membuatnya terenyuh adalah ketika terdapat beberapa bangunan masjid yang masih 99 persen utuh. “Ada di Curah Kobokan, tempat ibadah, ya, memang ada beberapa masalah yang rusak. Tapi, alhamdulillah, ini semakin mengingatkan kita untuk beribadah kepada Allah SWT, selalu mendekat kepada Allah SWT karena semuanya milik Allah SWT,” ungkapnya.

photo
Warga terdampak erupsi Gunung Semeru menerima donasi dari pembaca Republika, Ahad (27/2/2022). - (Dok Republika)

Warga terdampak lainnya, Rosiyah (67 tahun) yang sehari-hari dipanggil dengan nama Bu Siah, masih mengingat jelas usahanya menyelamatkan diri di tengah gelapnya langit dan lumpur yang menggenangi lingkungan sekitar. “Saya terus jalan ke utara dengan pakai tongkat. Setelah itu ditemukan Pak Sarijan, lalu saya dimandikan oleh Pak Sarijan. Itu sudah jauh jalannya,” kata dia.

Semua yang melihat Bu Siah saat itu menangis dan sambil berkata, “Hidup kamu, ya, Mbok, hidup kamu, ya, Mbok.” Sarijan tak menyangka Bu Siah masih hidup meski lumpur telah memenuhi tubuhnya. Saat itu, Sarijan langsung memandikannya dan membiarkan Bu Siah menginap selama satu hari di rumahnya. Keesokannya, Bu Siah langsung diantarkan ke rumah keponakan jauhnya dan menetap di sana hingga sekarang. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Anak-Anak Pengungsi Gempa Pasaman Mulai Alami Penyakit

Ratusan warga yang menjadi pengungsi akibat gempa di sekitar Gunung Talamau mulai sakit.

SELENGKAPNYA