Petugas menyapu area replika kabah di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (1/12/2021). | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Prokes Sebabkan Biaya Haji Bengkak

Komnas Haji dan Umrah minta Kemenag lebih detail menjelaskan kenaikan biaya haji.

JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) merinci kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2022 yang diusulkan naik menjadi Rp 45 juta. Kenaikan kurang lebih Rp 10 juta dari biaya haji 2019 sebesar Rp 35 juta, sebagian besar karena adanya tambahan biaya protokol kesehatan (prokes) yang dibebankan kepada jamaah.

Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Ditjen PHU, Jaja Jaelani mengatakan, selain biaya protokol kesehatan, kenaikan besaran BPIH 2022 disebabkan adanya kenaikan biaya penerbangan. “Berkaitan dengan kenaikan BPIH tahun ini menjadi Rp 45 juta, hal ini dikarenakan adanya biaya prokes yang cukup besar yakni sekitar Rp 7,6 juta, yang mana pada tahun 2020 itu tidak ada,” kata dia dalam keterangan kepada Republika, Senin (21/2).

Selanjutnya, kenaikan BPIH ini berkaitan dengan kenaikan biaya penerbangan dan juga ada kenaikan biaya operasional di Arab Saudi maupun di Tanah Air. Rincian komponen biaya prokes jamaah haji tahun ini meliputi biaya tes PCR di Asrama Haji sebanyak dua kali, saat keberangkatan ke Arab Saudi, dan setiba di Tanah Air. 

photo
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 jenis Pfizer kepada calon jamaah haji saat pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dosis ketiga (booster) di Masjid Pusdai, Kota Bandung, Selasa (8/2/2022). - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Sementara tes PCR yang dilakukan di Arab Saudi sebanyak tiga kali, yakni saat tiba, karantina, dan akan pulang ke Tanah Air. Akomodasi dan konsumsi selama lima hari karantina di Jeddah, juga akomodasi dan konsumsi di Asrama Haji setiba dari Arab Saudi juga menjadi komponen lain dalam hal prokes.

“Saat ini kita masih berada di masa pandemi, sehingga pemerintah harus membuat suatu program perencanaan yang optimal. Dalam artian, perencanaan keuangan ini harus mengacu kepada operasional haji 100 persen karena kita belum tahu pasti kondisi ke depannya seperti apa,” ujar Jaja.

Ia juga mengatakan, besaran BPIH yang telah disampaikan itu merupakan estimasi awal, sehingga masih dapat mengalami perubahan. Pembicaraan akan dilakukan dengan DPR dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Anggota Badan Pelaksana BPKH bidang Investasi dan Kerja Sama Luar Negeri Hurriyah El Islamy mengatakan, menurut data tahun 2019, saat Indonesia terakhir menyelenggarakan haji sebelum pandemi, biaya haji yang sesungguhnya per jamaah sebesar Rp 70-72 juta. Sementara uang yang dibayarkan jamaah haji untuk berangkat rata-rata Rp 35 juta.

Dari Rp 35 juta itu pula, jamaah haji menerima 1.500 riyal uang tunai sebagai living cost. Dengan demikian, secara efektif, jamaah haji reguler yang berangkat pada 2019 sebenarnya membayar biaya kurang dari Rp 30 juta. “Angka ini masih di bawah biaya tiket pesawat,” kata Hurriyah. 

Padahal, untuk dapat melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci, seseorang memerlukan tempat tinggal, makanan, kendaraan, dan jasa-jasa lain terkait kebutuhan jamaah sebelum berangkat, saat di sana, hingga kembali ke Tanah Air.

Menurutnya, sebelum diberlakukan prokes yang konsekuensinya jumlah orang per kamar dikurangi, jumlah orang di atas bus dibatasi, penyajian makanan harus memenuhi standar tertentu yang tentunya semua itu meningkatkan biaya. Sejatinya jamaah haji reguler yang berangkat sudah diberikan subsidi atas biaya riil haji.

“Bisa dibayangkan berapa biaya per kepala saat ini saat semua ketentuan prokes tersebut harus dipenuhi,” ujar dia.

Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, meminta Kemenag lebih detail dalam menjelaskan kenaikan biaya haji. Hal ini termasuk untuk item atau biaya yang berkaitan dengan prokes. “Jika alasan kenaikannya adalah prokes, maka harus dijelaskan lebih detail atau di-breakdown masing-masing item berapa besarannya, tes PCR, karantina,” kata dia.

Setelah dijabarkan detail, berapa lama masa karantina maupun berapa kali tes PCR dilakukan. Kemenag disebut bisa menjelaskan berapa nilai dan harga. Bila perlu, ia mengusulkan dilakukan uji publik terkait dengan biaya tersebut.

Ia juga menyebut nantinya dalam proses persiapan dan pelaksanaan haji bila diperlukan dilakukan tender secara terbuka. “Yang menjadi pertanyaan besar, manakala sudah tidak ada kebutuhan prokes atau Covid-19 sudah berakhir, apakah biaya haji bisa kembali seperti semula atau turun,” ujar pengajar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta itu.

Saat ini, ia mengaku jika kenaikan biaya haji merupakan hal yang tidak terhindarkan. Namun, kenaikan ini harus tetap rasional, efesien, dan tidak terlalu memberatkan jamaah. Kemenag disebut harus memiliki empati dan kepekaan atas krisis yang dialami calon jamaah haji. Saat ini, kata dia, kondisi ekonomi masyarakat masih sangat berat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat