Nasional
Komnas HAM Keberatan Divisi Riset Gabung BRIN
Komnas HAM belum memperoleh respons Presiden Joko Widodo mengenai surat keberatan peleburan divisi pengkajian dan penelitian ke BRIN.
JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hingga saat ini belum memperoleh respons Presiden RI Joko Widodo mengenai surat keberatan peleburan divisi pengkajian dan penelitian ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam surat keberatan yang dikirimkan kepada Presiden pada pertengahan Desember 2021, Komnas HAM memberikan penjelasan sebagai lembaga independen sesuai undang-undang.
"Nanti saya akan lobi pihak istana untuk membicarakan soal itu. Yang penting, pesan tentang substansi keberatan kami atas kebijakan kepala BRIN yang salah kaprah itu sudah kami sampaikan," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada Republika, Selasa (11/1).
Ahmad khawatir, Komnas HAM sulit mempertahankan prinsip independen jika divisi risetnya terintegrasi dengan BRIN. Ia menambahkan, UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengamanatkan Komnas HAM melaksanakan penelitian dan pengkajian dengan independen.
Ahmad mengatakan, peleburan unit riset di Komnas HAM ke BRIN juga tidak sesuai dengan Prinsip Paris atau Paris Principles. “Lembaga seperti kami menjalankan tugas dan fungsinya secara mandiri, tidak boleh dikendalikan oleh pemerintah," ujar Ahmad.
Karena itu, ia mengatakan, Komnas HAM menginginkan unit penelitian dan pengkajian berdiri tanpa campur tangan pemerintah. "Kalau unit penelitian dan pengkajian kami diintegrasikan ke BRIN maka independensi penelitian dan pengkajian Komnas HAM akan hilang,” kata dia.
Peleburan 39 lembaga riset di kementerian/lembaga ke BRIN sudah berlangsung sejak tahun lalu. Proses dimulai dengan pengintegrasian lima entitas pada 1 September 2021.
Pada 1 Januari 2022, 28 entitas dileburkan ke BRIN, termasuk Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Kemudian, peleburan enam entitas pada kementerian sisanya pada 31 Januari 2022.
View this post on Instagram
Namun, peleburan yang dilakukan sejak awal tahun ini sudah memunculkan sejumlah masalah. Pertama, nasib para peneliti non-PNS pada Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang kehilangan pekerjaannya.
Kedua, para pegawai pemerintah non-PNS (PPNPN) di BPPT mengadu ke Komnas HAM. Ketiga, surat terbuka dan petisi change.org yang mendorong Presiden merevisi kebijakannya.
Namun, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, tujuan utama pembentukan BRIN adalah untuk memperbaiki massa kritis sumber daya riset Indonesia yang sangat rendah. “Critical mass sumber daya riset kita yang sangat rendah sehingga kita tidak mampu berkompetisi atau memfasilitasi pelaku usaha untuk masuk ke riset," kata Handoko, Senin (10/1).
Sementara itu, Handoko mengajak generasi muda agar mau menjadi periset. Dia menyebutkan, untuk menjadi periset, seseorang tidak harus menjadi ilmuwan.
“Periset itu adalah proses berpikir, berkreasi, peka, dan sensitif sehingga bisa menemukan masalah dan kemudian kreatif untuk mencari solusi atas masalah itu,” kata Handoko dilansir dari laman BRIN, Selasa (11/1).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.