Khazanah
Fatwa Halal yang tak Sederhana
Ada sekitar 64 juta pengusaha ultramikro yang perlu dibina
OLEH IMAS DAMAYANTI
Jadi sebetulnya, persoalan di BPJPH mengenai halal ini tidak hanya satu aspek. Tapi multiaspek. Apalagi belum ada ekosistem halal.
Target satu juta sertifikat halal menghadapi tantangan pada proses fatwa. Terlebih, proses fatwa bagi kalangan usaha dilakukan dengan mekanisme yang tak sederhana.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda menyampaikan mekanisme penetapan fatwa halal, baik kepada kalangan usaha reguler (berbayar) maupun self declared (sertifikasi halal gratis) tidak berbeda. “Kalau dasar penetapan fatwa produk halal itu tidak berbeda di antara keduanya,” kata Kiai Miftah saat dihubungi Republika, beberapa hari lalu.
Adapun dasar penetapan fatwa halal bagi keduanya berpijak kepada tiga hal. Pertama, bahan (mulai dari bahan baku, bahan tambahan, hingga bahan penolong). Termasuk dalam kategori ini, kata dia, bahan yang digunakan untuk bungkus atau kemasan produk harus sesuai dengan standar ketetapan halal yang disusun oleh MUI.
Kedua, proses produksi produk. Proses produksi harus menjamin selama masa produksi maka produk tertentu tidak terkontaminasi dengan najis. Terakhir yakni sistem jaminan halal dari bahan hingga produksi yang menjadi bahan pertimbangan.
Kiai Miftah menjelaskan, memang ada perbedaan antara kedua kalangan usaha. Bagi kalangan self declared, yang diukur bukanlah pada besar-kecilnya omzet yang dikelola, melainkan risiko rendah ataupun tidak rendahnya produk.
Misalnya dalam risiko rendah, bahan-bahan yang digunakan oleh usaha mikro kecil l (UMK) harus sudah bersertifikat halal. Sementara, risiko yang tidak rendahnya dilihat dari produk-produk yang memang bahan asalnya sudah suci dan halal.
“Sebab kalau bergantung dengan besaran omzet, maka di situ ada produk-produk yang rumit yang perlu diaudit secara mendalam. Seperti produk-produk rumah makan, restoran, itu kan perlu audit yang njlimet, dan itu tidak bisa dilakukan oleh PPH (pendamping produk halal),” kata dia.
Dia pun menekankan, penetapan halal dalam sidang fatwa di MUI bukan ditargetkan dalam hitungan per waktu. Target penetapan halal dilakukan dengan mengukur kehati-hatian sebagaimana yang didapatkan dalam laporan PPH (pendampingan bagi pengusaha self declared) dan auditor (bagi pengusaha reguler) di lapangan.
“Jadi ada yang hitungan jam sudah bisa keluar ketetapan halalnya, ada juga yang berhari-hari. Tergantung bagaimana temuan dari PPH tadi,” kata dia.
Di sisi lain, dia membenarkan saat ini masih ada sejumlah produk tertentu yang masih melakukan perpanjangan halalnya di MUI. Beberapa produk, kata dia, diajukan perusahaan yang telah bekerja sama dengan pihak luar negeri yang telah memiliki perjanjian kerja sama (MoU).
“Ya pertimbangannya (mengapa diberikan sertifikat halal dari MUI bukan BPJPH), karena sudah ada MoU dengan luar negeri,” kata dia.
Ketua Badan Jaminan dan Kajian Halal PP Muhammadiyah Nadratuzzaman mengatakan, undang-undang mengamanatkan penetapan fatwa halal memang harus dikeluarkan melalui MUI.
Namun demikian yang menjadi persoalan adalah jumlah pengusaha mikro dan ultramikro yang ada saat ini sangat besar dan diharuskan mendapatkan sertifikasi halal. Dia menjelaskan, ormas sebenarnya bisa mendapatkan delegasi dari MUI dengan syarat ada amandemen undang-undang.
“Sebenarnya kalau MUI nggak keberatan, dia bisa memberikan kewenangan kepada ormas, tinggal diberikan saja standar-standarnya seperti apa. Sebenarnya itu bisa terjadi, tapi nggak bisa dilakukan karena berdasarkan undang-undang ya fatwa halal tetap dikeluarkan oleh MUI,” kata Nadratuzzaman saat dihubungi Republika, beberapa hari lalu.
Berdasarkan catatannya, jumlah pengusaha ultramikro sekitar 64 juta. Yang mana kalangan kelas pengusaha ultramikro tersebut memiliki pemahaman halal di kelas menengah ke bawah. Dia menilai perlu pembinaan yang lebih mendalam kepada kalangan ini.
Pembinaan kepada sektor ultramikro perlu dilakukan oleh pembimbing yakni penyelia halal. Namun demikian Nadratuzzaman menegaskan, jumlah penyelia halal belum memadai. Anggaran maupun insentif untuk menambah jumlah penyelia halal pun belum disediakan.
“Jadi sebetulnya, persoalan di BPJPH mengenai halal ini tidak hanya satu aspek. Tapi multiaspek. Apalagi belum ada ekosistem halal,” kata dia.
View this post on Instagram
Di sisi lain pihaknya mengatakan, PP Muhammadiyah mengeluarkan sertifikat ikrar halal bagi warga Muhammadiyah, yakni kepada pengusaha ultramikro yang dibina oleh universitas. Sertifikat ikrar halal, kata Nadratuzzaman, dikeluarkan dari Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. “Karena kita lihat jumlah pengusaha ultramikro sangat banyak,” jelas dia.
Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud mengatakan, undang-undang menetapkan, organisasi masyarakat (ormas) dapat berkontribusi dalam jaminan produk halal, yakni menjadi auditor.
Dia mengatakan, sesudah mengetahui visi hasil audit dari produk yang dijalankan, barulah proses selanjutnya dimasukkan ke dalam sidang fatwa MUI untuk ditentukan halal atau tidaknya sebuah produk. Kiai Marsudi menyebut, ketetapan fatwa halal tetap dikeluarkan oleh MUI.
View this post on Instagram
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Menuju Satu Juta Sertifikat Halal
BPJPH melakukan pendampingan pelaku usaha UMKM dalam proses sertifikasi halal.
SELENGKAPNYA