Ekonomi
Berkah Petani Cabai di Pengujung 2021
Cabai yang harganya lumayan bagus adalah jenis cabai keriting.
Kenaikan harga cabai dan beberapa jenis komoditas hortikultura di pasaran --pada momentum Natal dan Tahun Baru kali ini-- disambut gembira sejumlah petani, yang ada di wilayah Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Pasalnya, mereka pun turut meraup berkah atas kenaikan harga cabai di pasaran tersebut.
Antoni (40), salah satu petani di Dusun Geblog, Desa Sidomukti, Kecamatan Bandungan mengungkapkan, harga komoditas cabai di tingkat petani sedang bagus- bagusnya. khususnya untuk cabai jenis rawit merah (lombok setan). Harga cabai rawit merah –saat ini-- berda pada kisaran Rp 55 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram.
“Yang membuat para petani bisa tersenyum, harga di kisaran Rp 55 ribu hingga Rp 60 ribu tersebut sudah berlangsung sejak akhir bulan November 2021 yang lalu atau bertahan dalam satu bulan terakhir,” ungkapnya, Ahad (26/12).
Ia juga mengungkapkan, alasan para petani cabai di lingkungannya merasa senang dengan berkah di akhir tahun 2021 ini. Karena harga cabai di tingkat petani ikut terdongkrak oleh kenaikan harga di pasaran.
Sebelumnya –saat harga cabai di pasaran melonjak luar biasa-- tidak diikuti oleh harga cabai di tingkat petani. Ketika harga cabai di pasaran tembus Rp 80 ribu per kilogram, harga di tingkat petani hanya berkisar Rp 35 ribu per kilogram. “Untuk yang sekarang ini, petani juga bisa meraup untung yang bagus saat harga cabai di pasaran melambung,” tegasnya.
Cabai yang harganya lumayan bagus adalah jenis cabai keriting, yang di tingkat petani –saat ini-- mencapai Rp 27 ribu per kilogram. Sementara di pasaran, harga cabai keriting saat ini berapa pada Rp 30 ribu hingga Rp 32 ribu per kilogram.
Sementara untuk harga komoditas hortikultura lain yang mulai merangkan naik adalah komoditas tomat. Saat ini harga komoditas tomat di tingkat petani mencapai Rp 5.000 hingga Rp 6.000 per kilogram. Pada pertengahan bulan Desember 2021 lalu, harga tomat di tingkat petani masih berada di kisaran Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per kilogram.
Sementara untuk produk hortikultura yang saat ini sedang jatuh harga di tingkat petani adalah sayur sawi. Karena satu ikat sawi hanya laku di bawah Rp 20.000 rupiah. “padahal, satu ikat biasanya bisa mencapai 10 hingga 15 kilogram,” jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyampaikan, harga sejumlah komoditas pokok masyarakat terpantau mengalami kenaikan menjelang Natal dan Tahun Baru kali ini.
Berdasarkan pantauan guberur di sejumlah pasar tradisional di Kota Semarang, setidaknya ada lima jenis komoditas kebutuhan pokok yang menjadi perhatian Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah. Salah satunya adalah cabai rawit merah yang harga di pasaran telah mencapai Rp 80.000 per kilogram.
Surplus cabai
Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis produksi cabai akan mengalami surplus pada bulan ini. Meski begitu, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Tomny Nugraha mengakui harga cabai saat ini masih mengalami kenaikan. Hal itu disebabkan faktor cuaca yang menghambat produksi dan kendala logistik.
"Memang cuaca sedang kurang baik dan di sisi lain juga terjadi banjir sehingga mengganggu transportasi," kata Tommy saat dihubungi Republika, Kamis (23/12).
Tommy menjelaskan, cuaca yang buruk berdampak pada produksi cabai dan peningkatan risiko hama penyakit. Itu sebabnya volume cabai yang dihasilkan tidak optimal. Saat yang bersamaan, mobilitas masyarakat yang mulai tinggi pada akhir tahun turut berdampak pada lonjakan konsumsi, termasuk terhadap komoditas cabai.
"Jadi, kita bisa maklumi bahwa pasokan berkurang sementara permintaan tinggi," ujarnya.
Tommy menekankan, produksi cabai pada Desember ini akan surplus. Ia menyebut, berdasarkan data early warning system (EWS) Kementan, produksi cabai rawit merah pada bulan ini diproyeksi mencapai 8.800 ton. Sementara itu, permintaan masyarakat diperkirakan sekitar 7.200 ton. Pada Januari mendatang, produksi diperkirakan akan stabil, sementara konsumsi akan naik menjadi 7.300 ton.
Cabai rawit merah merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi masyarakat. Saat ini, rata-rata harga nasional tembus mencapai lebih dari Rp 90 ribu per kilogram.
Masalahnya memang saat ini, di saat ada hambatan cuaca yang berpengaruh ke produksi, tingkat permintaan ada kenaikan.
"Jadi, tidak ada defisit. Masalahnya memang saat ini, di saat ada hambatan cuaca yang berpengaruh ke produksi, tingkat permintaan ada kenaikan," ujar dia.
Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) mengungkapkan, hasil panen cabai saat ini tengah turun karena banyak cabai rusak akibat terkena hujan dalam periode La Nina. Selain itu, kualitas penanaman cabai saat ini tengah menurun dan menyebabkan jumlah hasil panen tidak maksimal.
"Kebanyakan cabai rusak, jadi layu, dan rontok karena La Nina yang sangat kuat," kata Ketua AACI Abdul Hamid, beberapa waktu lalu.
Ia menuturkan, hasil produksi cabai saat ini kebanyakan bersumber dari sentra-sentra cabai dataran rendah. Sementara itu, untuk sentra utama dari dataran tinggi akan masuk musim panen pada Januari 2022 mendatang. Di antara sentra produksi itu, seperti Tuban, Kediri, dan Blitar di Jawa Timur.
Meski musim panen akan tiba bulan depan, harga cabai yang saat ini tengah melonjak belum dapat dipastikan akan turun. Ini dikarenakan La Nina diprediksi berlangsung hingga Februari mendatang. Curah hujan akan sangat menentukan hasil produksi cabai pada awal tahun depan.
Abdul menyampaikan, harga cabai rawit merah dari petani saat ini tembus hingga Rp 80 ribu-Rp 85 ribu per kilogram. Cabai merah keriting di kisaran Rp 25 ribu per kg, sedangkan cabai merah besar sekitar Rp 17 ribu per kg.
Abdul pun mengungkapkan, tidak maksimalnya hasil panen saat ini karena kualitas dalam proses penanaman cabai sebelumnya menurun. Itu disebabkan biaya komponen produksi yang naik.
"Seperti pupuk yang harganya sangat mahal. Biasanya Rp 400 ribu per karung, sekarang jadi Rp 750 ribu per karung. Belum lagi biaya obat-obatan," katanya.
Akibat komponen produksi yang mahal, banyak petani mengurangi komponen produksi seperti pupuk karena menyesuaikan kemampuan modal. Hal itu lantas berdampak pada hasil panen yang diperoleh.
"Jadi, memang masalah panen ditambah biaya untuk produksi ini tidak semakin terkejar. Penambahan luas tanam itu besar, tapi hasil panen rendah sekali," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.