Terdakwa mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino berjalan meninggalkan ruangan usai sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/8/2021). MAKI memastikan mengajukan praperadilan terkait penghentian penyidikan PT Pelindo II. | ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

Nasional

Kejakgung: Belum Ada Bukti di Pelindo II

MAKI memastikan mengajukan praperadilan atas penghentian penyidikan PT Pelindo II.

JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menghentikan penyidikan dugaan korupsi di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengonfirmasi telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) kasus dugaan korupsi terkait perpanjangan kontrak pengelolaan Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) pada 2015 tersebut.

Supardi mengatakan, keputusan penghentian penyidikan resmi diterbitkan pada Jumat (3/9) pekan lalu. “Kalau tidak ada buktinya, bagaimana. Nanti, kalau misalnya tim (penyidikan) ada menemukan bukti-bukti baru lagi, akan dibuka kembali (penyidikan),” ujar Supardi kepada Republika saat ditemui di gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Senin (6/9) malam.

Supardi mengatakan, penyidikan dugaan korupsi Pelindo II, salah satu kasus yang membutuhkan keputusan cepat untuk mendapatkan kepastian hukum. Kasus tersebut naik ke penyidikan lewat Sprindik Print-54/F.2/Fd.1 yang diterbitkan pada September 2020.

Namun, setahun menjalani proses penyidikan, Kejaksaan tak kunjung menetapkan satu pun tersangka. Proses pemeriksaan saksi-saksi pun sudah tak lagi dilakukan sejak Januari 2021.

Pekan lalu, kata Supardi, tim penyidikannya mengevaluasi hasil penyidikan selama ini. Hasilnya, tim penyidikan di Jampidsus gagal menemukan bukti-bukti untuk menjerat tersangka dan melanjutkan proses pemidanaan. Pun penyidikan di Jampidsus gagal dalam memenuhi bukti-bukti terkait adanya angka pasti nilai kerugian negara terkait objek dari kasus tersebut.

photo
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II, RJ Lino (kiri) berdiskusi dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (16/8/2021). - (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Meskipun, kata Supardi, dari hasil penyidikan selama ini menemukan adanya fakta perbuatan melawan hukum terkait kontrak Pelindo II dan JICT tersebut. “Tetapi kalau memang ada nantinya bukti-bukti baru ya bisa naik lagi itu (ke penyidikan). Karena setiap penghentian penyidikan, pasti ada klausul penyidikan baru bisa dibuka lagi,” ujar Supardi.

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) memastikan untuk mengajukan praperadilan terkait penghentian penyidikan dugaan korupsi PT Pelindo II. Kordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, tak ada alasan bagi Kejakgung menyetop pengungkapan kasus rasuah terkait perpanjangan kontrak pengelolaan PT JICT 2015 tersebut.

“Pasti MAKI akan gugat praperadilan untuk membatalkan SP-3 tersebut,” ujar Boyamin lewat pesan singkat kepada Republika.

MAKI secara resmi akan mendaftarkan praperadilan SP-3 kasus tersebut selambat-lambatnyanya dalam dua pekan ini. “Pada dasarnya kita menghormati keputusan SP-3 ini. Tetapi, bagi MAKI kasus tersebut tidak layak untuk dihentikan,” kata Boyamin.

Pekan lalu, MAKI, sempat mendesak agar Jampidsus mempercepat penyidikan kasus tersebut dengan menetapkan tersangka. Sebab dikatakan Boyamin, kasus Pelindo II-JICT tersebut, sudah setahun mangkrak tanpa ada penetapan satupun tersangka.

Padahal, kata Boyamin, sejak kasus tersebut naik ke level penyidikan, Jampidsus sudah melakukan rangkaian pemeriksaan dan aksi geledah.

MAKI mencatat, sedikitnya ada 25 saksi penting yang sudah diperiksa. Termasuk, mantan direktur utama (dirut) PT Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino. Sanak keluarganya dan menantunya pun turut diperiksa.

Kata Boyamin, Jampidsus juga sudah menyita sejumlah dokumen kontrak Pelindo II dengan PT Hutchison Ports, terkait pengelolaan JICT 2015. Bahkan dikatakan Boyamin, Jampidsus sudah mengantongi nilai kerugian negara terkait kasus tersebut.

“BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) juga telah mengungkapkan kasus Pelindo-JICT terindikasi merugikan negara Rp 4,08 triliun,” ujar Boyamin menambahkan.

Menurut Boyamin, adanya penghitungan kerugian negara dari BPK pada 2017 yang membuat kasus dugaan korupsi dalam perpanjangan kontrak JICT wajib dilanjutkan. “Audit investigatif BPK 2017 terkait kasus tersebut adalah alat legitimasi untuk melanjutkan kasus ini,” ujar Boyamin.

Menanggapi rencana gugatan ini, Supardi mengatakan, Kejakgung tak mempersoalkan jika MAKI berencana mengajukan praperadilan terkait SP-3 kasus Pelindo II-JICT tersebut. Sebab, itu adalah hak konstitusional masyarakat untuk memberikan perimbangan hukum, dan upaya koreksi atas keputusan yang sudah dilakukan Jampidsus.

“Kalau ada yang mau menguji, baik masyarakat atau lembaga masyarakat, ya nggak apa-apa. Kita objektif,” ujar Supardi.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat