Jurnalis mengambil gambar Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara memberikan kesaksian saat menjalani sidang yang berlangsung virtual di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/3/2021). | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

Tuntutan Juliari Dikritik

KPK mengeklaim tuntutan terhadap Juliari sesuai fakta hasil persidangan.

JAKARTA—Tuntutan terhadap kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang melibatkan mantan menteri Sosial Juliari Peter Batubara dikritik sejumlah pihak. Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai bisa memaksimalkan tuntutan menjadi hukuman 20 tahun atau seumur hidup karena kasus korupsi terkait penanganan pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih melanda Indonesia.

Juliari yang juga mantan bendahara umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hanya dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tuntutan ini sebuah keganjilan.

"Padahal, pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, di Jakarta, Kamis (29/7).

ICW menilai, ringannya tuntutan tersebut semakin menggambarkan keengganan KPK menindak tegas pelaku korupsi bansos. Pdahal, landasan hukum yang menjadi alas tuntutannya adalah Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut sebenarnya mengakomodasi penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.

Kurnia mengatakan, tuntutan pembayaran pidana tambahan uang pengganti juga jauh dari memuaskan mengingat besaran tersebut kurang dari 50 persen dari total nilai suap yang diterima Juliari. "Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi," katanya.

Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah menilai tuntutan terhadap terdakwa korupsi bansos ini tidak bisa mengobati penderitaan masyarakat akibat pandemi Covid-19. Juliari diyakini menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.

"Di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, tuntutan untuk terdakwa korupsi bansos Covid-19 hanya 11 tahun. Saya rasa tidak bisa mengobati penderitaan masyarakat yang menjadi korban korupsi bansos," kata Febri, Kamis (29/7).

Padahal, kata Febri, dalam Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dikenakan terhadap Juliari, ancaman pidananya maksimal penjara seumur hidup atau 20 tahun.

Aktivis antikorupsi dari Visi Integritas itu mengingatkan KPK juga mempunyai pekerjaan rumah untuk mengusut pihak-pihak lain yang diduga terlibat dan mendapat keuntungan. Terlebih, penanganan kasus bansos memunculkan sejumlah kontroversi.

"Mulai dari nama-nama politikus yang muncul, tapi tidak jelas proses lanjutannya, sampai pada para penyidik bansos yang disingkirkan menggunakan alat TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) yang bermasalah secara hukum," kata Febri.

Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) Allan Fatchan Gani mengingatkan kecenderungan tuntutan dan vonis ringan pelaku korupsi berpotensi menjadi budaya. Padahal, tren semacam ini mencederai keadilan.

Menurutnya, jika soal tuntutan yang rendah, maka jaksa yang menuntut perlu ditelusuri rekam jejak, kapasitas serta integritasnya. "Terhadap tuntutan dan vonis yang ringan, perlu diselidiki secara serius kemungkinan-kemungkinannya," tegas Allan kepada Republika.

photo
Terdakwa yang juga mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menunggu dimulainya sidang lanjutan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/6/2021).  - (ANTARA )

Klaim KPK

Di pihak lain, KPK mengeklaim tuntutan terhadap Juliari dilakukan sesuai fakta penyidikan. "Dalam perkara ini terdakwa dituntut terkait pasal suap, bukan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Penerapan pasal tentu karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, di Jakarta, Kamis (29/7).

Menurut Ali, tuntutan dibuat bukan karena pengaruh adanya opini, keinginan maupun desakan pihak manapun. Jaksa KPK memiliki dasar hukum kuat dalam melakukan tuntutan uang pengganti terhadap terdakwa Juliari Peter Batubara. JPU KPK dalam perkara ini juga menuntut uang pengganti yang dapat diganti hukuman penjara bila tidak dibayarkan sebagai pemberatan tuntutan.

Tambahan hukuman itu biasanya dikenakan pada terdakwa korupsi yang menimbulkan kerugian negara. "Perlu juga kami sampaikan, sekalipun dalam beberapa perkara tipikor, uang pengganti dibebankan kepada terdakwa dalam perkara yang berhubungan dengan penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, yaitu yang berhubungan dengan kerugian negara," ujar Ali. 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat