Hikmah
Mengendalikan Nafsu
Kewajiban kita adalah mengendalikan nafsu agar mendorong untuk berbuat kebaikan.
Oleh MOCH HISYAM
OLEH MOCH HISYAM
Kata nafsu berasal dari bahasa Arab an-nafs yang memiliki banyak makna, yaitu jiwa, ruh, mata yang jahat, darah, jasad, diri orang, hasrat, dan kehendak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nafsu diartikan dengan empat makna, yaitu sebagai keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yang kuat; sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat buruk; nafsu dengan definisi selera, gairah, atau keinginan (makan); dan sebagai panas hati, marah, dan meradang.
Sebagai manusia kita semua memiliki nafsu. Kewajiban kita adalah mengendalikannya sehingga nafsu yang ada pada diri kita menjadi dasar atau pendorong untuk melakukan berbagai macam kebaikan.
Mengapa nafsu harus dikendalikan? Sebab, nafsu memiliki sifat selalu bergerak liar, mudah berontak, dan penuh gejolak yang bisa membawa kita kepada keburukan dan kebinasaan.
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yusuf [12]: 53).
Bila kita mampu mengendalikan nafsu niscaya nafsu-nafsu itu akan menjadi nafsu muthmainah, yaitu nafsu yang dapat dikendalikan oleh akal yang sehat. Nafsu ini akan mendapat rida Allah SWT di dunia dan akhirat. Dengannya, kita akan mendapat kebaikan dan mendapat husnul khatimah di akhir hidupnya sebagai pintu menuju surga Allah SWT (QS an-Naziaat [79]: 40-41).
Dalam hadis qudsi, diriwayatkan dari Imam al-Baqir bahwa Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman: “Demi kemulian-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku, dan ketinggian tempat-Ku, tak seorang hamba pun yang mengutamakan keinginan-Ku di atas keinginan (nafsu) dirinya melainkan Aku suruh malaikat untuk menjaganya, langit dan bumi menjamin rezekinya dan menguntungkan setiap perdagangan yang dilakukannya serta dunia akan datang dan selalu berpihak kepadanya.”
Upaya yang harus kita lakukan untuk mampu mengendalikan nafsu adalah dengan menahan kesenangan nafsu, membebankan beban (ibadah-ibadah) yang berat kepadanya dan berdoa kepada Allah SWT. “Allahumma inni a’udzubika min munkarootil akhlaq wal amal wal hawa.” Artinya, “ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amal dan hawa nafsu yang mungkar.”
Untuk itu, mari kita terus berjuang untuk bisa mengendalikan hawa nafsu. Sebagaimana yang digelorakan oleh ibnu Athaillah dalam kitab Tajul Arus al–Hawa Li Tahdzib al-Nufus.
Beliau berkata, “Kau ingin berjuang mengendalikan nafsu, tetapi kau menguatkannya dengan syahwat sehingga nafsu mengalahkanmu! Jangan berlaku seperti orang sakit yang berujar, 'Aku tidak mau berobat sampai sembuh sendiri.’ Sehingga dikatakan kepadanya, ‘Kau tidak akan sembuh sebelum berobat.’ Perjuangan memang tidak manis. Maka, berjuanglah mengendalikan nafsu karena perjuangan itu merupakan jihad yang paling besar.”
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.