Konsultasi Syariah
Bolehkah Cicilan Emas?
Cicilan emas adalah fasilitas pembiayaan untuk membeli emas dengan akad murabahah.
DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb. Bagaimana hukumnya cicilan emas (cilem) menurut syariah. Mohon penjelasan Ustaz! -- Hasan, Aceh
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Cicilan emas adalah fasilitas pembiayaan untuk membeli emas logam mulia dalam bentuk batangan yang diangsur dengan akad murabahah. Produk cicilan emas diperkenankan sebagaimana fatwa DSN MUI Nomor 77/DSN-MUI/VI/2010 tentang Jual-Beli Emas secara Tidak Tunai. Misalnya, si A membeli 1 gram emas logam seharga Rp 1,2 juta dengan tiga kali angsuran, maka keuntungan penjual itu halal (bukan riba).
Untuk membedah asal usul kesimpulan fatwa DSN MUI ini, bisa dijelaskan secara runut dalam poin berikut ini. Pertama, menurut nash hadis, penukaran (jual beli) emas dengan emas itu harus tunai dengan nominal yang sama. Sedangkan, penukaran emas dengan perak itu cukup tunai dan penjual dapat mengambil selisih sebagai margin yang halal. Si A tukar emas 1 gram dengan emas 1 gram itu harus tunai dan nilai emasnya sama. Sementara, si B tukar emas dengan perak harus tunai tetapi boleh dengan nilai yang berbeda.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, “(Jual beli) emas dengan emas,... Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”. (HR Muslim). Kemudian, hadis Rasulullah SAW dari Umar bin Khatthab, “(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai...”. (HR Muslim).
Kedua, para ulama ahli hadis dan fikih berbeda pandangan tentang maksud emas dalam hadis tersebut. (a) Pendapat pertama, keberadaannya sebagai emas apa pun fungsinya. Emas (baik perhiasan, logam mulia) dan mata uang itu termasuk makna emas (emas apapun dan mata uang). Atau (b), menurut pendapat kedua, keberadaan emas sebagai alat pembayaran (seperti emas pada masa Rasulullah) dan seluruh mata uang. Emas perhiasan dan logam mulia tidak termasuk emas dalam hadis/tidak termasuk barang ribawi. (Lihat al-Mishri, Al-Jami’ fi Ushul ar-Riba, 132).
Ketiga, pendapat kedua (emas yang dimaksud sebagai alat permbayaran) adalah pendapat yang kuat berdasarkan (a) Imam Syafii dan Imam Malik, substansi emas dalam hadis adalah alat pembayaran.
Ibnu Rusyd mengutip, “Imam Syafi’i sependapat dengan pendapat Imam Malik bahwa ‘illat larangan jual beli emas dan jual beli perak itu harus tunai dan sama bahwa keduanya sebagai alat tukar”. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, 481). Berdasarkan pendapat Imam Malik, saat emas bukan sebagai alat pembayaran, maka tidak termasuk barang ribawi (emas).
(b) Pendapat Ibnu al-Qayyim, saat emas dijadikan perhiasan, maka dikategorikan barang. Ia berkata, “..Perhiasan yang diperbolehkan, karena pembuatan (menjadi perhiasan) yang diperbolehkan, berubah menjadi jenis pakaian dan barang, bukan jenis harga. Dan tidak berlaku riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara perhiasan dengan uang.” (I’lam al-Muwaqqi’in, 2/247).
(c) Syekh Sulaiman al-Mani’ berpendapat bahwa emas boleh diperjualbelikan secara tangguh, “…kecuali emas yang sudah dibentuk (menjadi perhiasan) sehingga tidak berfungsi sebagai harga”. (Buhuts fi al-Iqtishd al-Islami, 322).
(d) Tradisi masyarakat dan kebijakan otoritas bahwa emas itu komoditas bukan alat pembayaran. Karena alat pembayaran itu alat tukar yang diterbitkan otoritas yang tidak tejadi pada emas saat ini.
Sebagaimana didefinisikan para ulama antara lain, “Uang adalah sesuatu yang dijadikan harga oleh masyarakat baik logam atau kertas yang dicetak ataupun bahan lainnya yang diterbitkan otoritas.” (Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah, 23).
Walaupun dalam fikih ada perbedaan pendapat, fatwa Dewan Syariah Nasional MUI memutus perbedaan dan menjadi rujukan terkait ketentuan cicilan emas. Selanjutnya, jika penjualan menggunakan akad seperti murabahah, maka harus mengikuti ketentuan terkait sebagaimana Fatwa DSN Nomor 111 tentang Murabahah dan Standar Syariah AAOIFI Nomor 8 tentang Murabahah.
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.