Internasional
Kemenlu Jelaskan ‘No’ di Sidang PBB
Suara no ini bukan voting tentang pembahasan isu genosidanya.
JAKARTA – Indonesia memilih suara “no” atau "tidak" dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB untuk resolusi Responsibility to Protect (R2P), Selasa (18/5) waktu Amerika Serikat (AS). Namun, sikap Indonesia ini mengundang simpang siur.
Menurut Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian A Ruddyard menjelaskan, pemungutan suara di Sidang Majelis Umum PBB pada Selasa (18/5) tersebut dalam rangka pembentukan agenda baru tahunan. Ia menegaskan, pemungutan suara itu bukan pada substansi gagasan R2P itu sendiri.
"Suara no ini bukan voting tentang pembahasan isu genosidanya, tapi hanya pada pembahasan isu R2P ini ingin diagendakan tersendiri," katanya dalam briefing virtual, Kamis (20/5). "RI menilai R2P tidak membutuhkan agenda tahunan tetap," kata dia.
Gagasan R2P ini merupakan prinsip dan kesepakatan internasional yang bertujuan mencegah pemusnahan massal, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya. Febrian menegaskan, prinsip dan norma yang mendasari R2P tidak asing lagi bagi Indonesia, juga tidak terbatas hanya pada kelompok negara atau wilayah tertentu.
"Dalam pandangan kami, di dalam dan secara khusus dalam kerangka pencegahan genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, bahwa (yang disebut) tiga pilar R2P itu cukup kokoh untuk menahan setiap serangan," katanya.
Suara no ini bukan voting tentang pembahasan isu genosidanya, tapi hanya pada pembahasan isu R2P ini ingin diagendakan tersendiri.
Sikap Indonesia kali ini mengundang simpang siur, terutama di media sosial. Akun Twitter UN Watch mencicit bahwa terdapat 15 negara termasuk Indonesia yang memilih opsi "no". Negara-negara tersebut, antara lain Russia, Cina, Korea Utara, Republik Arab Suriah, Venezuela, Kirigistan, Nikaragua, Zimbabwe, Burundi, Belarus, Eritrea, Bolivia, Mesir, Kuba, dan Indonesia.
"Ada kesimpangsiuran mengenai resolusi saat kita memberikan suara menentang. Jadi, ini bukan resolusi substantif, tapi resolusi ini adalah resolusi prosedural, yaitu Kroasia mengusulkan pembahasan mengenai R2P untuk dapat dibahas dalam mata agenda tersendiri," ujar Febrian.
Febrian mengatakan, konsep R2P telah diadopsi oleh SMU PBB pada saat adanya World Summit Outcome pada 2005. Pada 2005, RI memberikan suara mendukung substansi resolusi itu.
Pembahasan agenda dilakukan rutin setiap tahun sejak 2009. Namun, pada 2017 agenda sempat dibahas di luar dokumen World Summit Outcome atas permintaan Australia dan Ghana. Namun, usul pembahasan tersendiri ternyata kali ini muncul kembali.
LIST OF SHAME: Countries who just voted NO to UN General Assembly resolution on the Responsibility to Protect.
North Korea
Kyrgyzstan
Nicaragua
Zimbabwe
Venezuela
Indonesia
Burundi
Belarus
Eritrea
Bolivia
Russia
China
Egypt
Cuba
Syria pic.twitter.com/AohcXFvxBY — UN Watch (@UNWatch) May 19, 2021
Amnesty International menilai Indonesia tidak serius menyikapi pelanggaran HAM berat menyusul keputusan pemerintah memberikan suara “tidak” saat pemungutan suara di Sidang Umum PBB. Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyayangkan sikap Indonesia tersebut. Padahal, jenis kejahatan ini merupakan pelanggaran HAM yang berat dan melanggar hukum Indonesia, yaitu UU No 26/2000.
“Sikap itu memperlihatkan rendahnya tingkat komitmen Indonesia dalam memajukan dan melindungi hak asasi manusia di dunia. Saat voting tersebut, Indonesia sejajar dengan 14 negara lain yang memiliki reputasi rendah di bidang hak asasi manusia,” kata Usman dalam pernyataannya kepada Anadolu Agency.
Usman mengatakan Indonesia sebelumnya diapresiasi karena memberikan perhatian atas situasi kemanusiaan di negara-negara konflik.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.