Nasional
Pandemi Buat Anak Sulit Membaca
Unesco telah menyerukan agar sekolah dibuka kembali dengan dukungan dari pemerintah untuk guru.
JAKARTA – Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (Unesco) mencatat, pandemi menyebabkan peningkatan jumlah anak yang mengalami kesulitan memahami keterampilan membaca dasar. Jika sebelumnya jumlah anak yang kesulitan memahami bacaan dasar sebanyak 460 juta, tahun 2020 angkanya meningkat menjadi 584 juta.
Sejak awal pandemi Covid-19, pembatasan kegiatan belajar telah mengganggu hampir seluruh siswa di dunia dan membuat anak-anak mengalami learning loss. Kerugian akibat pembatasan ini diperkirakan paling tinggi terjadi di Amerika Latin dan Karibia, serta di Asia Tengah dan Selatan.
Direktur Jenderal Unesco, Audrey Azoulay, mengatakan, selama satu tahun dunia telah memasuki lockdown dan dunia pendidikan berubah. “Dalam beberapa pekan, hampir 1,6 juta siswa, atau 91 persen anak usia sekolah terdampak penutupan sekolah,” kata Audrey dalam telekonferensi internasional, dipantau di Jakarta, Selasa (30/3).
Audrey menjelaskan, krisis pendidikan ini harus segera diatasi. Seluruh dunia tidak bisa diam saja dengan kondisi yang ada, karena jika tidak dilakukan papaun, maka akan meningkatkan risiko semakin banyaknya orang yang terpinggirkan dan miskin.
Dilansir di laman resmi Unesco, dunia memang mungkin kembali ke masa-masa sebelum terjadinya pandemi. Namun, paling tidak pemulihan dapat terjadi pada tahun 2024 jika upaya luar biasa dilakukan untuk menyelesaikan pandemi ini.
Unesco mencatat, jumlah siswa yang terkenda dampak penutupan sekolah tidak berubah secara signifikan sejak awal pandemi. Negara-negara pun saat ini perlahan mulai mengambil tindakan untuk membuka sekolah, setidaknya sebagian.
“Laporan tersebut menunjukkan bahwa sekolah saat ini dibuka secara penuh di 107 negara, sebagian besar di Afrika, Asia, dan Eropa, melayani 400 juta pelajar pra-sekolah hingga dasar dan menengah,” tulis Unesco.
Unesco telah menyerukan agar sekolah dibuka kembali dengan dukungan yang diberikan dari pemerintah untuk guru. Unesco juga mendorong agar pemerintah negara melakukan inisiatif untuk mencegah siswa putus sekolah dan melakukan percepatan ketersediaan perangkat pembelajaran digital.
Pemulihan dari pandemi ini harus memprioritaskan sekolah untuk mengurangi angka putus sekolah. Namun, Unesco juga memperkirakan 65 persen pemerintah dari negara berpenghasilan rendah telah mengurangi pendanaan terhadap pendidikan, dibandingkan dengan 35 persen negara lain yang berpenghasilan tinggi.
Menanggapi hal ini, Unesco mengadakan pertemuan menteri untuk berdiskusi dengan tema memprioritaskan pemulihan pendidikan untuk menghindari bencana generasi. Pertemuan ini membahas tiga masalah utama dalam agenda kebijakan pendidikan, yaitu pembukaan kembali sekolah dan mendukung guru, mengurangi angka putus sekolah, dan mempercepat transformasi digital.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.