
Tajuk
Ilusi Normalisasi
Opini sesat normalisasi dengan Israel hanyalah ilusi.
Empat negara begitu sigap menormalisasi hubungan dengan Israel. Setelah UEA meneken normalisasi, berentet tiga negara lain, yakni Bahrain, Sudan, dan Maroko. Mereka menyusul langkah kontroversial UEA hanya dalam rentang kurang dari empat bulan.
Normalisasi hubungan itu tak lepas dari lobi gencar pejabat Israel yang mengerahkan sekutunya, AS. Tak kurang dari Jared Kushner, penasihat senior Presiden Donald Trump yang juga menantunya, itu bergerilya dan menggalang dukungan ke kawasan Timur Tengah.
Berdalih membawa misi perdamaian, Kushner yang berlatar belakang pengusaha properti, mengajak normalisasi hubungan dengan Israel. Tanpa normalisasi, klaim Kushner, tak bakal tercipta perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan penuh konflik itu.
Normalisasi UEA ditandai dengan penerbangan perdana pesawat sipil dari Tel Aviv ke Abu Dhabi. Disebutkan, penolakan aneksasi Tepi Barat menjadi jaminan normalisasi. Meski kemudian, PM Israel Benjamin Netanyahu membantah ada pembatalan aneksasi melainkan hanya penundaan.
Normalisasi dengan Israel bukan tanpa imbalan. Masing-masing negara memasang "tarif" untuk itu.
Selang 10 hari, Bahrain menormalisasi hubungan dengan Israel. Bahrain yang sedang bermusuhan dengan Iran, jelas membutuhkan dukungan militer dari AS. Sokongan peralatan militer AS akan memperkuat posisi Bahrain vis a vis Iran di kawasan Teluk.
Giliran selanjutnya Sudan. Negara yang masuk kotak hitam teroris versi AS itu dijanjikan dikeluarkan dari daftar tersebut. Iming-iming bantuan peralatan militer senilai satu miliar dolar AS juga menjadi pemanis bila Sudan menormalisasi hubungan dengan Israel. Dan akhirnya, 23 Oktober menjadi penanda normalisasi itu.
Pada 12 Desember lalu, Maroko meneken normalisasi hubungan dengan Israel. Dalam konteks Maroko, ada janji bagi dukungan penguasaan wilayah Sahara Barat. Wilayah padang pasir kaya kandungan fosfat tersebut selama ini belum diakui internasional.
Namun, AS menjanjikan dukungan itu bila Maroko menormalisasi hubungan dengan Israel. Mencermati kebijakan luar negeri empat negara ini, dapat dipahami jika ada keuntungan yang mereka peroleh.
Normalisasi dengan Israel bukan tanpa imbalan. Masing-masing negara memasang "tarif" untuk itu.
Aspek ekonomi dan kekuatan militer menjadi taruhan dalam normalisasi hubungan dengan Israel. Israel dan AS pun sangat paham akan hal ini. Yang satu butuh pengakuan diplomatik, yang satu lagi butuh sokongan ekonomi dan peralatan militer. Klop sudah!
Sebenarnya, Mesir dan Yordania lebih dahulu menormalisasi hubungan dengan Israel. Seberapa signifikan yang keduanya dapatkan? Atau seberapa besar imbalan bagi pemerintahan Trump yang progresif menggalang dukungan untuk normalisasi ini?
Berkaca pada kesuksesan melobi empat negara, gerilya dukungan sepertinya tak akan berhenti. Ada Arab Saudi yang digosipkan akan menormalisasi. Namun, Raja Salman bin Abdul Aziz yang diberitakan tidak setuju.
Upaya melobi para kerabat Kerajaan Saudi pun dirumorkan gencar dilakukan.
Saudi pantas dibujuk habis-habisan. Sebagai negara tempat Masjidil Haram dan Masjid Nabawi berada, Saudi bisa menjadi acuan bagi negara Islam lain. Ketika Saudi menyetujui normalisasi, bandul geopolitik di kawasan Timur Tengah jelas akan bergeser.
Indonesia tentu saja menjadi incaran selain Saudi. Tak heran bila Jerusalem Post mengarahkan pemberitaan bahwa ada upaya agar Indonesia menormalisasi hubungan dengan Israel. Rumor yang tegas dibantah Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
"Sebagai tindak lanjut arahan Presiden kepada menteri luar negeri, saya ingin menyampaikan dua hal. Pertama, hingga saat ini, tidak terdapat niatan Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel," kata Menlu Retno.
Sekali bandul ini bergeser menuju normalisasi dengan sang penjajah, sejak saat itu pula cita-cita luhur para pendiri bangsa kita tercederai.
Kedua, Indonesia tetap mendukung kemerdekaan Palestina berdasarkan solusi dua negara dan parameter internasional lain yang telah disepakati. Pernyataan tegas ini telak mematahkan opini yang sedang dibangun oleh agen-agen Yahudi.
Mereka hendak mengarahkan opini dalam membangun ilusi bahwa Indonesia, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak sejagat saja mendukung normalisasi. Namun, opini sesat ini hanyalah ilusi.
Apalagi, tak ada keuntungan apa pun yang didapat Indonesia dari normalisasi hubungan dengan Israel, dari bermacam sisi. Sikap Indonesia dalam masalah ini --sebagaimana Saudi-- akan menjadi bandul bagi dukungan dunia Islam.
Sekali bandul ini bergeser menuju normalisasi dengan sang penjajah, sejak saat itu pula cita-cita luhur para pendiri bangsa kita tercederai. Sikap Indonesia yang cinta perdamaian, tapi lebih cinta kemerdekaan. Bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.