Konsultasi Syariah
Bagaimana Adab Manajemen Keuangan Keluarga?
Mengelola keuangan keluarga dengan perencanaan itu adalah tuntunan Rasulullah SAW.
DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalaamualaikum Wr Wb. Setiap orang memiliki tanggung jawab keuangan terlebih bagi mereka yang sudah berkeluarga. Tanggung jawab keuangan untuk suami istri dan anak, untuk tahun ini dan tahun depan, maupun saat anak kuliah. Adakah tuntunan Al-Quran, hadis, atau fikih terkait dengan mengelola keuangan? Mohon penjelasan ustaz! -- Dadan, Madura
Wa'alaikumussalaam Wr Wb.
Pertama-tama yang harus dijelaskan bahwa mengelola keuangan keluarga dengan perencanaan itu adalah tuntunan Rasulullah SAW sebagaimana dalam salah satu sabdanya, “Allah akan memberi rahmat bagi hambanya yang mencari rizki yang halal dan mensedekahkan dengan kesengajaan, mendahulukan kebutuhan yang lebih penting, pada hari di mana ia dalam keadaan fakir dan memiliki hajat.”
Penjelasan tentang tuntunan dalam bekerja, menyalurkannya, serta tuntunan lain bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut ini.
Pertama, dengan memastikan bahwa pekerjaannya halal dan legal. Hal itu di antaranya, aktivitas usaha perusahaan tempat bekerja atau pekerjaan pribadi yang digelutinya itu halal dan legal serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Selain pertimbangan aspek halal dan legalitas dalam setiap pekerjaan dan transaksi bisnis yang dikelola, maka harus memastikan terhindar dari pekerjaan dan transaksi syubhat. Di antara contoh pekerjaan, transaksi, dan investasi yang halal seperti bekerja di lembaga pendidikan, institusi kesehatan, lembaga keuangan syariah, dan aktivitas usaha lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Sebaliknya, di antara pekerjaan, transaksi, atau investasi yang tidak sesuai syariah di antaranya bekerja di perusahaan dengan aktivitas yang tidak halal, seperti judi dan sejenisnya atau investasi di saham nonsyariah, obligasi, reksa dana konvensional, dan sejenisnya.
Kedua, menyalurkan setiap pendapatan atau aset yang diterima itu sesuai dengan peruntukannya dan skala prioritas. Hal itu antara lain menyalurkannya untuk kebutuhan-kebutuhan mendasar (primer) atau sekunder seperti kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga.
Ketiga, berikhtiar untuk memiliki dana darurat serta investasi yang sesuai syariah. Dana darurat maksudnya memiliki cadangan dana untuk mengantisipasi kebutuhan dana di masa-masa sulit. Di antara rumusnya adalah al-Idkhar setara dengan al-Kasbu al-Thayyib dikurangi al-Infaq al-Muqtashad atau menabung sama dengan pendapatan halal dikurangi pengeluaran standar. Hal ini seperti dijelaskan oleh Prof Dr Husein Syahatah dalam bukunya Iqtishad al-Bait al-Muslim.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk mengasuransikan anggota keluarga, baik asuransi kesehatan, asuransi jiwa dan asuransi pendidikan sesuai dengan pertimbangan risiko dan perencanaan yang menempatkannya di asuransi-asuransi syariah. Sebagaimana firman Allah SWT, "Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati." (QS Luqman: 34)
Begitu pula memiliki investasi yang sesuai syariah, seperti investasi di saham syariah, reksa dana syariah atau investasi di sektor riil yang halal dan dengan risiko yang terkendali.
Di antara contoh dana likuid untuk darurat tersebut adalah membeli atau menabung emas. Sehingga, bisa dijual atau dicairkan saat keluarga membutuhkannya. Sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW, "Sungguh kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta kepada orang lain."
Keempat, menunaikan hak setiap pendapatan yang diterima atau aset yang dimiliki saat memenuhi kriteria wajibnya. Misalnya, seseorang yang mengelola usaha atau memiliki deposito di bank syariah atau investasi saham atau reksa dana syariah, maka menjadi wajib zakat saat total pendapatan yang dihasilkannya mencapai 85 gram emas.
Jika satu gram emas itu bernilai Rp 1 juta, maka saat pendapatannya mencapai Rp 85 juta ditunaikan per tahun sebesar 2,5 persen agar setiap pendapatan dan aset yang diterima itu berkah untuk pemiliknya dan keluarga karena bermanfaat untuk para dhuafa pada khususnya.
Sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW, "Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak". Wallahu a'lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.