Kabar Utama
Lahan Sawit dan Tas Hermes Nurhadi
Nurhadi dan menantunya diduga menggunakan uang suap untuk membeli lahan sawit dan tas Hermes.
OLEH DIAN FATH RISALAH
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, bersama-sama menantunya Rezky Herbiyono digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/10). Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu membongkar penggunaan uang suap dan gratifikasi senilai kira-kira Rp 83 miliar.
Dalam dakwaan disebutkan, diduga Nurhadi dan menantunya menggunakan uang yang diterima untuk kepentingan pribadi. Di antaranya untuk membeli pembelian lahan sawit di Padang Lawas senilai Rp 2 miliar, membeli beberapa tas mewah merek Hermes senilai Rp 3,2 miliar, dan transfer ke rekening atas nama Tin Zuraida dengan total Rp 75 juta.
"Pembelian mobil mewah jenis Land Cruiser, Lexus, Alphard beserta aksesoris sejumlah Rp 4,6 miliar, jam tangan sejumlah Rp 1,4 miliar, pembayaran utang sebesar Rp 10,6 miliar, berlibur ke luar negeri sejumlah Rp 598 juta," kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, saat membacakan surat dakwaan, Kamis (22/10).
Kemudian, renovasi rumah yang berlokasi di Jalan Patal Senayan Nomor 3B di Jakarta Selatan sejumlah Rp 2,6 miliar serta kepentingan lainnya sekitar Rp 7,9 miliar. Nurhadi menjabat sebagai sekretaris Mahkamah Agung sejak 2011 dan mengajukan pengunduran diri pada 2016. Tahun itu, namanya mulai disebut-sebut terkait kasus suap Lippo Group dengan terdakwa Eddy Sindoro.
Awal 2020, ia dan menantunya dijadikan tersangka oleh KPK. Meski begitu, Nurhadi sempat empat bulan raib dan jadi buron hingga tertangkap di Jakarta Selatan pada 1 Juni lalu.
Sejauh ini, KPK belum menjerat Nurhadi dan menantunya dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Nurhadi dan Rezky baru didakwa menerima suap Rp 45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto dan didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama di pengadilan negeri, banding di pengadilan tinggi, kasasi, hingga peninjauan kembali di Mahkamah Agung.
Dalam dakwaan, jaksa juga merinci sumber gratifikasi keduanya. Nurhadi dan Rezky diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 37 miliar sejak 2014 hingga 2017 dari sejumlah pihak yang berperkara. "Terdakwa I (Nurhadi) memerintahkan Terdakwa II (Rezky) untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan Pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014 hingga 2017," kata Jaksa Wawan.
Sumber pertama, yakni Direktur Utama PO Jaya Utama, Handoko Sutjitro. Handoko disebut pernah memberikan uang kepada Nurhadi melalui rekening Rezky sebesar Rp 600 juta, dan melalui rekening Soepriyo Waskito Adi sejumlah Rp 1,8 miliar. "Bahwa Handoko Sutjitro menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa I (Nurhadi) dalam rangka pengurusan perkara Nomor 264/Pdt.P/2015/PN.SBY dan perkara tersebut dimenangkan oleh Handoko Sutjitro," ungkap Jaksa Wawan.
Sumber kedua, gratifikasi dari Direktur Dian Fortuna Erisindo, Renny Susetyo Wardhani. Dalam dakwaan disebutkan Renny memberikan uang kepada Nurhadi melalui rekening Rezky Herbiyono sebesar Rp 2,7 miliar. Uang itu diduga untuk memuluskan gugatan Peninjauan Kembali yang diajukan Renny.
Ketiga, gratifikasi dari Direktur PT Multi Bangun Sarana, Donny Gunawan untuk Nurhadi melalui rekening Rezky dengan jumlah Rp 2,5 miliar dalam empat kali transaksi. Melalui rekening Calvin Pratama sebesar Rp 1 miliar, serta melalui rekening Yoga Dwi Hartiar Rp 3,5 miliar.
"Bahwa Donny Gunawan menyerahkan uang itu kepada Terdakwa I (Nurhadi) dalam rangka pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya No.100/Pdt.G/2014/PN.SBY dan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 723/Pdt./2014/PT.SBY serta di Mahkamah Agung RI Nomor 3320 K/PDT/2015," ujar Jaksa. Nomor perkara itu mengjndikasikan lokasi persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Keempat, gratifikasi dari Direktur PT Benang Warna Indonusa, Freddy Setiawan. Freddy mengirimkan uang ke Nurhadi melalui rekening HR Santoso SH sejumlah Rp 23,5 miliar sejak 19 Mei 2015 hingga 3 Maret 2017. Uang diberikan kepada Nurhadi diduga agar memuluskan pengurusan perkara Peninjauan Kembali.
Terakhir, Nurhadi disebut menerima gratifikasi dari Riadi Waluyo melalui rekening Calvin Pratama sejumlah Rp 1,68 miliar. Riadi Waluyo diduga menyerahkan uang tersebut ke Nurhadi terkait pengurusan perkara di Pengadilan Denpasar Nomor 710/Pdt.G/2015/PN.Dps.
"Terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang tersebut di atas, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum," tegas Jaksa Wawan.
Menurut Jaksa, penerimaan uang oleh Nurhadi melalui Rezky haruslah dianggap suap. Sebab, berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya sebagai Sekretaris di MA.
Atas perbuatannya dalam penerimaan gratifikasi, Nurhadi dan Rezky didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengaku lembaganya masih menelaah bukti-bukti terkait dugaan tindak pidana korupsi suap yang menjerat tersangka Nurhadi sebelum mengenakan pasal pencucian uang. "Terkait penerapan pasal TPPU, beberapa bukti petunjuk sudah kami kumpulkan, namun lebih dulu akan ditelaah lebih lanjut terutama terkait dengan unsur tindak pidana asal atau predicate crime dalam kasus tersebut," kata Ali Fikri di Jakarta, Rabu (21/10).
Saya tidak menyampaikan eksepsi. Saya mohon keadilan yang seadil-adilnya. Semua tidak benar akan saya buktikan,NURHADI
Selepas mendengar dakwaan, Nurhadi menyatakan memilih tidak menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum. "Sudah jelas saya mengerti yang disampaikan dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua. Jelas dan sekaligus Yang Mulia saya sampaikan saya tidak menyampaikan eksepsi. Saya mohon keadilan yang seadil-adilnya. Semua tidak benar akan saya buktikan," kata Nurhadi usai mendengarkan dakwaannya secara virtual di Rutan C1 KPK.
Sidang kemarin dipimpin Saifuddin Zuhri sebagai ketua majelis hakim.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.