Umat Islam melaksanakan Shalat Ied di kompleks Masjid al-Aqsha pada perayaan Idul Adha 2020. | AP/Mahmoud Illean

Internasional

Status Haram Al-Sharif Bakal Berubah

Kesepakatan UEA dan Israel menjadikan hak Muslim hanya di Masjid al-Aqsha saja.

YERUSALEM -- Pusat penelitian Israel di bidang Yerusalem menyimpulkan, kesepakatan normalisasi hubungan Israel-Uni Emirat Arab (UEA) pada 13 Agustus mengubah status Haram al-Sharif al-Aqsha. Perubahan itu bahkan dinilai hingga ke tahap yang sebelumnya tak pernah terjadi. 

Laman Middle East Monitor edisi Selasa (1/9) mengutip laporan Terrestrial Jerusalem. Laporan itu menyebutkan, kesepakatan UEA dan Israel menjadikan sejumlah perubahan signifikan terkait status Kota Suci untuk kepentingan Israel.

Selama ini, Muslim menyebut seluruh kompleks Haram al-Sharif sebagai Masjid al-Aqsha. Jadi, tidak terbatas pada masjid berkubah hijau saja. Sebaliknya, bagi Israel, Masjid al-Aqsha hanya sebatas bangunan masjid dan bagian-bagian yang lain dalam kompleks disebut "Temple Mount". 

Terrestrial Jerusalem menunjuk pada klausul khusus kesepakatan UEA dan Israel beberapa hari lalu yang menyebutkan, "Muslim yang datang ke Israel secara damai berhak berdoa di Masjid al-Aqsha."

Terrestrial Jerusalem mencatat, untuk pertama kalinya istilah Masjid al-Aqsha digunakan dalam dokumen internasional dan bukan menggunakan istilah Haram al-Sharif yang mengacu pada kompleks. "Untuk pertama kalinya hak Muslim dikurangi menjadi hanya di Masjid al-Aqsha saja."

photo
Kubah batu di Masjid al-Aqsha, - (AP/Mahmoud Illean)

Laporan itu menyebutkan, ini adalah redefinisi situs keagamaan, dan sekaligus perubahan dalam status Masjid al-Aqsha. Semua ini, kata laporan tersebut, terjadi atas persetujuan UEA. Kesepakatan itu juga akan membuat umat Yahudi diberi hak untuk berdoa di dalam kompleks Haram al-Sharif al-Aqsha. 

Dalam perjanjian UEA dan Israel juga disebutkan, "... bagian lain di tempat suci di Yerusalem tetap terbuka bagi umat agama lain." Hal ini dapat ditafsirkan umat Yahudi dapat berdoa di dalam Baitul Maqdis.

Dalam laporannya, Terrestrial Jerusalem menulis perubahan signifikan yang Israel lakukan ini juga mendapat persetujuan dari UEA. 

Kesepakatan UEA dengan Israel dikhawatirkan memicu pemisahan spasial di Baitul Maqdis seperti yang dilakukan Israel di Masjid Ibrahimi di Hebron. Di Masjid Ibrahimi, diberlakukan pemisahan antara Muslim dan Yahudi, tapi luas bagian Yahudi jauh lebih besar dibandingkan untuk umat Islam. 

Terrestrial Jerusalem adalah lembaga nonprofit Israel yang berfokus memantau perubahan dan perkembangan yang terjadi di Yerusalem. Lembaga ini dikelola oleh aktivis dan pengamat politik terkenal Israel, Daniel Seidman. 

Tabloid Amerika Serikat (AS), Newsweek, menyebut Siedman 'orang yang paling memahami apa yang terjadi di Yerusalem dan tidak ada perubahan di kota suci itu yang lolos darinya, meski pergerakan serpihan debu sekalipun'.

 Gaza hampir tak bisa dihuni 

Sementara, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia (HAM) di Palestina, Michael Lynk, menyatakan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kekerasan bersenjata baru-baru ini di Jalur Gaza. Menurut dia, Gaza telah berada di ambang tak bisa dihuni. 

photo
Seorang warga Palestina berbelanja di tengah karantina Kota Gaza sehubungan penyebaran Covid-19, Senin (31/8). - (AP/Hatem Moussa)

"Di balik permusuhan saat ini, (yakni) peluncuran roket dan balon pembakar oleh kelompok bersenjata Palestina dan penggunaan tak imbang dari serangan rudal yang ditargetkan oleh Israel adalah pemiskinan jangka panjang Gaza oleh blokade komprehensif Israel yang telah berlangsung selama 13 tahun," kata Lynk, dilaporkan laman UN News, Selasa (1/9).

Lynk menekankan, tidak ada wilayah di dunia yang menghadapi situasi seperti Gaza. "Gaza berada di ambang menjadi tidak bisa dihuni. Tidak ada situasi yang sebanding di dunia di mana populasi substansial telah terkungkung permanen seperti itu, sebagian besar tidak dapat bepergian atau berdagang, dan dikendalikan oleh kekuatan pendudukan yang melanggar HAM internasional serta kewajiban kemanusiaan yang serius," ucapnya. 

Dia berpendapat apa yang dibutuhkan Gaza adalah diakhirinya blokade. Lynk mengatakan, perdamaian dan rekonstruksi Gaza hanya akan datang dengan penghormatan penuh terhadap hak-hak dasar masyarakat yang tinggal di sana. 

Ia pun mengomentari kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang tercapai baru-baru ini. Lynk mengungkapkan kesepakatan tersebut harus menjadi langkah pertama menuju realisasi penuh HAM di Gaza. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat